BANYUWANGI, RadarBangsa.co.id – Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyampaikan tanggapan eksekutif atas diajukannya 3 rancangan peraturan daerah (raperda) inisiatif DPRD Banyuwangi. Rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Banyuwaangi, Michael Edy Haryanto tersebut digelar secara virtual, Jumat (16/10/2020).
Sehari sebelumnya, Kamis (15/10/2020), DPRD Banyuwangi mengajukan perubahan dan penambahan pasal atas Peraturan Daerah nomor 11 tahun 2014 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat.
Perubahan atas Perda nomor 9 tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Serta perubahan atas Perda nomor 5 tahun 2011 tentang Sistem Penyelenggaraan Pendidikan.
Dalam salah satu pembahasan, Ketua Badan Pembentuk Peraturan Daerah (Bapemperda), Sofiandi Susiandi kemarin menyebut raperda tentang ketertiban umum yang didalamnya menyangkut soal pasar tradisional dan pasar modern.
DPRD Banyuwangi meminta adanya penguatan eksistensi pasar di Jalan Satsuit Tubun sebagai pasar induk di Banyuwangi sekaligus penataan pasar modern, usaha waralaba berjaringan sebagai antisipasi perkembangan dinamika Banyuwangi.
Bupati Anas, atas nama Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menyambut baik atas disusunnya raperda perubahan atas ketiga perda tersebut. Ada beberapa pasal yang dirubah, ditambah atau dihapuskan. Namun ada pula beberapa hal dimana eksekutif tidak sependapat.
Yakni mengenai perubahan pasal 26 pada Peraturan Daerah nomor 11 tahun 2014 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat. “Kami tidak sependapat apabil pasal 26 yang melindungi pasar tradisional ini dirubah.
Karena kalau dirubah, ini akan menimbulkan munculnya mal-mal baru dan akan menghancurkan pasar-pasar tradisional di Banyuwangi. Inilah sesungguhnya kenapa sejak awal kamim mengupayakan adanya jarak antara pasar modern dan pasar tradisional,” kata Anas.
Karena, imbuhnya, jika ini tidak diatur, bertumbuhannya pasar-pasar modern akan makin menyengsarakan rakyat kecil, dan rakyat akan semakin susah untuk bersaing.
“Dulu kami mengusulkan agar pasar modern dalam bentuk apapun tidak diijinkan di Banyuwangi. Tujuannya agar rakyat kita di kampung-kampung semakin punya kemampuan daya jual dan daya beli,” tandas Anas.
“Ingat income per kapita kita bisa naik dari Rp 14 juta per orang per tahun menjadi Rp 51,8 juta per orang per tahun karena kita berjuang keras memproteksi pasar. Itulah yang menyebabkan banyak kabupaten lain belajar ke Banyuwangi.
Jika ini kemudian kita rubah dengan mengijinkan pasar-pasar modern, maka keberhasilan yang telah kita rintis sekian tahun akan rontok dan ini berarti kemunduran bagi kita,” ujar Anas.
Apalagi, lanjutnya, pasca covid akan sangat berat. “Kami berharap perlindungan terhadap pasar tradisional ini bisa terus berjalan. Tentu rakyat akan sangat bahagia. Sebab apa yang kita lakukan bukan hanya memberi ruang untuk investasi, tapi juga melindungi rakyat kecil dari serbuan pasar modern. Kita ingin Banyuwangi maju, tapi pasar tradisonal tetap kita lindungi,” pungkas Anas.
(Har)