Kajian Dampak atas Regulasi sebelum Revisi Peraturan Label AMDK, BPOM Harus Menerapkan

- Redaksi

Jumat, 3 Desember 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

JAKARTA, RadarBangsa.co.id – Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan tidak boleh dilakukan secara sepihak oleh BPOM tanpa mempertimbangkan pandangan-pandangan dari para stakeholder (pemangku kepentingan) lainnya yang terdampak oleh kebijakan tersebut. Untuk itu perlu dilakukan kajian Regulatory Impact Assessment (RIA) yang mengakomodasi semua pemangku kepentingan, termasuk di dalamnya analisis mendalam terhadap dampak ekonomi dan sosial yang bisa ditimbulkan oleh kebijakan tersebut.

Hal itu terungkap dalam acara diskusi media dengan tema “Regulasi Kemasan Pangan dan Dampaknya Pada Iklim Usaha dan Perekonomian” yang dilakukan secara daring pada Kamis (2/12).

Diskusi ini menghadirkan beberapa narasumber di antaranya Asisten Deputi Pangan Kemenko Perekonomian, Muhammad Saifulloh, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo, Ketua Umum Aspadin, Rachmat Hidayat, Pakar Kebijakan Publik Agus Pambagio, dan Ketua Pokja Infeksi Saluran Reproduksi, Dr.dr. M. Alamsyah Azis, SpOG (K), M.Kes.

Rencana Kepala Badan POM untuk melakukan revisi pelabelan khusus untuk kemasan galon berbahan polikarbonat (PC) menimbulkan pertanyaan oleh banyak pihak karena BPOM selama ini mengatakan bahwa galon PC aman. BPOM juga terkesan hanya mengakomodasi desakan dari beberapa LSM yang gencar melakukan kampanye negatif terhadap galon PC semenjak diluncurkannya galon berbahan PET di pasar sejak tahun 2020.

Beberapa waktu lalu, pengusaha Frankie Welirang dan Erik Garnadi, Ketua Asosiasi Pengusaha Air Isi Ulang (ASDAMINDO) melihat isu ini memiliki motif persaingan usaha. Mereka berharap BPOM jangan sampai ditunggangi kepentingan dagang dari pihak tertentu dengan merugikan pihak lain.

Baca Juga  Khofifah Ajak Jaga Kelestarian Hutan Demi Keberlangsungan Hidup

Deputi Pangan Kemenko Perekonomian, Muhammad Saifulloh menyampaikan Perubahan Peraturan BPOM soal Label Pangan Olahan ini harus memperhatikan misi Presiden 2020 – 2021 terkait struktur ekonomi yang produktif dan mandiri, serta berdaya saing serta pembangunan yang merata dan berkeadilan.

Selain itu juga dua dari tujuh agenda pembangunan, yaitu memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan, serta mengambangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan.

Karenanya, menurut Saifulloh, sebelum mengeksekusi perubahan peraturan terkait pelabelan pangan olahan itu, BPOM harus menyampaikan terlebih dulu presentasinya kepada publik semua pro kontranya.

“Saya pikir nggak bisa serta merta Badan POM secara sendiri mengeksekusi regulasi itu. Mereka juga harus melihat keseimbangan usaha. Apalagi saat ini masih dalam masa pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19,” katanya.

Hal senada juga disampaikan Edy Sutopo. Dia mengatakan selain aspek kesehatan, perubahan peraturan BPOM soal label pangan olahan harus juga mempertimbangkan aspek ekonomi dan lingkungan.

Dari aspek ekonomi, BPOM harus melihat bagaimana pengembangan industri yang berkontribusi terhadap perekonomian nasional. “Tentunya dalam hal ini kita perlu menjaga daya saing melalui menjaga iklim usaha yang kondusif bagi industri,” ujarnya.

Baca Juga  Pengecekan Pasukan Gabungan di Lamongan Dengan Tujuan Pengamanan TPS

Dia menuturkan kontribusi industri pangan dan minuman sangat besar terhadap perekonomian nasional. Pada triwulan III 2021 misalnya, kontribusinya terhadap PDB sebesar 3,49% yoy, dan kontribusi terhadap PDB industri non migas mencapai 38,91% (yoy). Sementara, ekspor makanan minuman sampai dengan September 2021 mencapai US$ 32,51 miliar dan impornya US$ 10,13 miliar.

“Saya kira investasi yang ada ini perlu dijaga bisa tumbuh dan berkembang untuk tetap menghasilkan pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang kita harapkan,” tukasnya.

Rachmat Hidayat juga menyampaikan industri air minum dalam kemasan (AMDK) keberatan terhadap rencana perubahan peraturan BPOM terkait label pangan olahan ini.

Menurutnya, jika mau melakukan pelabelan, BPOM harus melakukannya untuk semua produk pangan.

