PASURUAN,RadarBangsa.co.id – Menyikapi perkembangan terkait penerapan sejumlah kebijakan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Pasuruan dalam hal upaya pencegahan atau memutus rantai penyebaran Covid 19 ditengah lingkungan masyarakat, seolah menuai kritik dari sejumlah kalangan dan elemen masyarakat.
Salah satunya seperti yang di sampaikan oleh Sekjen LSM Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI) Jawa Timur Rachmad Tjahjono, yang mana menganggap bahwa kebijakan yang diterapkan oleh Pemkot selama ini dinilai tidak optimal dan kurang efektif.
Diantaranya mengenai pemeriksaan suhu tubuh di pos check poin yang terdapat di sejumlah titik pintu perbatasan yang sifatnya sebagai ring luar untuk menyaring dalam hal pencegahan dini terhadap penyebaran Covid 19 seolah tidak berjalan dengan baik.
Mengingat masih banyak aktivitas lalu-lalang masyarakat khususnya warga atau pengunjung luar Kota Pasuruan, tanpa di lakukan pengecekan terhadap suhu tubuh khususnya di jam-jam tertentu.
Bahkan terlihat masyarakat yang tidak mengenakan masker juga terlihat dibiarkan masuk oleh petugas jaga, tanpa di suruh balik ataupun di berikan masker oleh petugas.
“Disini sudah jelas tidak ada upaya mengantisipasi eksodus pengunjung atau masyarakat yang masuk ke wilayah Kota Pasuruan. Karena masih banyak masyarakat yang keluar-masuk bebas melintas di pos check point, tanpa dilakukan pemeriksaan”. Kata Tjahjono.
Kaitan dengan kondisi tersebut, Tjahjono menanyakan terkait fungsi dan optimalisasi proses pemeriksaan yang dilakukan di setiap pos check point yang ada.
“Terus fungsi kontrol dari pos check point yang ada selama ini seperti apa??, dan kita tidak pernah melarang orang untuk keluar-masuk. Akan tetapi keberadaan pos check poin merupakan ring luar, tergantung proses pemeriksaan Kesehatan apa betul-betul sudah di laksanakan secara optimal atau malah sebaliknya yang terkesan ada pembiaran”. Ungkap Sekjen LMPI Jatim, yang juga selaku Ketua Plt LMPI Markas Cabang Kota Pasuruan.
Selain itu terkait dengan adanya penerapan physical distancing di sejumlah titik jalan yang ada, Tjahjono juga menilai bahwa hal itu kurang efektif ketika tidak di barengi dengan pemeriksaan Kesehatan secara inten di akses titik perbatasan.
“Justru selama ini kami menilai, bahwa ada suatu pengekangan yang dilakukan oleh Pemkot Pasuruan kepada warga atau masyarakatnya sendiri. Terutama bagi warga yang wilayahnya ditetapkan sebagai zona physical distancing, dan ini Ibarat pepatah Katak Di Dalam Tempurung”. Tandas Tjahjono.
Hal senada juga disampaikan oleh sejumlah anggota DPRD Kota Pasuruan, dimana melalui rapat Pansus pada Senin 11 April 2020 malam memberikan masukan kepada pihak Pemkot Pasuruan terkait sejumlah kebijakan yang diterapkan.
Salah satunya mengenai pemberlakuan zona atau kawasan wajib pakai masker serta pembatasan bagi kendaraan Roda 4 di titik perniagaan di seputaran Alun-alun Kota Pasuruan, yang dinilai memberatkan warga setempat.
“Ada beberapa warga sekitar yang merasa keberatan khususnya yang naik mobil lantaran tidak bisa melintas sehingga tidak bisa pulang, padahal rumahnya disitu (sekitaran alun-alun). Tadi malam melalui rapat Pansus kita bersama beberapa anggota dewan lain memberi masukan supaya warga sekitar diberikan kelonggaran, dengan cara di data dan kendaraannya di tempel stiker”. Ujar Abdullah Junaedi, anggota DPRD Kota Pasuruan dari Partai PKB.
Sementara mengenai pemberlakuan batas jam untuk toko atau perniagaan di kawasan sekitaran Alun-alun, anggota DPRD juga meminta ada kelonggaran waktu jam kerja agar perputaran ekonomi masyarakat tetap jalan.
“Sedangkan mengenai pemberlakuan batas jam kerja di toko-toko supaya diberikan kelinggaran, ini masih di bahas. Namun tetap diberlakukan bagi masyarakat pengunjung atau karyawan toko, untuk mengenakan masker”. Tambahnya Junaedi.
Terutama yang menjadi sorotan anggota di dalam rapat Pansus, yakni mengenai keberadaan dari 10 pos check poin yang ada. Dimana menurut anggota Dewan sendiri, terdapat hanya ada 1 pos yang ada di Sutojayan berjalan maksimal.
Sementara untuk pos check point yang lain, Junaedi juga mengatakan bahwa proses pelaksanaan dilapangan tidak berjalan optimal, selain karena faktor minimnya petugas dilapangan. Sehingga terkesan hanya sebagai hiasan semata.
“Seperti posko di Tengger atau pun di Pleret, itu seolah-olah hanya hiasan lampu aja karena tidak pernah di stop dan ditambah jumlah petugas yang minim. Sebetulnya dari pos check point itu pintu masuknya, karena memang ada beberapa anggota dewan setiap kali aktivitas ke kantor yang rumahnya diluar Kota tidak pernah di stop. Bahkan dewan pernah mencoba cek kelapangan, memang tidak ada kegiatan dan ini menunjukkan tidak optimal”. Pungkasnya.
(Ank/Ek)