JAKARTA, RadarBangsa.co.id – Calon Gubernur Jawa Timur terpilih, Khofifah Indar Parawansa, menghadiri Haul KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang ke-15. Acara ini berlangsung di halaman Masjid Jami Al Munawwarah, Ciganjur, Jakarta Selatan, pada Sabtu (21/12/2024).
Haul tahun ini mengusung tema “Menajamkan Nurani Membela yang Lemah” dan dihadiri oleh keluarga, sahabat, serta kolega almarhum Gus Dur. Dalam suasana hangat dan penuh kenangan, para hadirin berbagi cerita tentang tokoh besar yang dikenang sebagai simbol pluralisme dan kemanusiaan di Indonesia.
Yenny Wahid, putri Gus Dur, memberikan sambutan mewakili keluarga. Ia berbagi pandangan dan kenangan tentang ayahnya, yang dikenal sebagai sosok penuh kasih dan keberanian dalam memperjuangkan keadilan.
Selain Yenny, acara tersebut juga dihadiri sejumlah tokoh, seperti Menteri Agama Prof. Dr. Nazaruddin Umar, KH Pandji Taufik, Romo Magnis Suseno, dan Sofyan Wanandi. Mereka masing-masing memberikan testimoni tentang pengalaman bersama Gus Dur dalam berbagai momen penting sepanjang hidup beliau.
Dalam kesempatan tersebut, Khofifah Indar Parawansa mengenang Gus Dur sebagai tokoh besar yang memberikan pengaruh mendalam dalam kehidupannya. Ia mengungkapkan bahwa dirinya pernah berada di lingkaran dekat Gus Dur, terutama saat menjabat sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan di era kepemimpinan Gus Dur sebagai Presiden RI ke-4.
“Saya sering menemani beliau jalan pagi sambil mendengarkan syair i’tirof, salah satu kebiasaan yang beliau sukai. Gus Dur adalah pribadi sederhana yang penuh wibawa, dengan visi besar untuk bangsa ini,” ujar Khofifah.
Khofifah juga menegaskan warisan semangat toleransi dan keberagaman yang ditinggalkan oleh Gus Dur. Ia menyebut almarhum sebagai pemimpin yang memiliki ketajaman nurani dalam membela kaum lemah dan berani mengambil langkah-langkah bersejarah.
“Gus Dur adalah presiden pertama yang secara terbuka mengakui keberadaan kelompok minoritas Tionghoa di Indonesia. Beliau menghapus diskriminasi dengan menganulir Inpres No. 14/1967, yang melarang perayaan Imlek dan budaya Tionghoa, dan menggantinya dengan Inpres No. 6/2000. Langkah ini menjadikan Gus Dur dihormati sebagai Bapak Tionghoa Indonesia dan simbol pluralisme,” jelasnya.
Khofifah mengingatkan bahwa Gus Dur tidak hanya dikenal sebagai tokoh pluralisme, tetapi juga sebagai seorang humanis. Bahkan, di pusaranya tertulis pesan “The Humanist” sebagai identitas utama almarhum.
“Gus Dur mengajarkan kita untuk berpihak pada kebenaran dan keadilan, meski penuh tantangan. Warisan nilai-nilai beliau adalah bekal penting untuk masa depan bangsa,” kata Khofifah.
Ia juga mengutip salah satu pesan Gus Dur yang terus ia pegang hingga kini: “Siapa pun yang hidup harus siap berjuang. Tiap perjuangan butuh pengorbanan, dan setiap pengorbanan besar pahalanya.”
Haul Gus Dur ke-15 ini menjadi momentum penting untuk menggali kembali nilai-nilai perjuangan yang diwariskan oleh almarhum. Khofifah mengajak masyarakat untuk melanjutkan semangat Gus Dur dalam membangun bangsa yang adil, toleran, dan penuh kasih.
“Gus Dur adalah teladan bagi kita semua dalam memperjuangkan keadilan, kemanusiaan, dan keberagaman. Mari kita jadikan nilai-nilai ini sebagai landasan dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik,” tutup Khofifah.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin