Kupat Jembut, Tradisi Perayaan Syawalan Khas Semarang

- Redaksi

Sabtu, 29 April 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kupat Jembut (Dok foto Oki/RadarBangsa.co.id)

Kupat Jembut (Dok foto Oki/RadarBangsa.co.id)

SEMARANG, RadarBangsa.co.id – Usai perayaan Idulfitri, perayaan Syawalan dimulai. Sejumlah daerah di Jawa Tengah pun mulai mempersiapkan perayaan tersebut dengan berbagai tradisi.

Perayaan syawalan ini dikenal juga dengan nama lebaran ketupat (kupat dalam bahasa Jawa). Yang unik, di Semarang terdapat sebuah tradisi syawalan yang disebut tradisi kupat jembut.

Lebaran di Kota Semarang rasanya tak lengkap dengan hidangan lebaran yang satu ini. Meski namanya bikin salah fokus, namun menu kuliner yang satu ini sangat mahsyur di Semarang. Apa itu? Ya, namanya Kupat Jembut.

Kupat ini dibuat dari bungkus daun kelapa muda (janur) atau di Semarang itu dari daun bambu muda. Ketupat kan bentuknya segi empat lalu dibelah diagonal tapi enggak putus. Lalu di dalamnya disisipkan toge dimasukkan ke situ jadi tampilannya seperti organ kelamin perempuan.
Awalnya, isian ketupat hanyalah toge karena saat awal tradisi ini dimulai warga hanya punya toge untuk jadi isian ketupat. Dalam perkembangannya tambahan kubis (kol) dan kacang-kacangan.

Baca Juga  Pemuda Pancasila PAC Semarang Tengah Istiqomah, Adakan Kegiatan Jum'at Berkah

Karena di dalamnya sudah ada sayur dan bumbu,kupat jembut ini sudah terasa lezat meski tak ditambahkan opor ayam atau sayur bersantan lainnya.

Kupat Jembut ini biasanya dibagikan saat perayaan syawalan di Tanjungsari, Pedurungan, Semarang. Tanpa bermaksud negatif, Kupat Jembut ini hanyalah salah satu jenis ketupat yang berisi sayuran kecambah atau taoge dan sambal kelapa di dalamnya.

Adapun filosofi taoge dan sambal kelapa dimaksudkan untuk melambangkan sebuah kesederhanaan dalam hidup dengan tidak melulu kemewah-mewahan. Sedangkan dibelah tengah dan dimasukkan isi dimaksudkan bahwa antar warga sudah saling melepas kesalahan.

Meski namanya membuat salah fokus, tradisi kuliner ini ternyata sudah mengakar di Kampung Tanjungsari, Pedurungan Tengah, Semarang sejak puluhan tahun lalu atau sekitar tahun 1950 silam.

Baca Juga  Peran dan Fungsi Lembaga Investigasi Negara 'LIN' Sebagai Kontrol Sosial dan Mitra Pemerintah

Keberadaan Kupat Jembut merupakan wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas berkah yang diberikan selama bulan Ramadhan.

Kupat Jembut merupakan sebuah simbol kesederhanaan. Sebab, kupat tersebut digunakan untuk merayakan Syawalan, tanpa opor sebagaimana tradisi di Jawa yang identik dengan lontong opor. Mengingat pembuatan kupat ini jelas lebih murah dibanding untuk membuat lontong opor.

Uniknya, tradisi kupat ini hanya ada sekali dalam setahun di Kota Semarang. Lebih tepatnya pada hari H+7 Lebaran atau Idul Fitri.

Dalam perkembangannya, untuk THR anak-anak, beberapa orang juga kerap menyelipkan uang ke dalam ketupat jembut ini. Ketupat ini pun dibagikan ke anak-anak dan mereka akan berebut untuk mendapatkannya.

Tradisi menyisipkan uang dalam kupat jembut ini dimulai sejak tahun 2000. Bukan cuma untuk memeriahkan perayaan, tapi pemberian uang ini juga dimaknai sebagai sedekah dan ungkapan syukur atas rahmat Allah Swt sekaligus untuk pelengkap ibadah puasa.

Baca Juga  Memperingati Maulid Nabi, Begini Tradisi Orang Madura Merayakanya

Ketupat tersebut dibagikan untuk orang dewasa dan anak-anak. Uniknya ada juga warga yang mengisi ketupat dengan uang receh. Anak-anak yang berebut pun gembira dan saling bersaing mendapatkan ketupat serta uang terbanyak.

Memang banyak versi penyebutan nama kupat tersebut. Namun, karena kampung Tanjungsari Pedurungan Tengah ini lebih lebih religius, lebih nyaman menyebut Kupat Tauge daripada Kupat Jembut.

Tradisi unik ini tak hanya di Kampung Tanjungsari.

Di sejumlah titik di Kelurahan Pedurungan Tengah juga menggelar hal serupa termasuk di daerah Tanjungsari atau daerah yang berada di sisi timur Kota Semarang.

Berita Terkait

Grand Final Raka Raki Jatim 2024, Pj Gubernur Adhy Dorong Promosi Wisata Digital Lebih Gencar
Disparbudpora Bondowoso Peringati Hari Batik dan Kopi Internasional
Hari Batik Nasional 2024, Khofifah Dorong Masyarakat untuk Bangga Berbatik
Pemkab Pasuruan Wajibkan Batik Nasional 1-4 Oktober
Pembukaan Ceremoni Festival Maulid 2024 Diwarnai Seni Budaya
Desa Setro Gresik Rayakan Sedekah Bumi dengan Jalan Sehat Berhadiah
Maulid Nabi dan Tasyakuran di Desa Pangreh Sidoarjo Meriah
RW 03 Lempongsari Semarang Gelar Pengajian Maulid Nabi
Tag :

Berita Terkait

Minggu, 6 Oktober 2024 - 11:49 WIB

Grand Final Raka Raki Jatim 2024, Pj Gubernur Adhy Dorong Promosi Wisata Digital Lebih Gencar

Kamis, 3 Oktober 2024 - 10:51 WIB

Disparbudpora Bondowoso Peringati Hari Batik dan Kopi Internasional

Rabu, 2 Oktober 2024 - 08:57 WIB

Hari Batik Nasional 2024, Khofifah Dorong Masyarakat untuk Bangga Berbatik

Rabu, 2 Oktober 2024 - 07:34 WIB

Pemkab Pasuruan Wajibkan Batik Nasional 1-4 Oktober

Selasa, 1 Oktober 2024 - 14:49 WIB

Pembukaan Ceremoni Festival Maulid 2024 Diwarnai Seni Budaya

Berita Terbaru

Para peserta berpose bersama Pengurus DPC Peradi SAI Sidoarjo seusai pelaksanaan UPA perdana (Foto : FYW)

Hukum - Kriminal

Ujian Profesi Advokat Perdana Sukses Digelar Peradi SAI Sidoarjo Raya

Minggu, 6 Okt 2024 - 16:55 WIB

Gaya Hidup

Sound of Ijen Caldera Bondowoso Hadirkan D’Bagindas

Minggu, 6 Okt 2024 - 11:40 WIB