SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) terus memperkuat upaya dalam menangani dan mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dalam tiga tahun terakhir, angka kekerasan pada perempuan dan anak menunjukkan penurunan yang signifikan berkat berbagai program dan langkah strategis.
Penjabat (Pj.) Gubernur Jawa Timur Adhy Karyono merinci data yang menunjukkan bahwa pada tahun 2022 terdapat 968 kasus kekerasan terhadap perempuan. Angka ini turun menjadi 802 kasus di tahun 2023 dan kembali menurun menjadi 640 kasus pada 2024, menghasilkan penurunan sebesar 33,2 persen selama tiga tahun. Adhy juga mengungkapkan bahwa penurunan kasus kekerasan pada anak mencapai 31,7 persen dalam periode yang sama, dengan angka kasus sebanyak 1.561 di tahun 2022, turun menjadi 1.386 pada 2023, dan 1.065 kasus pada 2024.
“Kita terus berupaya menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak secara holistik, demi mewujudkan provinsi yang aman dan nyaman bagi semua,” ungkap Adhy pada Rabu (30/10).
Menurut Adhy, keberhasilan ini tidak terlepas dari kolaborasi berbagai pihak serta langkah-langkah preventif dan penanganan yang simultan. Salah satu inisiatif Pemprov Jatim adalah pembentukan Satuan Tugas Penanganan Masalah Perempuan dan Anak (PMPA), serta Deklarasi 5 Stop yang meliputi: stop stunting, stop tanpa dokumen kependudukan, stop bullying kekerasan pada perempuan dan anak, stop pekerja anak, dan stop perkawinan dini.
Pemprov Jatim juga aktif memberikan advokasi dan sosialisasi kepada guru Bimbingan Konseling (BK) di sekolah menengah serta melalui forum anak Jawa Timur. “Kami juga memiliki sistem pelaporan on call di call center POS Sayang Perempuan dan Anak (SAPA) untuk menangani kasus bullying, perdagangan anak, pernikahan dini, eksploitasi seksual dan ekonomi, serta kekerasan lainnya,” tegasnya.
Selain SAPA, Pemprov Jatim mengoperasikan layanan pengaduan “Lapor Pak” melalui hotline dan WhatsApp yang mencakup seluruh proses mulai dari pengaduan hingga penanganan. Masyarakat juga bisa datang langsung ke kantor UPT Perlindungan Perempuan dan Anak di Surabaya untuk mendapatkan bantuan lebih lanjut.
“Lapor Pak melayani pengaduan masyarakat, penjangkauan korban, pengelolaan kasus, pendampingan, hingga pemberdayaan perempuan. Kami juga memiliki program Gaspol khusus untuk perempuan ojek online, untuk memastikan perlindungan bagi semua lapisan masyarakat,” ujar Adhy.
Di samping penanganan kasus, Pemprov Jatim juga memberikan bantuan modal usaha bagi perempuan dalam kondisi darurat serta dukungan bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Pemprov mendorong kabupaten/kota di Jawa Timur membentuk UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta Rencana Aksi Daerah (RAD) Pencegahan Perkawinan Anak guna memperluas jangkauan perlindungan dan pencegahan kekerasan.
Pentingnya upaya preventif ini juga tercermin pada penurunan signifikan angka dispensasi kawin dalam dua tahun terakhir. Pada jenjang SD, angka dispensasi kawin turun dari 3.339 kasus pada 2023 menjadi 1.867 kasus pada 2024, sedangkan pada jenjang SMP turun dari 6.103 kasus menjadi 3.221 kasus, dan untuk jenjang SMA, dari 3.130 menjadi 1.686 kasus.
Adhy menekankan bahwa upaya menghentikan siklus kekerasan membutuhkan keterlibatan semua pihak, mulai dari individu, keluarga, hingga masyarakat luas. “Semua pihak harus menciptakan lingkungan yang aman bagi semua orang, serta berperan aktif dalam melaporkan indikasi kekerasan dan membantu mengurangi kerentanan pada anak,” tambahnya.
Berkat komitmen dan kolaborasi yang kuat, Pemprov Jatim berhasil meraih penghargaan “Provinsi Layak Anak” dengan peringkat Utama selama tiga tahun berturut-turut sejak 2021. Adhy menyatakan bahwa penghargaan ini mencerminkan dedikasi Jawa Timur dalam mewujudkan lingkungan yang ramah anak.
“Namun demikian, upaya preventif dan penanganan harus terus kita lakukan secara holistik dan strategis agar Jawa Timur benar-benar menjadi rumah yang aman bagi seluruh warga,” pungkas Adhy.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin