BANYUWANGI, RadarBangsa.co.id – Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menyampaikan pentingnya pelibatan kaum perempuan dalam pencegahan penyebaran paham ekstremisme di tengah masyarakat. Hal ini menyusul semakin banyaknya kaum perempuan yang terlibat di garda depan aksi ekstremisme.
Ipuk menyampaikan hal tersebut dalam forum “open mic” bertema “Solidaritas Makassar: Suara Perempuan Indonesia Melawan Ekstremisme Kekerasan” yang digelar secara virtual, Sabtu (3/4/2021). Acara yang diinisiasi NGO Aman Indonesia dan didukung berbagai NGO lainnya itu juga diisi oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati; Country Representative The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia Ruby Kholifah, dan sejumlah aktivis serta tokoh perempuan se-Indonesia.
“Kita melihat beberapa fenomena penting yang membuat kita harus benar-benar menuangkan perhatian terkait posisi perempuan dalam ekstremisme, dalam terorisme,” ujar Ipuk.
Bupati Ipuk menyebut ada tren pelibatan perempuan dalam ekstremisme semakin besar. Jika dulu kaum perempuan hanya bertindak pasif dalam tindakan ekstremisme, atau hanya bersifat dukungan kepada suami dalam menjalankan tindakan-tindakan ekstrem kekerasan.
Tapi, kata Ipuk, sejak beberapa tahun terakhir ada pergeseran. Kaum ibu menjadi penggalang dana, merekrut kader baru, dan bahkan sudah menjadi pelaku secara langsung. “Perempuan mengambil peran di garda depan tindakan terorisme. Kita takut itu dipahami sebagai bentuk kesetaraan gender, bahwa perempuan juga bisa diandalkan dalam terorisme. Padahal itu bukan bentuk kesetaraan gender,” papar Ipuk.
Sejumlah kasus terorisme di Indonesia mengindikasikan hal itu. Mulai bom gereja di Surabaya (2018), bom di Sibolga (2019), bom di Makassar 28 Maret 2021, dan penyerangan area Mabes Polri semuanya melibatkan kaum perempuan di garda terdepan.
“Transfer ajaran radikalisme ke anak-anak juga bisa dimulai dari ibu. Ini harus benar-benar kita perhatikan. Kaum perempuan harus dilibatkan dalam pencegahan dan penanggulangan radikalisme. Perspektif gender harus masuk dalam kerja-kerja penanggulangan terorisme,” ujar bupati perempuan yang baru dilantik pada 26 Februari lalu itu.
Di Banyuwangi, lanjut Ipuk, pihaknya akan mengonsolidasikan PKK yang mempunyai jaringan hingga RT untuk terlibat dalam pendidikan anti radikalisme sejak dini dari keluarga.
“Kemudian kolaborasi dengan berbagai organisasi perempuan untuk bareng-bareng dalam gerakan melawan ekstremisme ini,” tuturnya.
Dia menambahkan, untuk program bupati berkantor di desa yang rutin dijalankan setiap pekan, juga bakal menjadi sarana konsolidasi gerakan mencegah ekstremisme.
“Kami juga menyiapkan program pemberdayaan keluarga berbasis Dasa Wisma, pemberdayaan 10-20 rumah tangga dari sisi ekonomi dengan pemanfaatan lahan pekarangan, pendidikan dengan memantau anak-anak usia sekolah, kesehatan dengan deteksi awal penyakit, dan lingkungan dengan pemilahan sampah,” jelasnya.
“Saya sekarang terpikir untuk menambahkan soal pencegahan ekstremisme dalam gerakan pemberdayaan keluarga berbasis dasawisma tersebut,” imbuhnya.
Ipuk optimistis, dengan berbagai program pemberdayaan, kaum perempuan lebih berdaya, lebih mandiri, lebih peka lingkungan, dan lebih terlibat di ruang-ruang publik.
“Saya yakin, semakin perempuan terlibat aktif di ruang publik, dia semakin inklusif karena berinteraksi dengan banyak perspektif, dan dengan sendirinya itu mengikis ekstremisme, mengikis radikalisme dan paham-paham yang eksklusif,” ujarnya. (Har/*)