LAMONGAN, RadarBangsa.co.id – Mempertemukan berbagi aktivis dari berbagai latar belakang organisasi kepemudaan dan lembaga pemerintah di Kabupaten Lamongan duduk satu meja dalam satu forum. Rasanya merupakan sesuatu yang seolah sangat dilakukan, apalagi pada 2020 Lamongan melalui tahun politik. Namum hal rasanya mustahil itu dapat diselenggarakan oleh Gerakan Milenial Lamongan (Gemilang)
Peristiwa bersejarah dan dirindukan itu berlangsung di Sadar Coffe (21/12), bertajuk Milenial Menjadi Pemimpin. Berhasil mendudukkan para tokoh muda Lamongan, sekaligus menjadi pematik. Ada di antaranya Muhammad Nursalim (Aktivis), Supriyo (Sejarahwan), Miftahul Rokhim (Pemerhati Sosial), Alfan Alfian (KNPI), M. Anang Nafi’uzzaki (Ikatan Pemuda Muhammadiyah), Muhammad Masyhur (GP Ansor NU).
Kepada wartawan Radarbangsa, penanggung jawab Gemilang, Nihrul Bahi Alhaidar, yang lebih akrab dipanggil Gus irul, membagi pengalaman sehingga diskusi publik Gemilang #1 dapat terlaksana.
“Jujur, kami gelisah menyaksikan kaum muda Lamongan, yang sebenarnya tidak sedikit berani, lebih berintegritas dan berprestasi ketimbang kaum tua. Tapi hingga hari ini belum mendapat ruang untuk tampil dikontestasi di Pilkada Lamongan 2020”
Mendapati kenyataan di atas, Gus Irul mewakili para “bidan” kelahiran Gemilang menyampaikan pesan penting. “kami bersama bisa mendorong agar pemuda mendapat kesempatan yang lebih luas, untuk memberikan kontribusi kepada Lamongan”
Gur Irul juga memerinci nama tokoh muda di beberapa Kabupaten/kota sudah mampu menunjukkan jati diri dan eksistensinya sebagai Kepala Daerah dan juga dibuktikannya dengan capaian prestasi serta kemajuan daerahnya. Karena masih punya energi untuk berpikir, berinovasi, dan keberanian terjun langsung di lapangan. Semisal Emil Dardak yang sekarang menjabat sebagai wakil gubernur Jawa Timur atau Thoriqul haq
“Bukan berarti tidak percaya dengan kaum tua, tapi ketika ada pemuda yang memiliki kriteria untuk memimpin daerah, kenapa tidak? Toh di Lamongan tidak kurang pemuda yang kami lihat mampu memimpin Lamongan ” jelasnya.
Diskusi dimulai pada pukul 11:15 WIB. Dipandu oleh Mahrus Ali. Lelaki yang dikenal sebagai sastrawan santri itu memberi kesempatan satu persatu pematik. Banyak poin menarik yang terlontar. Misalnya disampaikan oleh Mashur uang menanyakan ulang visualisasi patung kadet Suwoko “setahu saya, Kadet Suwoko saat menghadapi pasukan sekutu. Masih berusia 21 tahun. Tapi kalau kita perhatikan seksama, beliau terlihat lebih tua dari usia sebenarnya. Apa perlu patung itu perlu kita robohkan, lalu kita ganti dengan patung baru yang menggambarkan sosok lebih muda” kelakarnya
Mashur menambahkan, bahwa kadet Suwoko hanya bergerilya bersama 7 orang menghadapi tentara Belanda di Lamongan. Mengesankan bahwa usaha yang besar tidak membutuhkan dikerjakan banyak orang. Supriyo keberanian pribadi tergambar dari upaya Abimanyu, putra Arjuna yang merangsek ke wilayah pasukan Kurawa. “Abimanyu harus dilumpuhkan dengan cara keroyokan” tuturnya
Selain kepada enam pematik oderator menyilahkan peserta diskusi menyampaikan pandangan terkait tema yang diangkat.
Sebagaimana diskusi pada umumnya, tiap peserta memiliki cara pandang yang tidak bisa diseragamkan. Misalnya perbedaan antara Milinelial sebagai era/masa dan sebagai sebuah generasi. Pemuda ditinjau dari usia atau gelora jiwa. Kelemahan dan kelebihan pemuda, dan bagaimana menciptakan nuansa hubungan yang lebih baik antara pemuda dan kaum tua.
Sebelum diskusi bertajuk “Melenial Menjadi Pemimpin” dicukupkan, panitia mengumpulkan berkeliling ke meja peserta sambil membawa kardus kosong. Oleh moderator, peserta diminta mengisi uang seikhlasnya untuk membayar minuman dan makanan yang telah dipesan.
Setelah sekitar peserta 70-an peserta menyantap seporsi baso. Pada pukul 14:35 kegiatan diskusi publik diakhiri. (JK)