Pembaruan Hukum Pidana, Prof Tongat Bocorkan Fakta

- Redaksi

Sabtu, 26 April 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Prof. Dr. Tongat membahas pembaruan hukum acara pidana dalam FGD di Fakultas Hukum UMM.

Prof. Dr. Tongat membahas pembaruan hukum acara pidana dalam FGD di Fakultas Hukum UMM.

KOTA MALANG, RadarBangsa.co.id – Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Optimalisasi Kinerja Lembaga Penegak Hukum Melalui Pembaharuan Hukum Acara Pidana” pada Sabtu, (26/4/ 2025). Acara yang berlangsung di lantai 8 Gedung GKB IV UMM ini dihadiri oleh berbagai elemen akademisi dan praktisi hukum, serta menghadirkan Prof. Dr. Tongat, SH., MHum sebagai narasumber utama.

Dalam pemaparannya, Prof. Tongat yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum UMM, menekankan pentingnya pembaruan hukum acara pidana, khususnya dalam konteks Konsiderans Bagian Menimbang Huruf C Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) versi 3 Maret 2025. Pembaruan ini, menurut Prof. Tongat, bertujuan untuk menjamin hak-hak tersangka, terdakwa, terpidana, saksi, dan korban serta memperkuat fungsi dan wewenang aparat penegak hukum agar selaras dengan dinamika ketatanegaraan, perkembangan teknologi informasi, dan konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia.

“Pembaruan tersebut perlu dilakukan untuk mengakomodasi kebutuhan hukum yang lebih adil, transparan, dan efisien di masa depan,” ujar Prof. Tongat.

Lebih lanjut, Prof. Tongat menjelaskan bahwa dalam konteks pembaruan hukum acara pidana, Asas Diferensiasi Fungsional menjadi salah satu konsep utama yang perlu diperhatikan. Menurutnya, asas ini mencakup pembagian tugas berdasarkan fungsi spesifik dalam sistem peradilan pidana, hubungan antar elemen yang bekerja secara terpisah namun saling bergantung, dan distribusi tugas antar lembaga atau unit untuk memaksimalkan efisiensi dan efektivitas.

“Diferensiasi wewenang antara lembaga-lembaga hukum sangat penting untuk mencegah tumpang tindih kewenangan dan memastikan setiap aparat penegak hukum memahami batas tugasnya,” kata Prof. Tongat. Hal ini, menurutnya, sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 28/PUU-V/2007 yang menekankan pentingnya harmonisasi dan keterpaduan fungsi antar aparat hukum.

Dalam sesi diskusi tersebut, Prof. Tongat juga menyoroti konsep “Polisi Justisi” yang tercantum dalam Pasal 38 ayat (1) Herzien Inlandsch Reglement (HIR). Polisi justisi, menurutnya, merupakan bentuk kerja represif kepolisian dalam membantu tugas kehakiman, termasuk dalam penyidikan, penangkapan, pemeriksaan, dan penuntutan pidana. Konsep ini, jelas Prof. Tongat, memperlihatkan pentingnya keterlibatan kepolisian dalam proses penegakan hukum secara prosedural.

Mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 1 RKUHAP, Prof. Tongat menyimpulkan bahwa rancangan KUHAP versi terbaru telah memodifikasi Asas Diferensiasi Fungsional dalam sistem peradilan pidana. Salah satu contoh modifikasi tersebut terdapat dalam Pasal 8 ayat (1) RKUHAP versi 21 Maret 2023 yang mengharuskan penyidik untuk berkoordinasi dengan penuntut umum dalam melakukan penyidikan.

Namun, Prof. Tongat menilai bahwa koordinasi yang terlalu dalam antara penyidik dan penuntut umum berpotensi mengurangi independensi penyidik sebagai organ yang seharusnya bekerja secara otonom dalam menjalankan fungsi penyelidikan dan penyidikan.

Di akhir sesi, Prof. Tongat mengingatkan pentingnya pengawasan horizontal antar lembaga penegak hukum, sesuai dengan Pasal 109 ayat (1) KUHAP. Ia menegaskan bahwa pengawasan yang jelas dan terstruktur antar lembaga hukum sangat diperlukan agar tidak terjadi ketidakpastian hukum atau dominasi satu institusi yang dapat mengancam independensi proses peradilan.

“Ketidakjelasan batas kewenangan antar lembaga penegak hukum bisa menyebabkan akumulasi kekuasaan dalam satu tangan, yang seperti kata Lord Acton: power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely,” ungkap Prof. Tongat.

Melalui FGD ini, Prof. Tongat mengajak semua pihak untuk mendukung dan mengawal pembaruan hukum acara pidana secara kritis dan konstruktif. Tujuannya, agar pembaruan hukum tetap menjaga asas diferensiasi fungsional, memperkuat pengawasan antar lembaga penegak hukum, dan memastikan tidak ada dominasi institusi tertentu yang dapat merusak independensi proses peradilan.

Penulis : Windu

Editor : Zainul Arifin

Berita Terkait

Polda Metro Jaya Selidiki Dugaan Penguasaan Tanah BMKG oleh Ormas GRIB Jaya
Jan Hwa Diana Jadi Tersangka, Begini Kronologi Nekat Menggelapkan 108 Ijazah Karyawan UD Sentoso Seal
Semarang Dibuat Gempar, Pelajar Konvoi Bawa Sajam
Pelaku Kekerasan Anak di Gresik Ditangkap Polisi
JNE dan UBAYA Bersinergi, Workshop ‘Inspirasi Tanpa Batas Vol. 2’ Jadi Ajang Kreativitas Mahasiswa
Polda Jateng Tangkap Enam Oknum Ormas di Semarang dan Blora
Polisi amankan dua remaja bawa clurit dan kapak diduga hendak tawuran di Kendal
Paguyuban Kades Bahurekso Gelar Kick Off Meeting Pendampingan Hukum Dana Desa Bareng Kejari Kendal

Berita Terkait

Sabtu, 24 Mei 2025 - 08:59 WIB

Polda Metro Jaya Selidiki Dugaan Penguasaan Tanah BMKG oleh Ormas GRIB Jaya

Jumat, 23 Mei 2025 - 19:53 WIB

Jan Hwa Diana Jadi Tersangka, Begini Kronologi Nekat Menggelapkan 108 Ijazah Karyawan UD Sentoso Seal

Jumat, 23 Mei 2025 - 17:46 WIB

Semarang Dibuat Gempar, Pelajar Konvoi Bawa Sajam

Jumat, 23 Mei 2025 - 11:47 WIB

Pelaku Kekerasan Anak di Gresik Ditangkap Polisi

Kamis, 22 Mei 2025 - 19:21 WIB

JNE dan UBAYA Bersinergi, Workshop ‘Inspirasi Tanpa Batas Vol. 2’ Jadi Ajang Kreativitas Mahasiswa

Berita Terbaru