SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Gelar sahabat santri yang diberikan kepada Capres Prabowo Subianto tak melunturkan dukungan masyarakat pada pasangan Anies Baswedan-Gus Muhaimin Iskandar (AMIN). Pasalnya, pemberian gelar sahabat santri pada Prabowo itu bersifat semu karena momentum politik. Sementara Gus Muhaimin sudah mengakar dan mendalami ruang santri sejak masih belia.
Pengasuh Pondok Pesantren Ahbabul Falah, Malang KH. Fadil Khozin menuturkan, peta dukungan warga Nahdliyin kepada AMIN tidak akan berubah hanya gara-gara pemberian gelar sahabat santri kepada Prabowo. Dukungan itu bisa dikatakan solid karena pasangan ini sudah teruji kesantriannya.
“Menurut analisis saya penobatan sahabat santri ini tidak sedikit pun menggoyahkan para pemilih di Jawa Timur, terutama para santri. Nadliyin dan nahdliyat tetap solid memilih pasangan nomor satu yaitu bapak Anies dan Gus Imin,” kata Gus Fadil, panggilan akrabnya, Rabu (3/1/2024).
Ia menjelaskan, terminologi sahabat santri yang disematkan ke Prabowo tidak dapat dibandingkan dengan status Gus Imin. Pasalnya, Gus Imin sendiri merupakan panglima santri yang garis keilmuan dan keturunannya jelas dari kalangan pondok pesantren. Ditambah, dia merupakan cicit dari salah satu pendiri NU Kiai Bisri Syansuri.
“Bahasa sahabat santri berarti orang ini masih belum menjadi santri. Orang ini masih di luar santri. Ini bahasa sahabat santri. Sementara Gus Imin sudah jauh-jauh sebelumnya sudah dinobatkan sebagai panglima santri,” ujarnya.
Tidak hanya itu, lanjutnya, dedikasi Ketua Umum PKB tersebut kepada pondok pesantren sangatlah besar. Kontribusi kepada Nahdliyin dan santri tidak perlu diragukan lagi. Dan itu dilakukan Gus Imin sudah bertahun-tahun lamanya, sejak masih belia.
“Sementara Pak Prabowo hanya ketika ada momen-momen pemilihan presiden. Yang ujung-ujung dinobatkan sebagai sahabat santri,” tegasnya.
Menurutnya, ada empat alasan kenapa warga Jatim yang mayoritas Nahdliyin ini tidak akan berpaling dari paslon AMIN. Pertama, Anies dan Gus Imin sendiri adalah seorang santri yang tentunya tidak diragukam soal pemahaman agamanya. Latar belakang santri sangat melekat ke mereka.
“Ketika kita ngomong, siapa yang santri? pasti mereka akan ingat Gus Imin. Kita ngomong siapa perwakilan dari pondok pesantren? pasti dia akan ngomong adalah Gus Imin, tidak mungkin terbesit dalam pikiran kita adalah Pak Prabowo,” jelasnya.
Kedua, lanjutnya, adalah kesan pertama dari Gus Imin kepada semua ponpes dan santri. Sehingga kesan pertama tersebut menimbulkan rasa cinta. Dan cinta pertama, dikatakannya akan susah dihilangkan oleh sosok lain apalagi yang sama sekali tidak mempunyai keterkaitan dengan kepesantrenan.
“Cinta pertama, kedekatan pertama ini tidak akan pernah pupus hanya gara-gara ada kedekatan dengan yang kedua. Kita lihat Pak Prabowo, dia mendekat karena dia butuh pencalonan dia butuh pemilih untuk mendukung,” bebernya.
Selanjutnya, secara kenasaban Gus Imin sangatlah kental darah biru kekiaiannya. Faktor tersebut akan berpengaruh kuat kepada cita-cita seseorang, bagaimana akan bertindak kelak ketika memimpin.
“Gus Imin sangat pantas beliau dijuluki Panglima Santi karena secara biologis nasab beliau. Bahkan beliau termasuk salah satu penerus dari pendiri organisasi besar NU yakni Kiai Bisri Samsuri. Kemudian sangat jauh kalau dibandingkan dengan Pak Prabowo yang dinobatkan sebagai sahabat santri, sangat tidak layak,” jelasnya.
Terakhir, yakni soal idologi. Gus Fadil menjelaskan, pemikiran adalah pucuk utama kekuatan seorang santri. Sumbangsih gagasan Gus Imin itulah yang dikatakannya akan sangat berharga jika hanya dibanding dengan persoalan materi. Karena persoalan idiologi itu adalah persoalan jangka panjang dan tidak tergerus oleh suatu zaman.
“Kekompakan, simpatik gara-gara idiologi akan lebih kokoh dibandingkan hanya dengan memberikan sesuatu, memberikan uang, memberikan barang misalnya,” jelasnya.
Makanya, Gus Fadil menegaskan kembali kalau karakter santri, karakter pondok pesantren yang tepat begitu melekat pada Gus Muhaimin. “Coba kita lihat Pak Prabowo, kapan dia dekat dengan Pondok? hanya ketika dia membutuhkan. Atau momen-momen pemilihan umum ini pun hanya 1 atau 2 pondok pesantren yang dikunjungi,” pungkasnya.