LAMONGAN, RadarBangsa.co.id – Penyembelihan dan pembagian hewan qurban Idul Adha 1442 H di tengah – tengah pandemi Covid-19 pada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dilaksanakan pada hari Rabu 21 Juli 2021 di desa Cungkup Kecamatan Pucuk.
Warga yang qurban, diwajibkan mendaftarkan di Kantor Desa Cungkup. Ironinya warga yang qurban kambing diharuskan membayar uang sebesar Rp 50 ribu, sedangkan qurban sapi dikenakan uang sebesar Rp 400 ribu. Uang tersebut sebagai biaya oprasional pelaksanaan qurban.
Terkait hal tersebut dituangkan dalam surat pemberitahuan dan undangan yang ditanda tangani oleh Kepala Desa Cungkup Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan.
Berkenaan dengan hal tersebut yang dilaksanakan di kantor desa Cungkup kecamatan Pucuk Lamongan menuai protes sebagian warga setempat. Rabu (21/07/2021).
Sementara, Aris Mahmudi, S.Pd Sekretaris Desa (Sekdes) Cungkup mengatakan, “Karena memang kurban dijadikan 1 didesa, jadi melalui Pemerintah Desa (Pemdes) yang telah disepkati bersma hasil musyawarah dengan para takmir dan tokoh masyarakat.
“Itu (biaya tersebut) untuk operasional panitia,” kata Sekdes singkat.
Kepala Desa (Kades) Cungkup Giono saat dikonfirmasi, ia justru menyuruh untuk bertanya kepada panitia kurban. Disampaikannya, “Bapak menghadap ketua panitia, bapak Hadi Purnomo biar lebih jelas,” pintanya.
Saat ditanya soal keharusan peserta kurban dengan membayar uang, Kades Giono menjelaskan, bahwa pihaknya sudah melakukan rapat bersama lembaga desa serta tokoh agama.
“Kita rapat bersama BPD RT RW, ketua, ranting NU Cungkup, ketua ranting muhamadiyah Cungkup, ketua takmir masjid, serta tokoh agama, dan KH. Hasim Jaelani, dan rapat itu ada berita acara, tanda tangan peserta rapat, foto peserta rapat,” jelasnya.
Menanggapi hal ini Kasi Bimas Kemenag Lamongan Khoirul Anam, S.Ag, M.Ag. “Terkait dengan hal tersebut kami akan minta informasi kepada pihak terkait, agar ada informasi secara komprehensif.
Lebih lanjut, secara syar’i penyembelihan hewan qurban sebenarnya diserahkan sepenuhnya kepada yang berkorban.
Jika dia menyembelih dan membagikan daging sendiri dipersilahkan.
Pada perkembangannya kemudian di masjid, musholla, pondok, langgar biasanya ada panitia yang dibentuk untuk menerima penyembelihan,” ujar Khoirul Anam.
Ditambahkan, “Biasanya yang ada di masyarakat kemudian ada istilah “selawat” untuk biaya operasional mulai penjagalan, penyembelihan dan pembagian. “Selawat” ini dalam tradisi masyarakat cukup beragam. Ada yang seikhlasnya, ada yang dengan kesepakatan.
Karena beberapa tempat, tidak ada org yang bisa menyembelih sapi, misalnya, maka kemudian menyewa jasa jagal, dengan biaya tertentu, maka lantas ada kesepekatan untuk biaya tersebut masing – masing penyembelih urunan dengan nominal tertentu,” paparnya.
Selain itu, ada juga yang tanpa “selawat”, tapi dibiayai oleh operasional masjid, karena penyembelihan diserahkan ke masjid, maka masjid mempunyai kewajiban untuk melakukan amanat tersebut.
“Beberapa ada yang tidak sependapat uang infaq masjid digunakan untuk biaya operasional penyembelihan, sehingga kadangakala disepakati dengan urunan ataupun dengan cara barter kulit sapi dg tenaga jagal, artinya sangat variatif,” tandas Kasi Bimas Kemenag Lamongan.
(Iful/RB)