LAMONGAN, RadarBangsa.co.id – Masalah pengairan pertanian di wilayah Lamongan Selatan, terutama di Tikung, Sarirejo, dan Mantup, terus menjadi sorotan dan seharusnya menjadi salah satu isu penting yang diangkat dalam kontestasi pemilihan kepala daerah (Cagub dan Cabub) mendatang. Setiap tahunnya, petani di daerah ini merugi hingga miliaran rupiah akibat kurangnya pasokan air untuk irigasi. Masalah ini diperparah dengan nihilnya subsidi pertanian serta asuransi gagal panen yang efektif. Akibatnya, para petani sering kali mengalami kerugian besar tanpa adanya perlindungan yang memadai.
Wilayah Lamongan Selatan, termasuk kecamatan Tikung, Sarirejo, dan Mantup, dikenal sebagai daerah dengan potensi pertanian yang tinggi. Namun, keterbatasan air untuk irigasi menjadi tantangan utama. Setiap musim tanam, para petani harus menghadapi risiko kekeringan yang menyebabkan mereka gagal panen dan merugi secara ekonomi. Selain itu, mitigasi bencana gagal panen yang seharusnya menjadi salah satu upaya untuk melindungi petani juga dinilai tidak berjalan dengan baik.
“Sistem mitigasi bencana gagal panen saat ini benar-benar kacau. Kami sudah sering mengajukan bantuan, tetapi sering kali tidak mendapat tanggapan. Bahkan, asuransi pertanian yang dijanjikan seolah tidak ada. Ini sangat merugikan kami,” ungkap salah satu petani di Tikung saat menghubungi kantor redaksi RadarBangsa.co.id, Kamis (17/10).
Minimnya asuransi pertanian yang efektif dan subsidi untuk mendukung para petani di saat mereka mengalami kerugian membuat banyak petani merasa tidak dilindungi. Seharusnya, menurut para petani, pemerintah lebih fokus memberikan perlindungan yang nyata, terutama dalam bentuk asuransi dan bantuan langsung yang tepat sasaran.
Selain masalah pengairan, peran Dinas Pertanian juga dinilai kurang maksimal dalam membantu para petani di Lamongan Selatan. Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah kurangnya informasi mengenai perkiraan cuaca dan iklim untuk beberapa bulan ke depan, yang sangat penting bagi petani untuk merencanakan musim tanam.
“Dinas Pertanian seharusnya bisa menjadi sahabat petani. Minimal, mereka bisa memberikan informasi mengenai cuaca 2-3 bulan ke depan. Jika kami tahu cuaca akan kering, kami bisa memutuskan jenis tanaman yang lebih cocok ditanam. Tapi saat ini, kami hanya mengandalkan perkiraan sendiri, yang sering kali salah,” jelas seorang petani Sarirejo.
Informasi cuaca yang akurat bisa membantu petani dalam mengambil keputusan yang lebih baik terkait kapan harus menanam dan jenis tanaman yang sesuai dengan kondisi iklim. Dengan demikian, risiko gagal panen bisa diminimalisir, dan kerugian yang dialami petani dapat dikurangi.
Salah satu solusi yang sering diusulkan oleh para petani dan tokoh masyarakat setempat adalah pemanfaatan kelebihan air dari Bengawan Jero. Bengawan Jero merupakan wilayah yang sering kali mengalami kelebihan air, terutama saat musim hujan. Air yang berlebih ini sering kali tidak dimanfaatkan secara maksimal, padahal di wilayah Lamongan Selatan justru mengalami kekurangan air yang parah.
“Setiap tahun Bengawan Jero melimpah dengan air, sedangkan di Lamongan Selatan air sangat kurang. Seharusnya ada inovasi untuk memindahkan air dari Bengawan Jero ke daerah kami yang membutuhkan. Dengan teknologi yang ada saat ini, ini seharusnya bukan hal yang mustahil,” kata salah satu petani di Mantup.
Jika air dari Bengawan Jero bisa dialirkan ke wilayah Lamongan Selatan, maka masalah kekurangan air yang selama ini menjadi kendala utama para petani bisa diatasi. Hal ini diharapkan tidak hanya bisa meningkatkan hasil panen, tetapi juga bisa menarik minat generasi muda untuk kembali melirik profesi sebagai petani.
Salah satu dampak langsung dari masalah yang terus dihadapi para petani adalah rendahnya minat generasi muda untuk melanjutkan profesi sebagai petani. Banyak anak muda di Lamongan Selatan lebih memilih untuk mencari pekerjaan di sektor lain, melihat risiko yang dihadapi orang tua mereka dalam bertani.
“Kondisi ini membuat banyak anak muda enggan meneruskan profesi ini. Mereka melihat orang tua mereka terus merugi, sementara bantuan yang dijanjikan pemerintah tidak pernah datang tepat waktu atau tepat sasaran,” ujar seorang tokoh masyarakat setempat.
Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, regenerasi petani di wilayah Lamongan Selatan akan semakin menurun. Para Cagub dan Cabub diharapkan bisa memberikan perhatian khusus terhadap masalah ini, dengan menawarkan solusi konkret yang tidak hanya memberikan dukungan jangka pendek, tetapi juga menciptakan sistem pertanian yang berkelanjutan.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin