Oleh : Denny JA
– Review Film Parasite (2019), Pemenang Film Terbaik Oscar 2020
“Tak usah membuat rencana,” ujar Ki-Taek, pria setengah baya. Anak lelakinya, Ki-Woo, sulit memprotes. Ujar sang Ayah lagi: “Kita sudah banyak membuat rencana. Tapi kenyataan datang berbeda. Satu satunya agar kita tidak salah lagi adalah jangan membuat rencana.”
Lama saya terpaku menyaksikan film korea ini. Saya sudah menontonnya seminggu sebelum film ini dinyatakan menang Oscar. Banyak sekali kejutan yang dibuat film tersebut. Seolah ia menggambarkan hidup yang memang tak pernah habis memberi kejutan.
Sudah banyak film tak berbahasa Inggris yang dinominasikan Film Terbaik Pila Oscar. Karena fanatik dengan film, saya sudah menonton semua: Roma, Amour, Babel, dan Croaching Tiger, Hiden Dragon.
Tapi film Parasite di tahun 2020 membuat sejarah. Ia film pertama yang tak menggunakan bahasa Inggris yang akhirnya menjadi Film Terbaik Oscar 2020.
Dunia bersorak. Tak hanya barat yang menyerbu Asia, Afrika, Amerika Latin. Kini Film Korea mewakili dunia luar sana merebut tahta tertinggi penghargaan film Holywood.
Selama ini K-Pop, K- Drama sudah menyebar. Tapi baru di tahun 2020, melalui film Parasite, revolusi kultural terjadi. Asia merajai Holywood.
Ini film satire. Ini kisah keluaga miskin yang bermimpi bisa hidup seperti orang kaya. Ki- Taek, istri, dan dua anak yang sudah usia mahasiswa, tinggal di wilayah sangat kumuh.
Rumah mereka nyaris di bawah tanah di pojok. Bahkan jendela rumah mereka itu setinggi lantai jalan. Di dekat jendela itu, karena di pojokan, banyak yang membuang sampah. Atau diam-diam lelaki buang air kecil. Baunya langsung menyegat masuk ke ruang tamu lewat jendela.
Satu hal yang menarik dari keluarga miskin ini. Mereka tak henti menghayati menjadi orang kaya. Dua anaknya juga sangat rajin main internet, update situasi. Dengan segala cara, dua anak itu mengupayakan dapat wifi gratis, dari rumah kumuh.
Nasib berubah ketika anak lelaki ini, Ki-Woo, kedatangan teman. Sang teman akan keluar negeri. Ia ingin Ki-Woo menggantinya menjadi guru les private bahasa Inggris.
Tak lupa sang teman menitipkan batu unik. Menurutnya, batu ini ia peroleh dalam proses yang aneh. Siapapun yang menyimpan batu ini akan mendapat berkah keberuntungan. Ki-Woo hanya tertawa. Hanya karena kawan dekat, Ia ikuti saja permintaan teman itu.
Kejutan demi kejutan terjadi. Ternyata yang les bahasa Inggris putri seorang yang teramat kaya. Sang putri jatuh cinta padanya. Ki-Woo pun diperkenalkan sang putri pada Ayahnya, Ibunya dan adik kecilnya.
Tak lupa, sang putri juga memperkenalkan supir kesayangan Ayah, dan pembantu kesayangan Ibu. Ki-Woo pun diperkenalkan pada guru terapi adiknya. Sang adik sangat cerdas tapi hiper- aktif.
Ki-Woo pun peroleh inspirasi. Aha! Ki-Woo membuat rencana. Satu persatu anggota keluarganya ia rencanakan bekerja pada keluarga kaya itu. Tapi mereka berakting seolah tak kenal satu sama lain.
Akhirnya, adik Ki-Woo menjadi guru terapi si bungsu yang hiper- aktif. Ayahnya menjadi supir mengganti supir lama. Ibunya menjadi pembantu rumah tangga mengganti pembantu lama. Segala daya digunakan. Segala kibulan dibuat. Semua masuk akal dan meyakinkan.
Terjadilah itu. Satu keluarga miskin ini bekerja di satu rumah keluarga orang kaya.
Suatu hari keluarga kaya itu pergi melancong, berencana menginap di luar kota.
Tak lupa momen itu dimanfaatkan oleh keluarga Ki-Taek. Ia dan Istri, Ki-Woo dan adiknya berkumpul di rumah majikan. Mereka santap malam bersama yang mewah. “Ah! Sampai juga mimpi kita,” ujar Ki- Taek. Serasa itu rumah keluarga mereka sendiri.
Betapa bahagia keluarga miskin ini. Mereka saling mengingat betapa hidup berubah. Ki-Woo teringat batu ajaib yang dititipkan padanya. Ia membenarkan dalam hati. Batu itu memang ajaib, membawa perubahan besar dan mendadak.
Tapi hidup memang penuh kejutan. Ketika mereka bersenang- senang makan malam, pagar diketuk pembantu lama. Sang pembantu mohon diijinkan masuk karena ada barang sangat beharga miliknya yang tertinggal.
Tak terduga. Barang berharga itu ternyata sebuah bunker rahasia. Bahkan majikan pemilik rumah tak tahu jika di rumahnya ada bunker rahasia. Majikan tidak membuat rumah itu, tapi membeli. Pemilik rumah lama tak pula bercerita soal bunker.
Yang lebih mengejutkan lagi, dalam bunker rahasia itu hidup suami sang pembantu lama.
Pembantu lama itu menyembunyikan suami di sana.
Sang suami aktivis politik Korea Utara tapi hijrah ke Korea Selatan. Ia dicari polisi rahasia kedua negara: Korea Utara dan Korea Selatan. Tak ada jalan lain. Pembantu itu menyembunyikan suami di bunker. Empat tahun sudah.
Cek cok dan pertengkaran pun terjadi antar dua keluarga: Ki- Taek sekeluarga VS pembantu lama dan suaminya. Mereka saling mengancam buka rahasia. Diam diam sang pembantu lama mengetahui. Bahwa Ki- Taek, Ki-Woo dan dua wanita yang bekerja di sana sebenarnya keluarga.
“Kalian sudah menipu majikan,” ujar sang pembantu lama. Dibalas dengan garang oleh keluaga Ki- Taek, “kalian yang menipu majikan. Diam- diam kau menyembunyikan musuh negara di dalam rumah ini.”
Perkelahian pun terjadi. Dua suami Istri versus empat orang. Pembantu lama mati. Suaminya luka parah dan diikat dengan tali. Bergegas Ki- Taek dan keluarga keluar dari Bunker.
Kejutan lain tiba. Telefon datang dari majikan. Mereka membatalkan pergi ke luar kota. Hujan begitu deras. Dalam waktu tak lama, mereka akan tiba di rumah. Majikan tak lupa minta disiapkan makan.
Kejutan demi kejutan terjadi. Semua rahasia akhirnya terbuka. Rahasia bunker. Rahasia Ki-Taek satu keluarga.
Melalui peristiwa yang cepat sekali, tragedi terjadi. Suami pembantu lama keluar dari Bunker. Ki- Taek membunuh majikan pria. Ki-Woo hampir mati dibunuh oleh suami pembantu lama.
Semua serba kacau. Ki-Taek pun menjadi buronon.
Bertahun sesudah kejadian itu. Ki-Woo sudah pulih. Tapi Ayahnya, Ki-Taek, masih hilang tiada rimba. Majikan juga sudah pindah menjual rumah itu.
Ki-Woo akhirnya tahu. Ayahnya, Ki-Taek yang buron, karena membunuh majikan pastilah bersembunyi di satu tempat aman. Tak lain itu bunker di rumah majikan.
Ki-Woo pun membuat rencana. Ayahnya memang menyatakan dalam hidup tak perlu membuat rencana. Buktinya semua rencana mereka gagal. Nasehat Ayah: “Terima saja hidup yang penuh kejutan.”
Tapi kali ini Ki-Woo tetap membuat rencana. Ia ingin kaya raya. Ia ingin membeli rumah majikan itu. Ki-Woo tahu. Hanya dengan membeli rumah itu, Ia bisa berjumpa Ayahnya lagi. Ayah yang sangat ia cintai.
Menonton film ini, saya seperti diserang aneka kejutan yang beruntun. Aneka kejutan yang menggagalkan banyak rencana besar.
Apa daya? Apa yang bisa kita lakukan terhadap kejutan dalam hidup? Tapi sama seperti Ki-Woo. Sayapun tetap membuat rencana melintasi waktu ke waktu. Mungkin hanya dengan rencana, kejutan hidup lebih bisa dikelola.
Penulis adalah Konsultan Politik, Founder LSI-Denny JA, dan Penulis Buku