KEDIRI, RadarBangsa.co.id – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang terkadang dibarengi dengan black campaign, maupun berbagai informasi menyesatkan atau Hoax, menjadi perhatian tersendiri dari Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Kediri.
Menyikapi kejadian yang tidak diinginkan tersebut terjadi di masyarakat, FKUB Kabupaten Kediri kembali melaksanakan sosialisasi dengan tema “Tolak Ujaran Kebencian dan Hoax bagi Tokoh, Perempuan dan Pemuda Lintas Agama”, diikuti oleh ratusan umat lintas agama, Sabtu, 22 Juni 2024.
Sosialisasi yang digelar di De’Pratnya Hotel, Jalan Pamenang No. 27 Katang, Desa Sukorejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri, Jawa Timur ini, menghadirkan dua narasumber di antaranya, Pemkab Kediri yang dalam hal ini diwakili oleh Kepala Bakesbangpol (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik) Kabupaten Kediri, Yuli Marwantoko, S.E., M.M., dan Kemenag (Kementerian Agama) Kabupaten Kediri yang diwakili oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Drs. M. Tontowi Jauhari.
Ketua FKUB Kabupaten Kediri, KH. Dafid Fuadi, S.PdI., M.Ag, dikonfirmasi mengatakan, kegiatan sosisalisasi ini dilaksanakan guna menjaga dan mempertahankan kondusifitas umat beragama di Kabupaten Kediri.
“Alhamdulilah, setiap agama dan penghayat kepercayaan kita undang dari bapak-bapak, ibu-ibu sampai muda-mudi, semuanya sehingga lengkap. Yang jelas, tujuannya adalah untuk menjaga dan mempertahankan kondusifitas umat beragama yang ada di Kabupaten Kediri ini,” katanya.
Pria yang akrab disapa Gus Dafid ini juga mengatakan, tema sosialisasi yang diangkat tersebut bisa menjadi perisai untuk meredam ujaran kebencian dan hoax dalam kontestasi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur yang berbarengan dengan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kediri pada 27 November 2024 mendatang.
“Tema yang kita angkat saat ini, yaitu Tolak Ujaran Kebencian dan Hoax. Jadi Pilkada Kabupaten Kediri, semoga berjalan lancar dan gunakan hak pilih panjenengan semuanya sesuai hati nurani. Tentu kita boleh berbeda pilihan, tapi tetap menjaga persatuan dan kesatuan, jangan sampai kita ikut terseret terhadap ujaran kebencian atau hoax,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Kediri, Yuli Marwantoko, S.E., M.M dikonfirmasi mengatakan, pemerintah daerah harus terus melaksanakan sosisalisasi kepada masyarakat agar tidak ada terjadinya gesekan antar umat beragama.
“Pemerintah daerah harus sering adakan sosialisasi tentang ujaran-ujaran yang termasuk mengadudomba. Apalagi sekarang akan menghadapi perhelatan Pilkada serentak 2024. Nanti jelas ada pihak-pihak yang tidak menginginkan pelaksanaan itu berjalan dengan baik dan kondusif. Contohnya, seperti pemilu yang lalu banyak sekali goncangan-goncangan yang terjadi. Ini sebagai tugas kami dari Kesbangpol maupun FKUB untuk melakukan sosialisasi, seperti hari ini dengan para tokoh agama maupun tokoh masyarakat,” tegasnya.
Yuli juga berharap, kegiatan seperti ini diharapkan bisa dilaksanakan terus menerus, supaya masyarakat banyak yang tahu dengan apa saja program-program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kediri.
“Harapan kita, kegiatan seperti ini akan dilaksanakan terus menerus, dengan tujuan agar bisa membantu pemerintah daerah untuk mensosialisasikan program-program yang ada di Kabupaten Kediri. Karena hasil kami survey sampai tanggal 18 Juni 2024, ironisnya diangka 43% masyarakat Kabupaten Kediri yang mempunyai hak pilih itu belum faham kalau pada tanggal 27 November 2024 nanti akan digelar Pilkada serentak, Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,” tuturnya
Sementara itu, Drs. M. Tontowi Jauhari, juga narasumber dari Kantor Kementrian Agama Kabupaten Kediri mengungkapkan, kegiatan seperti ini sangat perlu diadakan, khusunya terkait dengan ujaran kebencian maupun hoax, pasalnya marak sekali agama menjadi tunggangan politik.
“Sosialisasi hari ini menyasar semua agama. Yang menjadi PR kita semua bersama adalah dimana kita pada tanggal 27 November nanti akan mengadakan pesta politik, pesta demokrasi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, dan pemilihan kepala daerah, baik bupati maupun walikota. Memang yang jadi persoalan ketika munculnya tokoh agama yang menggunakan simbol-simbol agama untuk kepentingan politik. Ini harus kita cegah, meskipun dalam konteks intern agama yang dianut sendiri, sebab kalau itu nanti terjadi mesti muncul yang namanya perpecahan di internal agama itu sendiri, maupun di agama lain. Maka akan kita upayakan bagaimana simbol-simbol agama itu tidak dimanfaatkan untuk kepentingan politik, maka itu yang kami upayakan sekuat tenaga, baik di Kementrian Agama Kabupaten Kediri, FKUB maupun dari pemerintah daerah,” katanya