Dia merujuk kepada Peraturan BPOM No. 20 tahun 2019 tentang Kemasan Pangan dan Peraturan BPOM No.31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.

“Jadi, BPOM harus membuat kebijakan atas dasar keadilan dan kesetaraan, harus mengatur semua pangan olahan dan tidak hanya AMDK,” cetusnya.

Dia menuturkan jika rencana revisi peraturan label pangan itu jadi diwujudkan, industri AMDK khususnya yang memproduksi galon guna ulang akan mengalami kerugian sampai Rp 36 triliun per tahun.

“Mungkin industri ini sebagian besar akan tutup. Tidak itu saja, jika semua produsen mengubah produknya menjadi galon sekali pakai, ini akan menimbulkan masalah lingkungan hidup,” tuturnya.

Baca Juga  Berbuat Dosa, Oknum Polantas Polersta Pontianak Terancam di Pecat dan Pindana 15 Tahun

Agus Pambagio mengatakan perubahan peraturan kebijakan label pangan olahan yang dilakukan BPOM harus ada setelah ada peraturan perundang-undangannya. Jadi, menurutnya, kebijakan BPOM ini nantinya tidak bisa dijalankan tanpa peraturan perundang-undangannya.

“Peraturan Perundangan itu harus mengikuti apa yang disampaikan di UU No. 12 tahun 2011 yang diperbaharui di UU No. 15 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan. Nah, di situlah kebijakan baru bisa dilaksanakan,” ujarnya.

Jadi, menurut Pambagio, kebijakan BPOM itu tidak boleh diskriminatif. Artinya, tidak bisa kebijakan itu digunakan hanya untuk satu sisi. Dalam hal ini, Pambagio menegaskan BPOM tidak boleh membuat kebijakan yang dikhususkan untuk produk tertentu saja, yang dalam hal ini galon guna ulang.

“BPOM harus mengatur semua kemasan pangan mulai kaleng, kartin, galon, botol, itu semua diatur. Tidak boleh sebelah-sebelah, karena itu menjadi diskriminatif,” tandasnya.

Terkait alasan BPOM melakukan revisi peraturan label pangan olahan karena adanya tekanan beberapa pihak yang mengatakan galon guna ulang itu berbahaya bagi ibu hamil dan balita, Dokter Alamsyah menegaskan belum pernah menemukan pasien ibu hamil dan anak-anak yang sakit karena menkonsumsi produk itu.

“Sepanjang saya praktek, belum pernah ada pasien yang saya temukan sakit karena minum air galon guna ulang,” katanya.

Berita Terkait

Khofifah Ajak Kampung Kopyah Gresik Masuki Pasar Global sebagai Desa Devisa
Panen Dukungan di Pasar PPI Krembangan, Khofifah Yakin Menang Telak di Surabaya
Panaskan Mesin, NasDem Siap All Out Menangkan Khofifah-Emil di Pilgub Jatim 2024
Misi Kemanusiaan, Khofifah dan Relawan Distribusikan Air Bersih di Lumajang
Lumajang Bergema, 2.500 Emak-Emak PKS Deklarasikan Dukungan untuk Khofifah-Emil
Pengajian dan Pawai Obor Hari Santri, Khofifah Ungkap Jatim sebagai Provinsi Pertama Sahkan Perda dan Pergub Pesantren
Momentum Baru, Pendeta Se-Jawa Timur Luncurkan GMSK untuk Paslon Gubernur Jawa Timur Nomor Urut 2 Khofifah-Emil
Peringatan Hari Jadi Ke-79 Provinsi Jawa Timur di Sidoarjo, Pjs Bupati Pimpin Upacara
Tag :

Berita Terkait

Selasa, 15 Oktober 2024 - 18:57 WIB

Khofifah Ajak Kampung Kopyah Gresik Masuki Pasar Global sebagai Desa Devisa

Selasa, 15 Oktober 2024 - 14:38 WIB

Panen Dukungan di Pasar PPI Krembangan, Khofifah Yakin Menang Telak di Surabaya

Senin, 14 Oktober 2024 - 18:25 WIB

Panaskan Mesin, NasDem Siap All Out Menangkan Khofifah-Emil di Pilgub Jatim 2024

Senin, 14 Oktober 2024 - 12:39 WIB

Misi Kemanusiaan, Khofifah dan Relawan Distribusikan Air Bersih di Lumajang

Minggu, 13 Oktober 2024 - 16:33 WIB

Lumajang Bergema, 2.500 Emak-Emak PKS Deklarasikan Dukungan untuk Khofifah-Emil

Berita Terbaru

Ekonomi

JNE Menggelar JLC Member Gathering 2024 di 5 Kota

Selasa, 15 Okt 2024 - 19:28 WIB

Politik - Pemerintahan

Sidoarjo Menuju Ketahanan Pangan, Calon Bupati SAE Siap Berdayakan Petani Lokal

Selasa, 15 Okt 2024 - 18:34 WIB