CIANJUR, RadarBangsa.co.id – Nama RH Ibrahim dikenal luas sebagai sosok yang mengangkat nama Cianjur sebagai pusat seni bela diri silat, selain sebagai kota santri. Hal ini diceritakan oleh Guru Besar (Gubes) Perguruan Maenpo Cagar Pusaka Cikalong (CPC) Kabupaten Cianjur, Dandi Supriadi, atau yang lebih dikenal sebagai Ki Ujo di dunia persilatan, saat ditemui di kantor YPI Cagar Pusaka Cikalong, Kampung Kebontiwu RT 2/6, Desa Sukagalih, Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur, pada Senin (24/6/2024).
“Ngaos, Mamaos, dan Maenpo adalah tiga prinsip hidup yang dipegang teguh di Cianjur,” kata Ki Ujo.
Menurut Ki Ujo, RH Ibrahim juga dikenal sebagai pencipta Maenpo Cikalong, yang kini menjadi salah satu identitas budaya di tanah Pandanwangi.
“Seni bela diri yang dimiliki oleh Mama R.H. Ibrahim diperoleh bukan hanya dari satu guru, tetapi dari puluhan guru,” ujar Ki Ujo.
Lebih lanjut, Ki Ujo menjelaskan bahwa untuk mendapatkan ilmu bela diri, RH Ibrahim menjelajahi berbagai daerah.
Ketiga prinsip tersebut juga menjadi bagian dari sejarah berdirinya Kabupaten Cianjur, dan Maenpo Cikalong telah disepakati sebagai salah satu perguruan silat tertua. “Selain itu, Cikalong juga dikenal sebagai ‘tempat lahir’ para pendiri perguruan tenaga dalam pertama di Cianjur, yang dikenal dengan Amengan Maenpo Sabandaran,” tambahnya.
RH Ibrahim, yang juga dikenal sebagai R. Jayaperbata (1816-1906), adalah keturunan bangsawan dari Raden Rajadireja (Aom Raja). “Beliau berasal dari keluarga bangsawan di Cianjur,” jelas Ki Ujo.
Ki Ujo bercerita bahwa ilmu bela diri pertama yang didapatkan oleh RH Ibrahim berasal dari ayahnya, seorang tokoh silat Cimande. RH Ibrahim kemudian berguru kepada 17 pendekar terkenal dari berbagai daerah.
“Konon, gurunya sangat banyak, tidak bisa disebutkan satu per satu,” katanya.
Lebih lanjut, Ki Ujo menyebut bahwa RH Ibrahim juga belajar dari kakak iparnya, suami Nyi Raden Hadijah, R Ateng Alimuddin, seorang saudagar dari Jatinegara. “Itulah yang dikenal sebagai Cimande Kampung Baru,” tambahnya.
Ki Ujo menjelaskan bahwa melalui petunjuk R Ateng Alimuddin, RH Ibrahim kemudian disarankan untuk belajar dari Bang Ma’ruf, seorang guru pencak silat di Kampung Karet, Tanah Abang, Jakarta. RH Ibrahim, yang juga berbisnis jual beli kuda, sering bepergian antara Cianjur dan Jakarta, dan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk belajar bela diri dari Bang Ma’ruf. Akhirnya, ia bertemu dengan Bang Madi, seorang saudagar kuda dari Pagarruyung, Sumatra Barat, yang juga menjadi salah satu gurunya.
“Bang Madi dikenal mahir dalam teknik menahan tenaga lawan,” jelasnya.
Menurut Ki Ujo, dari Bang Madi, RH Ibrahim mempelajari teknik permainan rasa yang meningkatkan kepekaan sehingga mampu membaca gerakan lawan melalui sentuhan dan dengan cepat melumpuhkannya.
“Dalam aliran Cikalong, teknik ini disebut ‘puhu tanaga’ atau ‘puhu gerak’,” terang dia.
Setelah dianggap mahir, RH Ibrahim disarankan untuk berguru kepada Bang Kari dari Kampung Benteng, Tangerang, untuk mempelajari ulin peupeuhan atau ilmu pukulan yang mengandalkan kecepatan dan tenaga ledak.
Ketua Harian Perguruan Maenpo CPC, Kang Syamsudin, mengatakan bahwa ada yang menyebut jumlah guru RH Ibrahim mencapai 17 orang, bahkan ada yang mengatakan lebih dari 40 orang.
Sementara itu, Padepokan Perguruan Maenpo Cagar Pusaka Cikalong terletak di Kampung Darungdung RT 2/2, Desa Gudang, Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur.
Menurut Kang Syamsudin, setelah berguru, RH Ibrahim melakukan perenungan selama tiga tahun di sebuah gua di Kampung Jelebud, tepat di sisi sungai Cikundul Leutik, Cikalong Kulon, Cianjur. Dari sinilah cikal bakal aliran Maenpo Cikalong mulai terbentuk.
Nama aliran Cikalong diberikan oleh para pengikut RH Ibrahim, merujuk pada tempat tinggalnya atau tempat pertama kali aliran pencak silat tersebut disebarkan,” tutup Kang Syamsudin.