Menjadi Orang yang Resiliens atau Gigih Menghadapi Perubahan Normal Baru

Oleh : Sri Andiani

Sahabat Chaakra, saat ini kita sudah memasuki ke dalam normal baru. Kita sudah pernah mengalami perubahan yang diakibatkan oleh Covid-19, PSBB tetapi masih belum berjalan 4 bulan, kita dituntut untuk berubah lagi dengan cepat karena imbauan Presiden RI, pak Joko Widodo untuk memasuki era Normal Baru.

Bacaan Lainnya

Perubahan ini tentunya tidak mudah dan dapat menyebakan stres, cemas, dan perasaan negatif lainnya. Disinilah pentingnya resiliensi atau kegigihan, agar mampu menghadapi perubahan ini.

Apakah itu kegigihan atau resiliensi? Resiliensi adalah sumber daya psikologis yang dapat memberikan kekuatan pada orang di saat mengalami situasi yang sulit atau keterpurukan (Walker F.R,, dkk, 2016 dalam Cherry, 2019).

Resiliensi juga dapat dikatakan sebagai proses adaptasi dalam menghadapi perubahan, trauma, tragedi, ancaman atau sumber-sumber yang menyebabkan stres seperti masalah keluarga, finansial, kesehatan, atau pekerjaan (APA, 2020).

Sifat resiliensi dapat dikembangkan oleh semua orang karena resiliensi melibatkan perilaku, pola pikir dan tindakan yang bisa dipelajari dan dikembangkan (APA, 2020), serta dapat beradaptasi dan berubah sejalan dengan perubahan waktu dan lingkungan (Hendriani, 2018).

Ketika orang memiliki resiliensi, mereka akan mampu menghadapi perubahan normal baru tanpa menggunakan solusi yang tidak sehat seperti menghindari masalah dan sebagainya.

Namun hal ini tidak berarti orang yang resiliensi tersebut tidak mengalami stres, sedih, atau cemas, namun mereka mampu menghadapi situasi yang sulit dan mengubahnya menjadi momen untuk mengembangkan dirinya (Cherry, 2019).

Berbeda dengan orang yang tidak resiliensi yang cenderung lebih lambat beradaptasi di perubahan situasi normal baru.

Namun, mengembangkan resiliensi membutuhkan waktu dan niat (APA, 2020), tidak seperti saklar lampu yang hanya dengan menekan tombol, dapat mengubah kondisi ruangan menjadi terang dari gelap. Dalam mengembangkan sifat resiliensi, hal yang perlu diperhatikan adalah empat komponen utama (APA, 2020, Cherry, 2020), yaitu:

1. Gunakan pola pikir yang sehat
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah menerima bahwa perubahan itu sedang terjadi dan diluar kendali manusia, sehingga hal yang dapat dilakukan adalah beradaptasi di tengah perubahan tersebut.

Kemudian belajar untuk bersikap optimis dan melihat perubahan dari sisi positif. Bersikap optimis tidak berarti menghindari masalah dan hanya berfokus pada dampak normal baru yang positif, namun memahami bahwa situasi sulit akibat perubahan ke normal baru adalah sesuatu yang sementara dan kita punya alat-alat untuk menghadapi perubahan ini.

2. Membangun jaringan pertemanan
Sangat penting untuk dapat memiliki orang yang dipercaya untuk saling berdiskusi atau saling curhat mengenai masalah yang dialami, memiliki orang yang dapat saling mendukung di situasi sulit.

Selain itu, aktivitas sosial seperti berdonasi, membantu sesama pun dapat mengembangkan harapan, dukungan emosional, dan kebahagiaan atau sense of purpose yang dapat membantu bertahan di situasi sulit di normal baru ini.

3. Jaga kesehatan fisik dan mental
Jaga kesehatan badan dengan mengonsumsi makanan dan minuman yang sehat dan bergizi, berolahraga dan istirahat secukupnya.

Selain itu, kesehatan mental dapat dilakukan dengan cara melatih mindfulness dengan cara menulis jurnal atau diari, melakukan yoga, meditasi atau berdoa kepada Tuhan YME. Serta hindari solusi penyelesaian negatif seperti minum alkohol, mengonsumsi narkoba, melukai diri sendiri dan sebagainya.

4. Cari tujuan yang bermakna
Dengan adanya tujuan yang bermakna maka akan lebih mudah dalam menghadapi perubahan normal baru. Memiliki tujuan pun dapat mengurangi perasaaan kewalahan di normal baru.

Caranya dapat dengan terlibat dalam komunitas, saling berdonasi, membantu orang lain, melakukan aktivitas yang bermakna, mengembangkan potensi diri dan sebagainya.

5. Meminta bantuan
Terdengar sepele namun tidak semua orang berani meminta bantuan ketika berada dalam situasi sulit karena vervafai alasan. Namun meminta bantuan kepada orang lain tidak berarti kita lemah atau tidak bisa melakukan apapun.

Justru dengan meminta bantuan orang lain, kita dapat mengembangkan diri ke arah positif dan segera menyelesaikan permasalahan yang dialami.

*Penulis adalah Asisten Konsultan Chaakra Consulting.

Referensi:
1. Cherry, K. (2020). 10 Ways to become more resilient. (Morin, A, Ed).  VeryWellMind. https://www.verywellmind.com/ways-to-become-more-resilient-2795063
2. Cherry, K (2019). What is Resilience?. (Morin, A, Ed). VeryWellMind. https://www.verywellmind.com/what-is-resilience-2795059#citation-2
3. APA (2020). Building your resilience. American Psychological Association. https://www.apa.org/topics/resilience
4. Hendriani, W. (2018). Positive Meaning: The Typical Coping of Resilient Person towards Changing Conditions Become Individual with Disability. Indonesian Journal of Disability Studies (IJDS) 2018: Vol. 5(2): PP 157- 165. e-ISSN 2654-4148

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *