Kompak, Gabungan Insan Pers, Inpersma Menolak RUU Penyiaran

PERS
Kalangan organisasi pers dan masyarakat, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyatakan pada Selasa (28/5/2024)

SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Sekelompok massa yang tergabung dalam Insan Pers dan Mahasiswa (Inpersma) menggelar aksi protes menolak upaya pembungkaman kebebasan pers melalui Revisi Undang-undang (RUU) Penyiaran.

Sebagaimana diketahui, pada hari ini, Rabu (29/5/2024), DPR RI bersama Pemerintah dijadwalkan akan mengesahkan RUU Penyiaran. Namun, melihat banyaknya aksi penolakan dari kalangan organisasi pers dan masyarakat, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyatakan pada Selasa (28/5/2024) bahwa pembahasan RUU Penyiaran akan ditunda.

Bacaan Lainnya

Penolakan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk para jurnalis, muncul karena draft RUU Penyiaran mengandung pasal-pasal yang dianggap dapat mengancam kebebasan pers dalam mengumpulkan dan menyebarkan informasi kepada publik.

Aksi yang dilakukan oleh Inpersma Surabaya menegaskan bahwa aktivis media dan mahasiswa tidak akan diam terhadap rencana-rencana yang mencoba membatasi kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi kepada publik secara bertanggung jawab.

Aksi ini diikuti oleh berbagai wartawan dari berbagai kelompok kerja (Pokja) seperti Pokja Jurnalis Dewan Surabaya (Judes), Pokja Taman Surya (Potas), serta organisasi wartawan seperti Aliansi Wartawan Surabaya (AWS), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Surabaya, kelompok-kelompok pers mahasiswa, dan sejumlah elemen lainnya. Mereka semua menolak RUU Penyiaran yang berisi pasal-pasal yang mengancam kebebasan pers dan menuntut pembatalan pasal-pasal yang merugikan kerja-kerja pers dalam menyampaikan informasi kepada publik.

Terlebih lagi, Dewan Pers menyatakan bahwa pembahasan draft RUU Penyiaran ini tidak melibatkan organisasi wartawan.

Maulana, salah satu Koordinator Aksi, menyatakan bahwa hal ini menjadi masalah serius karena pers dianggap sebagai salah satu pilar demokrasi, namun tidak dilibatkan dalam merancang kebijakan yang berkaitan dengan profesi insan pers.

“Demokrasi tanpa kebebasan pers mustahil bisa berjalan dengan baik dan sehat,” ujar Ketua Pokja Jurnalis Dewan Surabaya tersebut.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua SMSI Kota Surabaya, Iskandar Pribowo, menambahkan bahwa nurani para anggota DPR dan pejabat pemerintah seharusnya tergerak untuk berpikir logis.

“RUU ini sangat rawan dijadikan alat pengekangan bagi jurnalis dalam menyampaikan informasi sesuai fakta yang ada di lapangan. Ini tidak sehat bagi kemajuan suatu bangsa,” tegasnya.

Sementara itu, Koordinator Aksi Pokja Taman Surya, Robi Julianto, mendesak pemerintah dan DPR untuk membatalkan RUU Penyiaran karena akan membatasi ruang gerak pers dalam menyajikan informasi.

“Ini bisa merugikan masyarakat dalam mendapatkan informasi, terlebih ada pasal yang melarang peliputan investigasi,” kata dia.

Bambang dari Aliansi Wartawan Surabaya (AWS) menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal perkembangan RUU Penyiaran yang saat ini ditunda pembahasannya.

“Yo ojok ditunda tok rek, dibatalne sekalian (ya jangan hanya ditunda, dibatalkan sekalian),” harapnya.

Diketahui, terdapat lima poin bermasalah dalam draf RUU Penyiaran tertanggal 27 Maret yang dikritik publik. Pertama, Pasal 8A huruf (q) yang menyebutkan bahwa KPI berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran, yang tumpang tindih dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyatakan bahwa sengketa pers seharusnya diselesaikan oleh Dewan Pers.

Kedua, Pasal 42 ayat 2 yang serupa dengan Pasal 8A huruf q, menyebut bahwa sengketa jurnalistik diurusi oleh KPI, sedangkan berdasarkan UU Pers, penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan oleh Dewan Pers.

Ketiga, Pasal 50 B ayat 2 huruf (c), yang menjadi pasal paling disorot karena melarang adanya penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi. Kemudian Pasal 50B ayat 2 huruf (k) melarang membuat konten siaran yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik.

Terakhir, Pasal 51 huruf E yang juga tumpang tindih dengan UU Pers, mengatur bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di pengadilan.

“Sengketa yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 51 huruf E.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *