GENEVA, RadarBangsa.co.id – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyampaikan peringatan keras terkait kondisi kesehatan fisik dan mental anak-anak Palestina di Jalur Gaza yang kian memburuk, menyusul dua bulan blokade ketat terhadap bantuan kemanusiaan serta serangan berkelanjutan dari militer Israel.
Wakil Direktur Jenderal WHO, Michael Ryan, dalam pernyataannya di Markas WHO di Jenewa, Swiss, pada Sabtu (3/5/2025), menyebut situasi di Gaza telah menciptakan krisis multidimensi yang menghancurkan memori, tubuh, dan masa depan anak-anak di wilayah tersebut.
“Kami menghancurkan memori dan pikiran anak-anak Gaza. Kami membuat anak-anak Gaza kelaparan. Kami terlibat dalam situasi tersebut,” ujar Ryan dengan nada penuh emosi di hadapan awak media.
Menurut Ryan, blokade dua bulan terakhir telah memutus akses terhadap pasokan medis penting, bahan bakar, serta makanan pokok yang sangat dibutuhkan warga sipil, terutama anak-anak dan perempuan.
“Sebagai seorang dokter, saya marah. Ini aksi yang sangat keji,” katanya.
Ryan juga menyoroti dampak lanjutan dari kondisi kekurangan gizi akut yang kini menyebar di berbagai wilayah Gaza. Ia mengingatkan bahwa sistem kekebalan tubuh anak-anak mulai melemah secara drastis, yang dapat memicu lonjakan penyakit infeksi seperti pneumonia dan meningitis.
“Tingkat kekurangan gizi saat ini merusak imunitas,” tegasnya.
Keprihatinan serupa turut disuarakan Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF), yang dalam pernyataan resminya pada Jumat (2/5/2025) menekankan bahwa anak-anak di Gaza kini hidup dalam situasi yang nyaris tak manusiawi.
Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell, menyatakan bahwa selama dua bulan terakhir, anak-anak Palestina terpapar pada kekerasan yang terus-menerus, sementara akses mereka terhadap layanan dasar, seperti air bersih, makanan, dan perawatan medis, semakin terbatas.
“Selama dua bulan terakhir, anak-anak di Jalur Gaza menghadapi gempuran tanpa henti, dan kehilangan akses terhadap kebutuhan pokok, layanan dasar, dan perawatan yang menyelamatkan nyawa,” kata Russell.
Russell mengungkapkan bahwa lebih dari 75 persen rumah tangga di Gaza kini mengalami kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Banyak keluarga terpaksa membuat pilihan-pilihan berat setiap harinya.
“Mereka tidak memiliki cukup air untuk diminum, tidak bisa mencuci tangan saat dibutuhkan, dan sering kali dipaksa memilih antara mandi, membersihkan rumah, atau memasak,” ujar dia.
Kelangkaan air bersih dan sanitasi yang buruk juga menimbulkan risiko besar terhadap penyebaran penyakit. UNICEF mencatat peningkatan signifikan kasus diare, infeksi kulit, dan penyakit saluran pernapasan, terutama pada anak-anak di bawah usia lima tahun. Selain itu, malnutrisi kronis mulai menyebar cepat di kalangan anak-anak balita.
Sejak serangan lanjutan Israel ke wilayah Gaza dimulai dua bulan lalu, akses masuk bantuan kemanusiaan melalui perbatasan sangat terbatas. Truk-truk bantuan yang membawa makanan, obat-obatan, dan bahan bakar terhalang di perbatasan Rafah dan Kerem Shalom. Banyak rumah sakit kini berhenti beroperasi karena kekurangan listrik dan pasokan medis.
WHO menilai bahwa tindakan blokade ini berdampak langsung terhadap hak atas kesehatan, perlindungan anak, dan keselamatan sipil, serta berpotensi melanggar hukum humaniter internasional.
PBB sebelumnya telah menyerukan gencatan senjata kemanusiaan dan pembukaan koridor bantuan secara permanen untuk menghindari kehancuran lebih lanjut di Gaza. Namun, hingga saat ini, respons dari pihak Israel masih bersifat terbatas.
Sementara itu, komunitas internasional terus mendesak dilakukannya investigasi independen terhadap dampak krisis kemanusiaan ini, khususnya terhadap anak-anak dan kelompok rentan lainnya.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin