LAMONGAN, RadarBangsa.co.id – Bertempat di serambi masjid Universitas Islam Lamongan (Unisla). PK. PMII Unisla Lamongan gelar diskusi bertema “jejak – jejak peradaban sejarah di Lamongan”. Acara yang dimulai sekitar pukul 14:00-17:15 ini dihadiri Supriyo dan Mahrus Ali Jalil sebagai pembicara. Setelah diskusi dibuka oleh Hafidz Febri selaku moderator.
Supriyo mengawali diskusi dengan gambaran bahwa pada masa klasik, daerah sepanjang alur kali Lamong pada abad XI (1200 M) merupakan jalur penting dalam dunia perdagangan dan pemerintahan waktu itu.
Di Lamongan ada beberapa desa kuna yang mendapat hak istimewa dari kerajaan besar sejak masa Airlangga,
“Disebut istimewa, karna desa itu tidak ditarik pajak. Sejarahwan menyebutnya tanah Subur atau desa Perdikan. Seperti Pamotan, Patakan, Lawan, Drujugurit, hingga Biluluk”ujar pria yang juga ketua Lesbumi PCNU Lamongan itu, pada Selasa (24/12)
Melalui tampilan di layar proyektor Supriyo menunjukkan Sekiranya terdapat100-an peninggalan purbakala di Lamongan, dari masa prasejarah, masa Hindu-Budha dan era Kasunanan. Setidaknya di Lamongan terdapat 41 prasasti, ada 27 yang masih tegak berdiri, lebih dari 10 yang hilang, dan ada 5 lebih yang berpindah tempat.
“Penemuan benda-benda kuno, di wilayah Utara, tengah dan selatan ini. Semakin mengukuatkan bahwa Lamongan merupakan kota sejarah, sekaligus memiliki peradaban besar dari masa silam” tegasnya.
Tak hanya membahas kekayaan bukti arkeologis di Lamongan, Supriyo juga menyinggung langkah Pemerintah Lamongan mencatat kontribusi Lamongan dalam panggung sejarah nasional. Menurutnya,
Hingga hari ini potensi kepurbakalaan di Lamongan dapat digunakan sebagai objek wisata purbakala, objek penelitian, edukasi kepada masyarakat Lamongan, misalnya melalui gedung museum yang representatif, penambahan muatan lokal. dsb.
Lebih lanjut Supriyo mengungkap bahwa di sebelah utara kampus Unisla juga ada jejak sejarah yang sangat berpotensi menjadi tulisan yang populer. Namun sementara belum banyak orang yang mengetahui
” Di utara kampus ini (Unisla) terdapat sebuah situs. Reliefnya cukup jelas terbaca dan terdapat sebuah struktur, namun telah menjadi makam.“ ungkapnya
Mahrus Ali Jalil sebagai pemateri kedua, mengajak peserta yang mayoritas dianggap sebagai generasi millenia,l agar menggunakan kecanggihan teknologi informasi sebagai alat sebesar-besarnya untuk berkarya, utamanya dalam hal literasi.
Baginya langkah ini sangat penting, agar pengetahuan tentang sejarah dan peradaban di Lamongan ini, tidak semata–mata sebagai kenangan atau pembicaraan saja. Tapi juga bisa membentuk pondasi bagi terbentuknya tatanan sosial yang lebih baik.
“Dengan kecanggihan teknologi dan didukung kecanggihan berpikir, kita bisa menciptakan tatanan sosial yang berkarakter. masyarakat yang kuat dan bermartabat, serta kokoh dalam menghadapi pengaruh negatif budaya lain” lanjut, Alumni jurusan Sejarah Kebudayaan Islam IAIN Surabaya itu.
Usai memaparkan materi, Mahrus lalu mengajak 70-an peserta yang hadir untuk menulis tentang desanya masing-masing. Usai ditulis, dia meminta salah satu perwakilan dari peserta untuk membacakan di depan peserta lain.
Acara di ditutup dengan pernyataan dari masing-masing pemateri. Dengan kerendahan hati Supriyo mengungkapkan
“Apa yang anda lihat, dengar dari forum ini. belum tentu sebuah kebenaran. Maja dariitu harus terus perbarui informasi dan diskusikan”.
Dengan gelombang yang sama, Mahrus Ali menambahkan “ Anak pergerakan harus baca, diskusi, ngopi, gerak. Jangan hanya ngopi lalu main game. Kita sadar bahwa belajar sejarah, seperti yang kita lakukan sore ini sama dengan belajar budaya. belajar budaya berarti belajar kemanusiaan”. Pungkasnya. (JK)