SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Wajahnya tak asing bagi masyarakat Jawa Timur, terlebih bagi para aktivis muda dan kalangan akademisi. Dr. Lia Istifhama, M.E.I., perempuan berhijab yang dikenal dengan sapaan akrab Ning Lia, kembali menunjukkan bahwa politik bukan hanya tentang wacana dan rapat-rapat di ruang ber-AC. Baginya, politik adalah mendengarkan, berdialog, dan bergerak bersama masyarakat.
Kamis malam, 24 April 2025, aula Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Taruna Surabaya menjadi saksi keseriusan Ning Lia dalam menyuarakan aspirasi rakyat. Melalui kegiatan Penyerapan Aspirasi Masyarakat (ASMAS) yang merupakan program Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Ning Lia menghadirkan diskusi bertema “Ekonomi Kerakyatan yang Berkeadilan”.
Lebih dari 150 peserta hadir dalam forum itu. Mereka datang dari berbagai elemen: mahasiswa, akademisi, aktivis organisasi kemasyarakatan, pelaku UMKM, dan relawan “Sahabat Ning Lia” dari berbagai wilayah di Jawa Timur. Di tengah kesibukan Jakarta, kehadiran seorang senator di forum semacam ini menunjukkan keberpihakan yang jarang—yakni kesediaan turun tangan langsung menyimak suara rakyat.
Dengan senyum khasnya yang hangat, Ning Lia membuka forum bukan sebagai pejabat, melainkan sebagai sahabat diskusi. “Saya ingin forum ini menjadi ruang kita bersama, bukan sekadar mendengar keluhan, tapi juga menemukan arah dan solusi bersama,” ucapnya dari podium.
Tema yang diangkat malam itu bukan tanpa sebab. Sebagai anggota Komite III DPD RI, Ning Lia menaruh perhatian besar pada isu keadilan sosial, kesejahteraan masyarakat, dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Dalam pandangannya, ekonomi kerakyatan tak boleh berhenti di tataran retorika. Negara, kata dia, harus hadir nyata dalam kebijakan publik dan praktik pembangunan yang menyentuh akar rumput.
“Ekonomi kerakyatan bukan sekadar jargon,” ujarnya tegas. “Kesejahteraan bukan milik segelintir elite. Ia harus menjangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama mereka yang kerap dilupakan: para pelaku usaha kecil, petani, nelayan, dan perempuan pelaku UMKM.”
Pernyataan itu disambut tepuk tangan peserta. Forum pun mengalir. Satu per satu peserta menyampaikan keluh kesah. Tentang sulitnya mengakses permodalan, minimnya pelatihan keterampilan, dan ketimpangan akses digital yang membuat UMKM sulit berkembang di era teknologi. Ning Lia mendengarkan, mencatat, dan merespons dengan sabar. Ia menjelaskan bahwa banyak dari tantangan itu kini sedang dibahas dalam pengawasan legislatif di DPD maupun MPR.
Ia juga mengajak masyarakat untuk tidak hanya menunggu, tetapi juga aktif membangun sinergi dan kolaborasi antar-daerah. “Saya mendorong agar produk lokal tidak hanya berjaya di kampung sendiri, tapi bisa bersaing secara nasional. Untuk itu, kerja sama antarwilayah sangat penting,” ujarnya.
Satu isu penting yang mengemuka adalah maraknya investasi ilegal dan pinjaman online (pinjol) ilegal yang menjebak masyarakat, khususnya di daerah. Ning Lia mengungkapkan keprihatinannya terhadap maraknya kasus penipuan berkedok investasi yang menyasar masyarakat dengan iming-iming keuntungan cepat.
“Kita harus cerdas. Jangan mudah tergoda janji investasi dengan keuntungan tinggi dalam waktu singkat. Saya selalu menekankan agar masyarakat waspada terhadap investasi bodong dan pinjol ilegal,” kata Ning Lia mengingatkan.
Sebagai bentuk edukasi langsung, ia turut menghadirkan praktisi investasi, Choirul Anam, S.Pd., M.M., untuk memberikan pembekalan kepada peserta. Dalam paparannya, Anam menjelaskan pentingnya literasi keuangan sejak dini agar masyarakat tidak terjerat jebakan investasi ilegal.
“Investasi itu penting, tapi literasi harus lebih dulu. Banyak masyarakat tergiur iming-iming tanpa memahami risiko dan legalitasnya. Ini tugas kita bersama, termasuk negara, untuk menghadirkan edukasi yang masif,” ujar Anam.
Ia juga menyinggung soal ketimpangan akses ke pasar keuangan dan pentingnya pelatihan keuangan sederhana bagi pelaku UMKM agar bisa naik kelas.
Malam semakin larut, tetapi semangat peserta tak surut. Dialog yang berlangsung selama hampir tiga jam itu ditutup dengan janji Ning Lia untuk membawa seluruh aspirasi yang terkumpul ke dalam laporan resmi kepada MPR RI. “Kegiatan ini bukan seremonial. Apa yang kita bicarakan malam ini akan saya bawa ke rapat-rapat MPR. Ini bagian dari tugas moral saya sebagai wakil masyarakat,” tegasnya.
Ning Lia pun mengajak seluruh peserta untuk terus menjaga semangat kolaborasi dan optimisme. Ia mengutip nilai luhur dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai pijakan dalam memperjuangkan sistem ekonomi yang adil dan berpihak pada rakyat.
“Ekonomi yang adil dan berpihak pada rakyat bukan utopia. Itu amanat konstitusi kita. Mari kita kawal bersama, berkolaborasi bersama, dan menjadikannya kenyataan,” pungkasnya.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin