SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Menurunnya minat generasi muda untuk menjadi guru menjadi perhatian serius kalangan pendidikan dan parlemen. Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Lia Istifhama, menilai tren tersebut harus dijawab dengan langkah konkret yang menyentuh kesejahteraan dan martabat profesi pendidik.
Data Balitbang Kemendikbud pada 2019 mencatat, hanya 11 persen siswa peserta Ujian Nasional yang menyatakan minat menjadi guru. Angket tersebut diisi oleh lebih dari 500 ribu siswa dari 8.549 sekolah SMA/MA di seluruh Indonesia. Angka itu menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam persepsi publik terhadap profesi guru.
“Guru bukan sekadar pengajar, tapi pembentuk karakter, peradaban, dan arah bangsa. Maka negara wajib hadir dengan sistem yang membuat profesi ini terhormat secara sosial dan sejahtera secara ekonomi,” ujar Lia Istifhama, senator Jawa Timur yang akrab disapa Ning Lia, dalam keterangannya.
Ning Lia menilai, kampanye untuk mencintai profesi guru tidak cukup tanpa kebijakan afirmatif. Ia menawarkan sejumlah gagasan strategis, di antaranya penerapan sistem zonasi guru berbasis wilayah untuk pemerataan tenaga pendidik sesuai daerah asal. Menurutnya, penempatan yang lebih dekat dengan tempat tinggal bisa mengurangi kemacetan, kelelahan di perjalanan, hingga menjaga kestabilan emosi guru saat mengajar.
Selain itu, ia juga mendorong pemerintah daerah untuk menyediakan rumah dinas bagi para guru, terutama di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Fasilitas tempat tinggal yang layak, katanya, bisa membantu guru fokus dalam menjalankan tugasnya.
Terkait penghasilan, Ning Lia menegaskan perlunya standarisasi gaji yang layak dan setara dengan profesi lain. Ia menyoroti fakta bahwa masih banyak guru, terutama di sekolah swasta dan madrasah, yang menerima gaji di bawah standar upah minimum daerah.
“Di beberapa daerah ada guru yang gajinya cuma Rp300 ribu atau Rp400 ribu per bulan. Buat beli beras, bayar listrik, atau air saja tidak cukup. Kalau kesejahteraan guru dijamin dan pengakuan sosialnya tinggi, profesi ini pasti kembali diminati,” ucapnya.
Selain solusi struktural, Ning Lia juga menyoroti perlunya perubahan kultural untuk mengembalikan penghargaan masyarakat terhadap profesi guru. Menurutnya, sekolah, kampus, dan media harus aktif membangun narasi positif tentang peran guru sebagai garda terdepan pembangunan bangsa.
“Negara maju bukan diukur dari banyaknya gedung tinggi, tapi dari seberapa besar masyarakat menghargai gurunya,” tegas Ning Lia.
Putri tokoh NU KH Maskur Hasyim ini berharap pemerintah pusat dan daerah bersinergi memperkuat pembinaan calon guru melalui lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK).
“Kalau negara serius memperkuat martabat guru, maka kita sedang memperkuat fondasi masa depan bangsa,” pungkas Ning Lia.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin