NGAWI,RadarBangsa.co.id – Disengaja pun tidak disengaja dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah di lingkup kedinasan Satpol PP Kabupaten Ngawi Jawa Timur, menuai kontroversi sorotan publik mengenai regulasi aturannya. Bila menilik sirup LKPP Provinsi Jawa Timur, yang terkoneksi dengan ULP Kabupaten Ngawi setempat, terkait pengadaan barang /jasa pemerintah 2019. Diduga ada kejanggalan yang mengarah pada bentuk konspirasi dibalik pemecahan paket pekerjaan.
Meskipun terkait aturan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, telah dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah. Dimana Pasal, 20 ayat (2) huruf (d) sangat jelas menyebutkan bahwa, dalam melakukan pemaketan pengadaan barang/jasa dilarang, memecah pengadaan barang/jasa menjadi beberpa paket dengan maksud menghindari Tender/Seleksi. Seolah tidak membawah dampak secara signifikan dalam penerapannya.
Menurut Kepala Satpol PP setempat, Eko Heru Tjahjono, kepada awak media ini, dalam tanggapannya mengenai hal tersebut mengatakan,” sebelum kita melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa, kita sudah konsultasikan dulu dengan pihak ULP, dan kita sudah menyerahkan pekerjaan itu kepada pihak ULP, mau dipecah atau tidak itu urusannya ULP, karena yang tau persis aturan-aturan terkait hal itu adalah ULP,” katanya. (5/12/2019)
Masih Eko Heru Tjahjono, kemudian terkait dengan pembangunan gedung induk PMK, dan pembangunan sumur itu yang minta dipecah adalah dari pihak ULP sendiri, karena yang punya ijin sub bidang pekerjaan tersebut itu terbatas. Secara otomatis kalau kita jadikan satu, nanti dikira kita mengarahkan pada salah satu penyedia/rekanan. Disinggung, tentang pecah paket pekerjaan tersebut apakah tidak melanggar Perpres Nomor 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.
Dikatakannya,” pecah paket untuk pekerjaan tersebut bisa dilakukan dan tidak melanggar aturan, karena sub bidangnya kan berbeda. Seperti sumur dalam, itu kan ada sendiri sub bidangnya, dan sekarang aturannya lebih spesifik lagi. Silahkan nanti tanya pihak ULP pasti dijawab, kalau saya terserah pihak ULP., mau dipecah atau dijadikan satu silahkan. Yang penting dalam hal ini hasil akhirnya tidak melanggar aturan,” bebernya.
Menanggapi hal tersebut, Nugroho selaku narasumber dibidang administrasi pengadaan barang/jasa pemerintah mengatakan,” terkait dengan pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, dilingkup Satpol PP tentunya dalam hal ini tidak terlepas dari regulasi aturan yang berlaku. Sebagai salah satu contohnya adalah, pembuatan gedung induk dan garasi pmk yang ditenderkan senilai Rp. 2.966.212.000,- dan pembuatan gedung induk dan garasi PMK (pembuatan sumur dalam dan penyambungan listrik baru) pengdaan langsung senilai Rp. 196.870.000,- mengapa tidak dijadikan satu, dan harus dipecah, padahal kalau dijadikan satu itu lebih baik, kemudian ditenderkan, disamping itu bisa lebih efisiensi anggarannya,” pungkasnya dengan nada mengarahkan.
Terpisah, Kepala ULP Mamik Subagyo dalam keterangannya kepada awak media ini, mengatakan,” untuk tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pokja pemilihan ULP tertuang dalam Perpres Nomor 16 tahun 2018, Pasal 13 tentang kelompok kerja pemilihan (pokja) ayat (1), (2), (3), dan (4). Begitu sebaliknya, tentang Pengguna Anggaran (PA) juga disebutkan dalam Pasal 9, kemudian Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) tertuang dalam Pasal 10, semua sudah diatur sesuai ketentuannya dalam Perpres tersebut,” terang Mamik. (6/12/2019)
Jadi Pokja itu lanjut Mamik, urusannya khusus untuk lelang/tender. Terkait dengan pemecahan paket, pun pelaksanaan, dan sebagainya itu tidak ada sangkut pautnya dengan Pokja, dan Pokja hanya bisa mereview atau mengkaji ulang berkas usulan itu, kemudian bila ada kekurangan dikembalikan lagi ke dinas untuk dibenahi. Sebenarnya kalau mau melihat mundur, usulan serta perencanaan seperti itu biasanya sudah muncul pada saat Musrenbang tahun lalu (2018),” pungkas Mamik dalam keterangannya. (Mf)