LAMONGAN, RadarBangsa.co.id – Pengembang perumahan (developer) yang mengabaikan kewajibannya untuk memenuhi fasilitas umum (Fasum) salah satunya terkait kebutuhan air bersih pada user atau konsumennya, dapat dipidana paling lama 5 tahun dan denda Rp 2 miliar.
Demikian diungkapkan Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur, M. Said Sutomo, menanggapi adanya dugaan pengembang perumahan di Lamongan yang diduga abaikan kewajiban terkait fasum masalah air bersih, Kamis (29/12).
Kepada awak media, Said menjelaskan, para developer perumahan dan apartemen yang mempunyai dokumen klausula baku yang tercantum di dalam dokumen perjanjian mempunyai kewajiban menyesuaikan klausula baku tersebut dengan UU Perlindungan Konsumen (UUPK) Pasal 18.
“Jika belum disesuaikan dengan ketentuan pencantuman klausula baku sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat (1) s/d ayat (4), maka para pelaku usaha developer perumahan dan/atau apartemen dapat diduga melanggar UUPK dengan sanksi yang diatur di pasal 62 UUPK, yaitu ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda Rp 2 miliar,” terang Said.
Menurutnya, sanksinya memang cukup berat, akan tetapi semua itu tergantung pada konsumennya, maunya bagaimana. Untuk membuktikan adanya pelanggaran oleh pelaku usahanya, kata dia,.bisa dilihat di brosur-brosur atau papan promosi ketika memasarkan perumahannya, dan bisa dilihat diperjanjian akta jual-beli perumahan.
“Pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen bisa dibuktikan dengan adanya janji-janji via brosur, pamlet, baliho reklame sewaktu pemasaran, tapi tidak ditepati oleh pihak developer sesuai janji- janji dalam pemasarannya,” urai Said.
Said mengungkapkan, dalam akta jual-beli perumahan tersebut pemasangan fasilitas air bersih di rumah masing-masing itu pengadaannya menjadi tanggung jawab pihak siapa. Menjadi tanggung pemilik rumah atau menjadi tanggung jawab pelaku usaha perumahan.
“Setelah ditemukan adanya pelanggaran tersebut, maka konsumen berhak melakukan tuntutan kepada pelaku usaha dengan cara upaya hukum gugatan ke BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) atau langsung melakukan gugatan ke pengadilan setempat,” ujarnya.
Gugatan itu, imbuh Said, bisa dilakukan sendiri oleh masing-masing konsumen, juga bisa dilakukan secara berkelompok, atau menguasakan gugatannya via pengacara atau Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM).
“Makanya YLPK Jatim selalu memberikan keberdayaan juga mengimbau kepada masyarakat atau konsumen pada waktu pra transaksi, konsumen harus bersikap teliti sebelum membeli dan waspada sebelum terperdaya,” tuturnya.
Termasuk, lanjut Said, dalam pembelian apartemen banyak sekali warga atau konsumen yang terperdaya dengan Pemberi Harapan Palsu (PHP) oleh para pelaku usaha apartemen, terutama yang di kota-kota besar.
Said menambahkan, berdasarkan UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen Padal 46 ayat (1) yang menegaskan, bahwa gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh, pertama, seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan, kedua, sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama.
Ketiga, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi
syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
“Keempat, pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit,” tutup Said Sutomo.
Diberitakan sebelumnya, pengembang perumahan (developer) Tikung Alam Raya (Tiara) diduga kuat mengabaikan kewajibannya terkait pemenuhan kebutuhan air bersih. Warga yang sudah menempati perumahan tersebut terpaksa harus mengeluarkan biaya ekstra membuat sumur resapan dengan biaya yang cukup tinggi.