JAKARTA| Seabad.id – Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) meluncurkan Student Union Kajian Perempuan Insan Cita (KPIC) pada Jumat, (14/4/2023).
Dalam acara peluncuran itu, hadir Rocky Gerung dan Ketua Dewan Pers Periode 2022-2025 Ninik Rahayu. Keduanya hadir menjadi narasumber dalam diskusi dengan tema ‘Bersama KPIC, Kita Wujudkan Perempuan yang Berkualitas sebagai Simbol Kemerdekaan dan Semangat Keadilan Gender’.
Sebagai narasumber pertama, Rocky mengatakan bahwa, peradaban sudah sejak lama terlalu berpihak kepada laki-laki. Peradaban dibangun atas kekuasaan laki-laki dengan menempatkan perempuan sebagai objek.
Menurutnya, patriakisme ini mengakar kuat, tidak puluhan atau ratusan tahun, tetapi ratusan abad. Bahkan seorang Aristoteles, katanya, menyebut perempuan sebagai ‘anak-anak bertubuh besar’.
Menurut Rocky, hal itu menjadi hutang laki-laki pada perempuan dan hingga saat ini hutang itu belum dibayar.
“Itu hutang kaum laki-laki selama 25 abad yang bahkan ketika ada yang minta dibayar tidak ada yang mau bayar. Perempuan hanya minta ‘kasih kami 30 persen affirmative action’. Laki-laki menjawab ‘tidak, harus start dari garis yang sama’,” jelas Rocky.
Rocky kemudian menjelaskan praktik dari budaya patriarki itu tampak jelas dalam rumah tangga. Rumah yang idealnya dianggap sebagai istana bagi perempuan kini telah menjadi killing field.
“Begitu kita buka fakta, rumah itu adalah killing field. Berapa banyak perempuan yang dipaksa aborsi oleh suaminya, dipaksa disetubuhi oleh pacarnya, dan disiksa di situ. Jadi rumah yang kita anggap istana perempuan sebetulnya adalah tempat pembantaian,” tandas Rocky.
Lebih lanjut, Rocky mengatakan sejatinya perempuan itu mewariskan pikiran. Kalau ada seseorang itu memiliki kecerdasan, maka itu adalah warisan dari ibunya.
“Tapi kita selalu menganggap bahwa, perempuan itu tidak bisa berfikir rasional, karena tadi didiktum oleh filosofi bahwa, perempuan itu hanya anak-anak. Tubuhnya membesar tetapi otaknya tidak,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu menyambut baik kehadiran Student Union Kajian Perempuan Insan Cita ini. Ia berharap dengan konsep digital, UICI mampu mempercepat perubahan budaya patriarki menjadi budaya yang setara.
“UICI dengan digitalnya mampu menjangkau di ranah-ranah yang selama ini sulit dijangkau. Oleh karena itu, menurut saya, UICI menjadi medium untuk menjembatani percepatan upaya merubah patriarki menjadi sebuah gerakan yang menghadirkan keadilan bagi perempuan,” paparnya.
Menurut Ninik dalam tataran kebijakan, pemerintah sudah melakukan suatu hal yang baik terkait dengan permasalahan gender di Indonesia. Salah satunya meratifikasi konvensi anti diskriminasi terhadap perempuan.
Namun, lanjut Ninik, hal itu belum mainstream. Pemerintah masih terjebak pada aktivitas-aktivitas yang belum masuk pada program-program pembangunan secara menyeluruh.
“Kalau kita bicara soal kesetaraan dan keadilan pada perempuan, dia harus ada di bidang kesehatan, politik, sosial, budaya, keamanan. Tetapi apa faktanya? Dia belum mainstream,” tukas Ninik.
Selain itu, lanjutnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan memerlukan data terpilah untuk menguji sebetulnya ketidakadilan pada perempuan itu terjadi di wilayah mana saja.
“Ini kenapa sih kok terus-menerus terjadi, kan harus berbasis pada data. Seberapa banyak perempuan yang mengalami ketidakadilan, dalam bentuk apa,” paparnya.
Menurutnya, kebutuhan akan data itu sangatlah penting mengingat budaya patriarki ini sangat besar implikasinya.
“Ada peminggiran perempuan, ada penomorduaan perempuan, ada stigmatisasi perempuan, ada beberapa bentuk kekerasan terhadap perempuan,” lugasnya.
Lebih lanjut, sebagai Ketua Dewan Pers, Ninik terus mendorong insan pers untuk menerapkan jurnalisme berspektif gender. Ia melihat saat ini masih banyak insan pers yang tidak adil dalam memberitakan kasus-kasus yang melibatkan perempuan.
Ninik mengungkapkan, dewan pers sudah memiliki aturan dan berulangkali mengingatkan insan pers untuk tidak memberitakan sesuatu yang tidak ada kaitanya dengan sebuah peristiwa.
“Pada kasus terakhir, pada kasus anak berhadapan dengan hukum yang sedang ramai itu, tidak boleh latar belakang seksualnya segala macam diuambar. Itu sebenarnya tidak ada kaitanya dengan upaya untuk membuka kasus itu,” jelasnya.
Perlu diketahui Student Union merupakan unit kegiatan kemahasiswaan yang ada di UICI. Meskipun menerapkan sistem pendidikan digital, aktivitas Student Union tetap berjalan dengan efektif.
Dengan diluncurkannya Kajian Perempuan Insan Cita ini, maka Student Union di UICI bertambah menjadi 9. Sebelumnya UICI telah memiliki Jam’iyah Al-Qurra wa Al-Huffaz, Performing Art, Multimedia Club, Writing Club, English Club, IT Development Club, Insan Cita Public Relations Club, dan Arabic Club.