JAKARTA, RadarBangsa.co.id – Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Dr. Lia Istifhama, menyampaikan laporan terkait jaring aspirasi yang telah diselesaikan pada masa reses kedua yang berakhir pada 12 Januari 2025. Dalam Sidang Paripurna pada (14/1/2025), Lia Istifhama, yang mewakili Dapil Jawa Timur, memberikan penjelasan mengenai berbagai isu terkait Upah Minimum Provinsi (UMP) dan keberdayaan ekonomi daerah, serta dampaknya pada sektor ketenagakerjaan.
Lia menyampaikan, dalam konteks penerapan UMP 2025, Provinsi Jawa Timur sudah mencerminkan keterlibatan pemerintah daerah bersama serikat pekerja dalam penetapan upah, dengan memperhatikan asas keadilan. Meskipun demikian, ia juga mengakui adanya potensi mispersepsi antara perusahaan dan pekerja, terutama di sektor manufaktur padat karya. Oleh karena itu, penting untuk terus melakukan sosialisasi yang menyeluruh agar kenaikan UMP sebesar 6,5 persen bisa diterima sebagai bagian dari peningkatan produktivitas kerja yang saling menguntungkan.
Selain itu, Lia juga mengangkat masalah perbedaan kebutuhan hidup layak (KHL) antara daerah. Ia menyoroti ketimpangan ekonomi yang ada di beberapa daerah, yang menyebabkan penetapan UMP tidak selalu mencerminkan kenaikan biaya hidup yang sejajar dengan inflasi dan harga barang pokok. Dia mengingatkan bahwa keberdayaan ekonomi daerah sangat penting dalam menahan inflasi dan meminimalisir kecemburuan sosial antar daerah.
Lia juga mengungkapkan dampak dari ketimpangan ekonomi ini terhadap mobilitas tenaga kerja antar wilayah. Menurutnya, perbedaan signifikan dalam penetapan UMP di beberapa daerah dapat memicu gelombang mobilitas tenaga kerja, yang sering kali bertentangan dengan prinsip pemerataan ekonomi dan penguatan potensi lokal. Hal ini terutama terjadi pada daerah yang dianggap tidak mampu menawarkan pekerjaan dengan upah yang cukup tinggi, memaksa warganya untuk mencari peluang di provinsi lain meskipun dengan biaya hidup yang lebih tinggi.
Lebih lanjut, Lia membahas masalah sentralisasi gelombang kerja yang terjadi akibat kemampuan fiskal daerah yang terbatas. Dia menegaskan bahwa perubahan skema bagi hasil pajak kendaraan bermotor (opsen PKB) dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berdampak negatif pada pendapatan daerah, terutama di provinsi dengan populasi kendaraan bermotor yang sedikit. Hal ini semakin memperburuk ketimpangan pendapatan antar daerah dan memperkuat sentralisasi gelombang tenaga kerja pada wilayah tertentu.
Di sisi lain, Lia menekankan pentingnya peningkatan produktivitas kerja agar sektor usaha tidak terhambat oleh potensi turunnya investasi, yang dapat terjadi akibat penyeragaman UMP yang lebih tinggi. Ia berharap agar produktivitas kerja semakin menjadi budaya di kalangan tenaga kerja dan perusahaan, sehingga kesejahteraan pekerja dapat terjamin tanpa mengorbankan kelangsungan usaha.
“Penerapan UMP yang mencakup banyak sektor industri di Jawa Timur akan mempercepat pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Semua pihak harus bekerja sama untuk menciptakan budaya kerja yang berkelanjutan, di mana produktivitas semakin meningkat, perusahaan berkembang, dan kesejahteraan tenaga kerja semakin terjamin,” tutupnya.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin