Amicus Curiae, Sarana Partisipasi Rakyat Mengawal Sengketa Pilpres di MK

Amicus Curiae
ILUSTRASI

RadarBangsa.co.id – Di dalam negara hukum, hukum memegang peran esensial di berbagai sektor kehidupan masyarakat, termasuk kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial, dan politik. Tahun ini menjadi tahun politik yang signifikan dengan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, dan DPRD Provinsi serta Kabupaten/Kota, juga Kepala Daerah. Pemilu yang komprehensif ini memicu dinamika politik yang besar, tidak hanya di kalangan politisi tetapi juga di antara masyarakat umum dari berbagai latar belakang. Banyak golongan masyarakat yang terlibat dalam proses politik yang rumit ini.

Setelah melalui proses yang panjang dan penuh gejolak, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024 akhirnya selesai. Namun, hasil yang diumumkan belum sepenuhnya diterima oleh berbagai kelompok politik maupun masyarakat sipil. Banyak yang merasa dirugikan, cemas, atau tidak setuju dengan berbagai peristiwa selama masa pemilihan. Hal ini memicu pengajuan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam proses PHPU Pilpres tersebut, MK menerima banyak pengajuan *Amicus Curiae* dari berbagai kalangan. *Amicus Curiae* adalah upaya untuk memberikan pandangan dari individu atau kelompok yang tidak terlibat langsung dalam sengketa, tetapi memiliki perhatian khusus terhadap masalah hukum yang sedang ditangani, sering disebut “sahabat pengadilan.” Dalam konteks ini, *Amicus Curiae* menjadi alat bagi berbagai kelompok atau individu untuk menyampaikan pendapat atau aspirasi terkait hasil pemilu.

Meskipun mayoritas masyarakat umum tidak terlibat langsung dalam proses PHPU Pilpres, mereka dapat berpartisipasi dengan cukup memiliki kesadaran dan kepedulian, melalui *Amicus Curiae*. Pasal 50 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa putusan pengadilan harus memuat alasan, dasar putusan, pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan, atau sumber hukum tak tertulis yang menjadi dasar untuk mengadili.

*Amicus Curiae* dalam PHPU Pilpres baru-baru ini menjadi media untuk menyalurkan aspirasi berbagai kelompok masyarakat. Beberapa kelompok atau individu, yang tidak berpihak pada kelompok politik tertentu, menggunakan kesempatan ini untuk menyuarakan pandangan mereka mengenai kebijakan selama Pemilu 2024. Kelompok ini mencakup seniman dan mahasiswa, yang meskipun tidak terlibat langsung dalam ranah hukum, sangat peduli terhadap dinamika hukum yang terjadi dan menggunakan kesempatan ini untuk mengadvokasi pandangan mereka sebagai pemilih.

Selain itu, ada juga tokoh politik yang mengajukan *Amicus Curiae*, seperti Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ibu Megawati Soekarnoputri, yang menyerahkan *Amicus Curiae* pada 16 April 2024, serta tokoh politik lainnya. Mereka mengakui hak mereka sebagai warga negara untuk menyampaikan pendapat dalam proses hukum. Namun, perlu dipertanyakan apakah *Amicus Curiae* yang diajukan oleh pihak-pihak tersebut benar-benar tidak memihak dan didasarkan pada kesadaran sebagai warga negara yang bertanggung jawab. Ini bisa menjadi refleksi dan bahan pertimbangan bagi setiap individu.

Melihat dari perspektif masyarakat, *Amicus Curiae* dalam pemilu kali ini menjadi fenomena unik yang menggambarkan tingkat kepedulian masyarakat terhadap situasi politik. Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap putusan Mahkamah yang meloloskan salah satu kandidat Pilpres 2024 menuntut masyarakat untuk terus mengawal perkara PHPU Pilpres hingga selesai. Banyaknya masyarakat yang berpartisipasi sebagai pihak terkait dalam PHPU ini menunjukkan besarnya harapan akan keadilan dalam putusan MK.

Peristiwa ini juga menjadi refleksi bagi kita bahwa demokrasi dan supremasi hukum yang ingin diwujudkan di negara hukum kita menghadapi tantangan besar, terutama dalam hal penegakan hukum. Salah satu cara untuk menjaga demokrasi dan supremasi hukum adalah dengan terus mengawasi keberlangsungan proses ini agar tidak disalahgunakan, seperti yang dilakukan melalui *Amicus Curiae* di pengadilan. Dengan demikian, demokrasi dan supremasi hukum kita dapat tetap terjaga dan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *