KEDIRI, RadarBangsa.co.id – Kasus dugaan pencatuman gelar akademik palsu yang mendudukkan Supadi Subiari Erlangga, Kepala Desa Tarokan, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, sebagai tersangka, Kamis, 19 Maret 2020 sore mulai memasuki babak persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri.
Dalam perkara Nomor 100/Pid.Sus/2020/PN.Gpr tersebut Supadi didakwa oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum) Tomy Marwanto, SH, telah melanggar Pasal 93 juncto Pasal 28 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan atau pidana denda paling banyak satu milyar rupiah.
Supadi didakwa setidaknya pada tahun 2019 kemarin telah menggunakan kepanjangan namanya, yaitu Subiari Erlangga namun dituliskan dengan tanda koma di belakang nama depannya dengan singkatan SE layaknya sebuah gelar akademik, yakni Sarjana Ekonomi.
Menurut JPU, perbuatan itu dilakukan terdakwa beberapa kali, di antaranya ketika membuat surat keterangan tidak pernah menjabat sebagai kepala desa selama tiga periode pada saat pencalonannya dalam Pilkades 2019.
Bukan hanya itu, pencatuman singkatan SE tersebut juga dicantumkan Supadi pada surat kuasa di hadapan Notaris tertanggal 12 Mei 2016, untuk menjualkan tanah atas nama Mulyaningsih.
Selain itu, juga ada pencantuman SE di belakang nama Supadi dalam Akta Jual Beli tanah dari Khoirul Munif yang dibeli oleh terdakwa. Akta-akta tersebut sebelum ditandatangani juga telah dibacakan terlebih dahulu di hadapan para pihak.
Akibat dari pencantuman nama belakang menggunakan singkatan mirip gelar Sarjana Ekonomi ini, akhirnya Supadi terpaksa harus berurusan dengan aparat Kepolisian.
Setelah dipanggil dua kali tidak hadir, kemudian pada tanggal 20 Februari 2020 Supadi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolres Kediri Kota.
Atas dakwaan tersebut, Supadi melalui Penasehat Hukumnya, Prayogo Laksono, SH, MH, menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi, dan meminta supaya JPU melanjutkan pembuktian dakwaannya agar segera selesai proses persidangannya.
Berhubung pada sidang kali ini JPU belum menghadirkan saksi-saksi, akhirnya majelis hakim yang diketuai Guntur Pambudi Wijaya, SH., MH, dengan anggota Mellina Nawang Wulan, SH., MH, dan M. Fahmi Hary Nugroho, SH., M.Hum, serta Panitera Pengganti, Sugeng Priyono, SH, tersebut menunda sidangnya selama satu minggu, dan menetapkan terdakwa untuk tetap ditahan.
Seusai sidang dakwaan, Prayogo Laksono, SH, MH, Penasehat Hukum terdakwa Supadi dikonfirmasi mengatakan, pihaknya sangat menghargai persidangan ini dan mengedepankan azas praduga tak bersalah. Maka dari itu dirinya tidak mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan JPU.
“Tentunya kami akan mengimbangi untuk membuktikan dan menghadirkan beberapa saksi, kemungkinan juga akan menghadirkan saksi ahli yang masih dirahasiakan,” ujarnya.
Sementara itu, praktisi hukum ternama di Kediri, Sutrisno, SH, yang dari awal mengamati jalannya kasus tersebut menilai bahwa perkara Supadi yang juga menjadi bakal calon Bupati Kediri 2020 dan kabarnya diusung oleh beberapa parpol besar ini ditengarainya ada muatan politik atau kekuatan besar untuk menjatuhkannya, bukan murni kasus pidana.
“Saya yakin, dalam kasus ini ada skenario kekuatan besar atau muatan poltik. Kasus ini sebenarnya masih multi tafsir. Mungkin pencantuman singkatan nama belakangnya itu bukan merupakan kesalahan mutlak, karena belum tentu terdakwa sengaja melakukan. Mungkin saja karena banyaknya berkas-berkas yang disodorkan, sehingga tanpa membaca atau memahaminya, dia langsung saja menandatangani, karena tidak mengetahui kalau akan berdampak hukum seperti ini,” ungkap advokad di Kediri yang akrab disapa Pak Tris.
Pak Tris juga menilai ada beberapa celah untuk membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah, tinggal bagaimana nantinya para penasehat hukum mencermati dakwaan dan pembuktian yang diajukan JPU dalam persidangan. (Bub)