SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Praktisi Hukum, Abdul Malik angkat bicara menyikapi polemik tender pembangunan Rumah Sakit (RS) Surabaya Timur senilai Rp 503.574.000.000,00 yang dimenangkan oleh PT. Pembangunan Perumahan (PP) dengan harga penawaran Rp 494.603.098.000, 00 mengalahkan para pesaingnya diantaranya PT. Waskita Karya dengan harga penawaran lebih rendah yakni Rp 476.884.578.000,00.
Malik, panggilan karibnya, meminta KPK untuk terjun di permasalahan ini, karena belum apa-apa sudah bermasalah. Ia memastikan nanti proyek ini pasti bermasalah, apalagi dirinya juga sudah mendengar ini hanya menggerojok uang keluar, artinya nanti menghabiskan uang dari Pemkot Surabaya.
“Itu tidak benar dan jangan sampai nanti penggelontoran uang ini menjadi pidana korupsi, karena hal ini masalah uang negara” tegas pria yang juga menjabat sebagai Ketua DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Jatim ini, Kamis (28/9/2023).
Menurutnya, Pemerintah (Pemkot Surabaya) membuat program membangun RS Timur itu boleh, kalau bisa juga di Surabaya Barat, Surabaya Selatan biar masyarakat tidak selalu ke RS Dr. Soetomo. Tapi permasalahan ini, Malik mendengar dari hearing (Rapat Dengar Pendapat) itu ada satu peristiwa yang dilakukan oleh pemenang lelang (PT. PP) sepertinya tidak ada modal.
“Dia (PT PP) hanya membuat SPK (Surat Perintah Kerja) nanti dimasukkan ke bank,” sentilnya.
Dirinya melihat dari pemenang lelang ini sudah ada perkara PKPU, pengajuan pailit. Ia berpendapat sebagai praktisi hukum, PT. PP punya hutang tidak membayar terus menang lelang, khan begitu istilahnya.
“Dan saya dengar ada pendapat hukum (legal opinion) dari Kejaksaan, tapi pendapat hukum itu cuma katanya,” sindirnya.
Seharusnya lanjut Malik, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, kalau ini menyangkut masalah pemerintah itu menyangkut institusi, ada surat yang diberikan kepada Pemerintah, jadi biar tahu. Malik mengingatkan kalau hal itu tidak dilakukan, akan melanggar atau menabrak aturan hukum dan ada korban-korhan yang lain, seperti kasus Tower G Plate istilahnya.
“Kalau sudah seperti ini bahaya sekali,” ujar Advokat yang juga dikenal sebagai pegiat anti korupsi ini.
Malik menyarankan lebih baik pemenang lelang di evaluasi lagi dan harus punya data-data yang kongkrit agar Pemkot bisa mempertanyakan kepada pemenang lelang diantaranya apakah benar diputus dalam PKPU serta mempunyai modal berapa.
“Kalau lelang itu pasti harus ada uang yang disetor. Jangan uang tidak disetor, tetapi dia membuat SPK itu dibuat njaluk duwek (meminta uang) ke bank. Itu tidak bagus, berarti tidak ada modal,” kritiknya pedas.
Ia juga meminta pembangunan RS Surabaya Timur yang merupakan ikon Surabaya mulai awal-awal harus dibenahi administrasi hukumnya dan jangan ada orang yang berpendapat ini diperbolehkan karena sudah konsultasi ke Kejaksaan Tinggi. Seharusnya kata Malik yang bicara itu Kejati Jatim melalui suratnya atau rilisnya, biar tidak ada korupsi-korupsi lain.
Yang kita tahu sekarang ini urai Malik, PT PP kalah di Pengadilan Niaga Makasar dan sekarang mengajukan Kasasi. Seharusnya ia berpendapat dari Pemkot Surabaya mengevaluasi.
“Kami juga meminta kepada media sebagai kontrol jangan sampai nanti pembangunan RS ini yang aslinya bersih nantinya ada masalah administrasi. Karena nanti korupsi itu larinya pasti ke administrasi keuangan,” paparnya.
Kalau pembangunan RS Surabaya Timur ini tetap dilakukan teken kontrak, Malik mendorong Kejati Jatim harus tampil kedepan, sehingga apa yang dikatakan oleh orang-orang Pemkot sudah koordinasi, maka Kejati Jatim harus bisa memberikan bantuan hukum. Selain itu harap Malik, kalau memang sudah teken kontrak, apakah dia (PT. PP) sudah setor dulu uang jaminan untuk menunjukkan kalau dia itu mampu.
“Proyek ini besar loh, hampir setengah triliun, kalau itu tidak dilakukan katanya orang Surabaya Gak Bahaya Tah?,” sergahnya.
Malik merasa heran, masih banyak BUMN lain yang kompeten menggarap proyek pembangunan RS Surabaya Timur, tetapi Pemkot Surabaya malah memenangkan BUMN yang bermasalah.
“Ada apa ini?, apa sudah ada lobi-lobi untuk mengegolkan pemenang. Seharusnya ada dua BUMN yang mendampingi pembangunan RS ini, jangan satu BUMN untuk penyeimbang,” tuturnya bertanya-tanya.
Malik tidak mempermasalahkan perusahaan punya hutang terus ikut tender itu sah-sah saja, tetapi tidak salah jika ada yang berpendapat utang sing cilik ae gak isok mbayar (hutang yang kecil saja tidak bisa membayar), apalagi ini nilai pengerjaan hampir setengah triliun, nah ini yang kita masalahkan.
“Kami meminta kepada Pemkot, masih banyak BUMN-BUMN untuk pembangunan RS ini. Saya kira Pemkot harus jangan satu pemenang, minimal ada dua atau tiga, dibagi biar nanti jalannya cepat. Kalau hanya satu pemenang, nanti akan repot,” sarannya.
Kalau memang tetap dipaksakan pemenang tendernya, Malik memastikan ada udang dibalik batu, karena nanti pasti ada pidana korupsinya, unsur dugaan korupsinya banyak.
“Praktisi hukum atau masyarakat yang peduli bisa mengajukan gugatan. Kita ini sayang sama Pemkot Surabaya, karena uang yang dipakai ini uang kita, uang pajak,” tukasnya.
Terkait pemenang lelang RS Surabaya Timur yang tidak hadir dalam hearing, Malik menilai hal itu berarti tidak menghormati Anggota Dewan. Seharusnya menurut Malik, Dewan bisa memberikan rekom kepada Pemkot Surabaya untuk diberhentikan dulu.
“Dipanggil Dewan saja tidak datang, padahal itu rumah rakyat dan untuk menampung aspirasi masyarakat. Kalau dia (PT. PP) tidak datang, berarti takut dan di belakang ada apa-apa, bahaya bahaya,” pungkasnya.
Sampai berita ini diturunkan, awak media ini masih berupaya konfirmasi kepada Kabag Humas Pemkot Surabaya dan PT. PP sebagai pemenang tender RS Surabaya Timur tersebut.