SORONG, RadarBangsa.co.id – Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melakukan kunjungan kerja ke Kota Sorong, Papua Barat Daya, dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kunjungan yang berlangsung di Gedung Drs. Ec. L. Jitmau, MM, Selasa (11/11/2025) itu dihadiri oleh jajaran anggota Komite III DPD RI serta perwakilan pemerintah daerah dan instansi terkait.
Rombongan Komite III DPD RI terdiri dari sejumlah senator, antara lain Filep Wamafma, Prof. Dailami Firdaus, H. Jelita Donal, dr. Erni, Hj. Erlinawati, Ir. A. Syauqi Soeratno, MM, Drs. H. Ahmad Bastian, SY, Al Hidayat Samsu, H. Hartono, H. Abdi Sumaithi, Habib Zakaria Bahasyim, Lia Istifhama, M. Rifki Farabi, Rafiq Alamri, Pdt. David Harold Waromi, Aji Mirni Mawarni, Abu Bakar Jamalia, Denty Eka Widi Pratiwi, Adriana Ch. Dondokambey, Dr. Dedi Iskandar Batubara, dan Wilhelmus Pigai. Dari pihak daerah, hadir pula pejabat dari Dinas Perdagangan, Dinas Kesehatan, serta Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Papua Barat Daya.
Dalam forum tersebut, Ketua Komite III DPD RI Filep Wamafma menyoroti sejumlah persoalan yang masih ditemukan di lapangan. Ia mengungkapkan, masih banyak produk makanan dan obat-obatan yang beredar tanpa izin edar atau bahkan telah melewati masa kedaluwarsa. Selain itu, pengawasan terhadap alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya (UTTP) masih belum maksimal. Kondisi ini dikhawatirkan dapat merugikan masyarakat selaku konsumen.
“Perlindungan konsumen adalah hak dasar warga negara. Pemerintah daerah perlu memperkuat pengawasan agar masyarakat memperoleh jaminan keamanan dan kepastian hukum dalam setiap transaksi,” ujar Filep.
Senada dengan itu, Wakil Wali Kota Sorong, Ashar Karim, menyampaikan komitmen pemerintah daerah untuk memperkuat lembaga perlindungan konsumen serta memperluas edukasi bagi masyarakat. Menurutnya, meningkatnya aktivitas perdagangan di wilayah Papua Barat Daya harus diimbangi dengan kesadaran produsen dan konsumen yang lebih tinggi. “Konsumen yang cerdas akan menumbuhkan iklim usaha yang sehat dan berkeadilan,” ucapnya.
Selama kunjungan, Komite III juga mencatat sejumlah kendala teknis yang menghambat efektivitas pengawasan, antara lain keterbatasan anggaran, infrastruktur logistik yang belum merata, serta gangguan suplai listrik di beberapa gudang farmasi yang berpotensi memengaruhi kualitas obat-obatan. Pengawasan terhadap tera ulang alat ukur di SPBU maupun pasar tradisional juga dinilai masih lemah, sehingga perlu penguatan kapasitas petugas di lapangan.
Selain bidang perdagangan, pengawasan di sektor kesehatan turut menjadi perhatian utama. Komite III menekankan pentingnya peningkatan mutu pelayanan, termasuk pemeriksaan standar kualitas air bersih dan kelayakan obat, agar tidak menimbulkan risiko bagi masyarakat.
Anggota DPD RI, Hartono, menegaskan bahwa pengawasan ini bukan sekadar evaluasi administratif, melainkan juga bentuk tanggung jawab moral lembaga negara untuk memastikan hak-hak konsumen terlindungi. “Perlindungan konsumen tidak berhenti pada regulasi. Ini menyangkut moral, kesadaran sosial, dan keadilan bagi setiap warga,” ujarnya.
Selain pengawasan terhadap kebijakan konsumen, Komite III turut memantau pelaksanaan program sosial seperti penyaluran bantuan permakanan sebanyak 4.748 paket dan upaya rehabilitasi anak terlantar di Papua Barat Daya. Program tersebut diharapkan mampu memperkuat peran pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Komite III DPD RI berharap hasil pengawasan kali ini dapat menghasilkan rekomendasi konkret bagi pemerintah pusat maupun daerah. Tujuannya, agar penguatan perlindungan konsumen dapat berjalan seiring dengan peningkatan daya saing produk lokal, menciptakan perdagangan yang transparan, serta mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.
“Papua Barat Daya memiliki potensi besar untuk berkembang. Namun, potensi itu hanya bisa diwujudkan jika ada kebijakan yang berpihak pada masyarakat dan pelaku usaha lokal,” pungkas Lia Istifhama, senator asal Jawa Timur.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin










