SURABAYA, RadarBangsa.co.id — Di tengah arus digital yang kian deras, hadir sebuah pesantren dengan wajah berbeda di Surabaya. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyebutnya sebagai pesantren “anti-mainstream”, namun justru paling relevan dengan zaman Pesantren Digipreneur (Digital-Entrepreneurship) Al-Yasmin.
“Biasanya pesantren melarang santri membawa gawai. Tapi di sini, santrinya justru tak bisa lepas dari gawai. Karena dari sanalah mereka belajar memanfaatkan teknologi untuk kemaslahatan,” ujar Khofifah saat meresmikan Pesantren Digipreneur Al-Yasmin di kawasan Pagesangan Baru, Surabaya, Senin (10/11) malam.
Peresmian itu berlangsung semarak. Di halaman pesantren, langit malam dihiasi pertunjukan konfigurasi drone yang membentuk simbol-simbol pesantren dan teknologi. Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar turut hadir, bersama sejumlah tokoh dari kalangan ulama dan akademisi.
Menurut Khofifah, kehadiran pesantren berorientasi digital ini merupakan respons nyata terhadap perubahan dunia yang semakin tak berbatas. Pesantren Al-Yasmin, kata dia, menjadi jembatan antara nilai-nilai keagamaan dan kompetensi teknologi yang kini ditandai oleh kemajuan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI).
“Pesantren Digipreneur Al-Yasmin adalah bentuk respons keagamaan yang cerdas terhadap realitas baru. Dunia digital harus kita kuasai, bukan kita hindari,” ujarnya.
Khofifah menilai, masyarakat masih banyak yang keliru dalam memahami teknologi digital, terutama AI. Padahal, teknologi itu sudah membantu berbagai bidang, termasuk dunia kedokteran di Surabaya yang kini mampu melibatkan dokter spesialis luar negeri melalui bimbingan jarak jauh berbasis AI.
“Apa yang dilakukan Mas Helmy ini sebuah terobosan. Dunia IT memang harus dikondisikan dengan baik—bukan sekadar penggunaan gadget, tetapi bagaimana teknologi itu menjadi alat efisiensi dan kemanfaatan,” lanjutnya.
Ia menambahkan, ruang pengembangan digital di pesantren ini terbuka luas, mulai dari pertanian, peternakan, hingga wirausaha berbasis teknologi. Pemerintah Provinsi Jawa Timur, ujarnya, kini juga memperluas kolaborasi dengan berbagai universitas luar negeri untuk memperkuat pendidikan digital dan inovasi teknologi.
Sementara itu, Pengasuh Pesantren Digipreneur Al-Yasmin, H Helmy M Noor, menjelaskan bahwa konsep pesantren ini lahir dari cita-cita lama yang berakar pada pesan almarhum KH Hasyim Muzadi, mantan Ketua Umum PBNU (2000–2010).
“Pesantren ini kami rintis sejak 2021 dengan semangat yang diwariskan Kiai Hasyim Muzadi. Beliau yang pertama kali mengenalkan saya pada dunia digital, dan berpesan dua hal: tekuni dan tularkan,” tutur Helmy.
Helmy mengenang, dirinya pernah diajak Kiai Hasyim berkunjung ke sebuah kampus di India yang memiliki studio besar dan melahirkan bintang film dunia. Dari pengalaman itu, Kiai Hasyim berpesan agar kelak lahir lembaga serupa yang berbasis pesantren—menggabungkan teknologi, kreativitas, dan nilai-nilai Islam.
“Program pesantren ini untuk santri bertalenta khusus, seperti public speaking, desain grafis, musik, digital marketing, konten kreator, pertanian digital, hingga media dan advertising. Tujuannya agar santri bisa menjadikan hobi sebagai profesi,” ungkapnya.
Helmy berharap, Al-Yasmin dapat menjadi model pendidikan pesantren masa depan—tempat di mana iman, ilmu, dan inovasi tumbuh bersama untuk menjawab tantangan zaman, pungkasnya.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin










