JAKARTA, RadarBangsa.co.id — Keputusan Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur disambut penuh haru dan kebanggaan oleh berbagai kalangan, termasuk anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Lia Istifhama. Sosok yang akrab disapa Ning Lia ini menyebut penghargaan tersebut sebagai pengakuan negara atas jasa besar Gus Dur dalam memperjuangkan nilai kemanusiaan, kebangsaan, dan demokrasi di Indonesia.
Penganugerahan itu dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional yang ditetapkan pada 6 November 2025 di Jakarta. Dalam keputusan tersebut, pemerintah menilai Gus Dur telah memberikan kontribusi luar biasa dalam bidang politik, pendidikan Islam, serta pembentukan karakter bangsa yang berlandaskan nilai toleransi dan kemanusiaan.
Bagi Ning Lia, gelar ini bukan sekadar simbol penghormatan, melainkan juga pengingat akan warisan pemikiran dan perjuangan Gus Dur yang lintas batas. Ia menilai, mantan Presiden ke-4 RI itu merupakan figur universal yang dihormati oleh berbagai kalangan, tanpa memandang latar belakang agama, budaya, maupun ideologi.
“Gus Dur adalah simbol kemanusiaan dan pluralisme. Beliau memperjuangkan Islam yang ramah dan membela kemanusiaan tanpa sekat. Keteladanannya melampaui zaman, menjadi inspirasi bagi generasi muda, dan terus hidup dalam denyut kebangsaan kita,” ujar Ning Lia di Jakarta, Senin (10/11/2025).
Putri ulama besar KH. Maskur Hasyim itu menambahkan, keputusan Presiden Prabowo menunjukkan komitmen negara dalam menghargai tokoh-tokoh yang berjuang menjaga keutuhan bangsa. Menurutnya, Gus Dur tidak hanya dikenal sebagai pemimpin politik atau tokoh agama, tetapi juga sebagai penjaga moral bangsa yang menegaskan pentingnya kebebasan berpikir, kemerdekaan beragama, dan penghormatan terhadap perbedaan.
“Sebagai seorang tokoh bangsa, Gus Dur mengajarkan bahwa cinta tanah air dan nilai-nilai kemanusiaan bisa berjalan beriringan dengan keimanan. Ia membuktikan bahwa agama tidak boleh dijadikan alat pemisah, tetapi jembatan untuk mempererat persaudaraan,” ungkapnya.
Ning Lia menilai, penganugerahan gelar ini seharusnya menjadi momentum refleksi bagi masyarakat untuk kembali meneladani semangat dan perjuangan Gus Dur. Dalam pandangannya, pluralisme yang digaungkan Gus Dur bukan hanya konsep sosial, melainkan dasar etika publik yang perlu dijaga di tengah tantangan zaman modern yang kian kompleks.
“Gus Dur telah membumikan pluralisme dan menjadikannya napas kebangsaan. Kini tugas kita adalah melanjutkan perjuangan beliau—menjaga Indonesia tetap damai, adil, dan berkeadaban. Bangsa ini butuh lebih banyak pemimpin dengan keberanian moral seperti beliau,” pungkas senator asal Jawa Timur itu.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin










