Rencana Kebijakan Zero ODOL 2023 Belum Terapkan Konsep Pentahelix

Koordinator APPN Vallery Gabriell Mahodim (IST)

SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Masih banyaknya penolakan-penolakan yang dilakukan para pelaku logistik salah satunya dari para sopir truk menunjukkan bahwa kebijakan zero over dimension over load (ODOL) yang rencananya akan diterapkan pada 2023 mendatang masih belum menerapkan konsep pentahelix atau menyeluruh. Kebijakan ini masih dinilai merugikan bagi para pelaku logistik.

Ini benang merah dari diskusi online untuk mencari win-win solution terhadap kebijakan zero ODOL yang diselenggarakan Aliansi Perjuangan Pengemudi Nusantara (APPN) yang dihadiri para pengemudi supir logistik, anggota Komisi V DPR RI, kementerian perhubungan, dinas perhubungan Provinsi Jawa Timur, dan akademisi, di Surabaya, Sabtu (16/10).

Bacaan Lainnya

Anggota Komisi V DPR RI, Suryadi Jaya Purnama, yang menjadi salah satu narasumber di acara ini mengatakan penolakan-penolakan yang terjadi terhadap kebijakan zero ODOL ini disebabkan belum adanya titik temu antara para stakeholder. Misalnya terkait kebutuhan kapasitas angkutan, daya dukung jalan, termasuk batasan teknis kendaraan dari sisi industrinya.

“Ini yang menyebabkan masalah terkait zero ODOL ini masih belum rampung hingga saat ini. Jadi, belum ada titik temu antara pemerintah dan para pelaku logistik,” ujarnya.

Dia mengutarakan terkait daya dukung jalan misalnya, itu harus dibuat memadai baik dari sisi bebannya, spesifikasi jalannya, sehingga mampu menampung atau menahan beban yang berat serta dibuat luasan jalan yang cukup lebar. Menurutnya, jika itu dipenuhi, tidak akan ada masalah ODOL di jalan. Atau sebaliknya, ketika dunia industri membatasi kendaraan yang beredar sesuai dengan daya dukung jalan, ini juga tetap akan menjadi masalah. “Semua ini masih menjadi masalah karena belum adanya titik temu antara para stakeholder terkait kebijakan zero ODOL ini,” tukasnya.

Menurut Suryadi, bagaimana memodifikasi angkutan dengan kapasitas besar agar menjadi lebih efektif itu menjadi tantangan saat ini.

“Sebab, ketika itu kita lakukan tapi ternyata daya dukung jalan kita tidak memenuhi, itu kan akan menjadi masalah. Jadi, saya melihat adanya permasalahan dari sisi regulasi yang belum terintegrasi antara penyedia jalan dan kendaraan,” katanya.

Di acara yang sama, Rizky Putra, Plt. Kaie Angkutan Barang Umum Kementerian Perhubungan juga menyampaikan bahwa terkait ODOL ini bukan hanya urusan Kemenhub semata tapi banyak stakeholder yang terlibat di dalamnya. Menurutnya, masalah ODOL ini juga melibatkan kementerian PUPR terkait jalannya, lalu Korlantas terkait dengan penindakan hukumnya. Sedang di hulunya, itu melibatkan kementerian perindustrian pada saat barang itu mulai didesain seperti itu, lalu juga terkait dengan kebutuhan ataupun indeks logistik.

“Jadi, memang bicara ODOL ini sebenarnya PR kita bersama, termasuk pemilik barang dan pengemudi. Artinya, kami selalu membuka ruang diskusi untuk semua stakeholder agar nanti kebijakan-kebijakan yang kami ambil sebisa mungkin tidak akan merugikan semua pihak termasuk temen-temen pengemudi,” katanya.

Koordinator APPN Vallery Gabriell Mahodim yang biasa disapa Inces yang juga menjadi salah satu narasumber di acara ini, menegaskan tidak semua permasalahan di jalan itu menjadi kesalahan driver atau pengemudi logistiknya atau kesalahan karena ODOL-nya. Menurutnya, kecelakaan-kecelakaan yang terjadi di jalan itu bukan karena mereka tidak taat aturan, tapi justru karena adanya peraturan-peraturan yang justru menambah beban berat para driver.

“Bukannya kami tidak taat aturan, tapi aturan itu juga seharusnya jangan memberatkan kami. Kenaikan BBM misalnya, juga penggunaan aplikasi MyPertamina, itu sudah sangat memberatkan kami para driver. Apalagi ditambah lagi dengan rencana Kemenhub untuk menerapkan kebijakan zero ODOL,” tukasnya.

Karenanya, dia mengajak semua stakeholder untuk duduk bersama membahas semua masalah yang memberatkan para driver logistik. “Yang jadi masalah selama ini adalah para pengambil kebijakan ini jika diajak duduk bersama itu sulitnya luar biasa. Tetapi, kalau kami sudah bilang mau melakukan pergerakan atau menolak baru siap duduk bersama. Kami ini diuber-uber itu sudah seringkali terjadi. Jadi, harapan kami adalah duduk bersama dan itu bukan hanya sekedar ngopi bareng saja, tapi harus ada win-win solution dari duduk bersama itu,” tandasnya.

Dia mengutarakan bahwa gerakan-gerakan yang dilakukan para driver logistik selama ini itu lebih disebabkan mereka selalu dijanji-janjikan “angin sorga”.

“Selama ini kami selalu dijanji-janjikan beri ‘angin sorga’. Jadi, ketika kami bergejolak terkait zero ODOL, kami lagi yang disalahkan. Jadi, untuk apa duduk bersama kalau pemerintah tidak pernah melakukannya,” ujarnya.

Pengamat Institut Transportasi dan Logistik Trisakti, Suripno, mengatakan penanganan ODOL saat ini masih dilakukan pendekatan yang sama sejak tahun 1979 lalu, yaitu dengan penegakan hukum. Menurutnya, hal itu yang menyebabkan hasilnya secara empirik tidak menggembirakan.

“Solusi untuk ODOL itu multidimensi, multisektor, sekaligus jangka waktunya harus kita tetapkan untuk jangka panjang, menengah dan jangka pendek dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan,” katanya.

Dia menegaskan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) menyebutkan bahwa yang bertanggung jawab terhadap LLAJ itu adalah Presiden dan bukan Menteri Perhubungan, Kapolri atau Menteri Perindustrian. Sementara yang menjadi pembina LLAJ itu ada 5 instansi di bawah Presiden.

“Jadi, Presiden lah yang berhak menetapkan kapan pemberlakukan zero ODOL itu. Kalau Menteri Perhubungan, Kapolri , nggak mungkin, harus Presiden. Untuk itulah maka kami menawarkan solusi bagaimana menangani ODOL itu secara komprehensif dan bukan hanya penegakan hukum,” ucapnya.

Kadishub Jatim, Nyono, mengatakan untuk membahas terkait ODOL, semua stakeholder harus hadir saat diundang untuk berdiskusi baik secara daring maupun luring. Para stakeholder tersebut adalah Kementerian Perhubungan, 11 BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah), Dinas Perhubungan Daerah, Korlantas Polri, akademisi, industri dan para pelaku logistik.

Dia mengakui bahwa penerapan kebijakan zero ODOL pada 2023 mendatang akan berdampak terhadap meningkatnya biaya operasional angkutan. “Selama ini yang melegalkan mereka tinggi-tinggi siapa, yang dulu selama bertahun-tahun itu yang menghalalkan itu siapa? Dan sekarang yang melarang juga siapa? Ayo kita selesaikan bersama-sama, dan saya punya niat yang baik untuk menyelesaikan ini, agar masyarakat dan teman-teman driver tidak dirugikan terus,” ujarnya.

“Ayo saya mau berubah, tapi tentunya dengan semua stakeholder itu mau berubah. Kita menata Jawa Timur lebih baik, itu perintah Bu Khofifah kepada kami. Jangan sampai masyarakat kecil bertambah susah dengan kenaikan BBM, tambah tertindas dan tidak bisa makan,” tukasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *