JAKARTA, RadarBangsa.co.id – Senator asal Jawa Timur, Lia Istifhama, memberikan sorotan khusus mengenai komposisi calon Gubernur Jawa Timur yang terdiri dari tokoh-tokoh perempuan. Ketiga calon tersebut memiliki karakter, reputasi, dan rekam jejak yang beragam. Namun, menurut Lia, nama calon Gubernur Jatim petahana, Khofifah Indar Parawansa, memiliki pesona tersendiri yang membedakannya dari kedua pesaingnya.
“Nama Khofifah Indar Parawansa dalam dunia politik Indonesia sudah tidak asing lagi. Sejak tahun 1990-an, Khofifah telah menjadi seorang aktivis sekaligus politisi yang berhasil mengubah pandangan bahwa perempuan hanya bisa memasak, berdandan, dan melahirkan,” ungkap Lia Istifhama melalui keterangan resminya pada Kamis (17/10).
Karier politik Khofifah dimulai saat ia berusia 27 tahun, ketika ia menjadi anggota DPR RI dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada periode 1992-1997. Pada pemilu berikutnya, 1997, ia terpilih kembali menjadi anggota DPR. Namun, pada masa ini, Khofifah hanya bertahan dua tahun karena pada 1998, terjadi peralihan rezim dari Orde Baru ke Era Reformasi.
Pada tahun 1999, Khofifah diangkat menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan oleh Presiden Abdurrahman Wahid dalam Kabinet Persatuan Indonesia. Sejak saat itu, kariernya terus melejit, termasuk menjadi Ketua Umum PP Muslimat NU, yang membuatnya semakin dielu-elukan oleh kaum perempuan hingga kini. Kiprah Khofifah dalam kemasyarakatan semakin terasa dan berkesan di hati berbagai lapisan masyarakat.
Tak mengherankan, pada Pilpres 2014, Khofifah diminta menjadi salah satu juru bicara politik pasangan Jokowi-JK. Upayanya tersebut berbuah manis ketika Jokowi menang, dan Khofifah kemudian dipercaya sebagai Menteri Sosial dalam Kabinet Kerja periode 2014-2019. Setelah itu, ia terpilih menjadi Gubernur Jawa Timur sejak 2019 hingga 2024.
Keberhasilan Khofifah diakui oleh banyak pihak, termasuk oleh Lia Istifhama, seorang politisi milenial yang berhasil meraih suara tertinggi nasional dalam kategori DPD RI Perempuan non Petahana. Lia, yang juga dikenal sebagai aktivis Nahdliyyin, kerap menyebut Khofifah sebagai panutannya dalam politik.
“Sebelum Bu Khofifah menjadi pemimpin, konsep perempuan memimpin di Indonesia, khususnya di Jawa Timur, mungkin masih dianggap asing. Apalagi Jawa Timur dikenal sebagai daerah dengan banyak kiai dan ulama tradisional yang cenderung memiliki pandangan konservatif tentang peran perempuan. Namun, ketika Khofifah memimpin Jawa Timur, mindset tentang perempuan sebagai pemimpin mulai berubah. Ini adalah fakta yang harus diakui dan menjadi alasan kuat mengapa beliau sangat patut kita teladani,” ujar Lia.
Sebagai seorang senator, Lia menilai bahwa kepemimpinan Khofifah di Jawa Timur memberikan pesan kuat tentang kesetaraan gender. Ia juga menegaskan bahwa Khofifah menunjukkan dengan jelas bahwa perempuan dapat menjadi pemimpin yang sukses dalam berbagai bidang, termasuk politik dan pemerintahan.
“Ibu Khofifah bisa disebut sebagai pemimpin perempuan modern yang paripurna. Beliau adalah inspirasi bagi perempuan Indonesia dengan seribu prestasi yang diakui oleh dunia internasional,” tambah Lia.
Khofifah dianggap telah membawa perubahan signifikan dalam pandangan publik mengenai peran perempuan di dunia politik. Bagi Lia, keberhasilan Khofifah dalam menjalankan tugas-tugas besar di tingkat nasional dan daerah menunjukkan bahwa perempuan memiliki potensi yang sama besarnya dengan laki-laki dalam kepemimpinan.
“Keberanian beliau dalam menghadapi tantangan dan konsistensinya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan menjadikan Khofifah sebagai figur yang layak dijadikan panutan, tidak hanya bagi perempuan, tetapi juga bagi seluruh masyarakat Indonesia,” tandas Lia.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin