GRESIK, RadarBangsa.co.id – Informasi terkait aktivitas galian C di area waduk (embung) Desa Pucung, yang terletak di sebelah timur pemukiman warga Dusun Kampung, semakin ramai diperbincangkan. Hasil penelusuran mengungkapkan bahwa tanah hasil penggalian dari pendalaman waduk ini dimanfaatkan untuk kebutuhan urug, baik untuk tanah pekarangan warga maupun dikirim ke luar wilayah desa.
Beberapa warga Desa Pucung, terutama anggota kelompok tani (poktan) di Dusun Kampung, mengonfirmasi adanya aktivitas ini. Seorang warga yang enggan disebut namanya membenarkan, “Kami memang membutuhkan air untuk lahan pertanian, khususnya saat musim tanam kedua dalam satu tahun,” ujarnya.
Pendalaman waduk, yang bertujuan meningkatkan daya tampung air untuk irigasi pertanian, dirasa cukup bermanfaat bagi para petani setempat.
Namun, warga juga menyebut bahwa tanah urug dari pendalaman waduk sepenuhnya dikelola oleh investor swasta karena tidak ada anggaran desa untuk biaya operasional, termasuk penggunaan alat berat dan transportasi.
“Warga yang membutuhkan urug untuk pekarangan harus membayar biaya jasa angkut dan alat berat, dihitung per dump truk dengan tarif antara Rp120.000 hingga Rp150.000 per rit, tergantung jarak,” ungkap warga lainnya.
Meski ada manfaat, dampak negatif dari aktivitas ini pun tidak bisa diabaikan. Lalu lintas kendaraan berat menyebabkan kerusakan pada jalan paving desa, menimbulkan kesenjangan sosial, dan memunculkan kekhawatiran atas pengelolaan hasil tanah yang dijual ke luar wilayah.
Hasil investigasi menunjukkan bahwa tanah urug dari waduk Desa Pucung telah dijual ke sebuah perusahaan properti di Desa Kedung Pring dengan nilai yang cukup signifikan, mencapai Rp400 juta. Beberapa investor swasta, yang berinisial S dan M, mengakui keterlibatan mereka dalam proyek ini. “Kami melakukan pendalaman waduk atas permintaan warga poktan untuk meningkatkan produktivitas pertanian,” ujar salah satu investor.
Namun, keberadaan waduk ini sebenarnya berada di atas tanah kas desa (TKD) yang seharusnya digunakan untuk kepentingan umum. Kepala Desa Pucung, Khoirul Anam, saat dikonfirmasi, pada Rabu (13/11), memilih tidak banyak berkomentar. “Kawan-kawan media bisa langsung ke lokasi untuk berbicara dengan investor dan pelaksana,” ujarnya singkat.
Dari pengumpulan informasi yang dilakukan, diketahui bahwa aktivitas ini melibatkan banyak pihak, mulai dari warga kelompok tani, investor, hingga pengembang properti. Beberapa pihak mempertanyakan legalitas penjualan tanah urug tersebut, mengingat tanah waduk adalah aset pemerintah desa yang seharusnya dimanfaatkan sesuai peraturan.
Penggunaan hasil dari galian C ini, meskipun atas nama peningkatan produktivitas pertanian, dinilai belum tentu sepenuhnya sesuai dengan regulasi yang berlaku. Ada pula isu terkait dampak lalu lintas yang diakibatkan oleh truk pengangkut tanah dan izin usaha para investor yang perlu ditinjau.
Penting untuk dilakukan kajian lebih mendalam mengenai manfaat dan kerugian dari aktivitas ini. Dampak positif, seperti peningkatan kapasitas waduk, harus diimbangi dengan perhatian terhadap dampak negatifnya, termasuk kemungkinan pelanggaran hukum terkait penjualan hasil tanah urug. Penegakan hukum yang adil, tanpa memihak, harus diterapkan jika terbukti ada pelanggaran yang memenuhi unsur pidana.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin