KEDIRI, RadarBangsa.co.id – Pengurus Cabang Muslimat NU (Nahdlatul Ulama) Kabupaten Kediri, selama dua hari, Sabtu – Minggu, 30 November – 01 Januari 2019, mengadakan pelatihan peningkatan kapasitas daiyah utuk mewujudkan peran moderasi kehidupan beragama.
Kegiatan pelatihan yang dibuka oleh Ketua PC Muslimat NU Kabupaten Kediri, Dra. Mudawamah, M.PdI ini dihadiri oleh Kapolres Kediri, AKBP Roni Faisal Saiful Faton, S.I.K, yang diwakili Wakapolres Kompol Andik Gunawan, S.I.K.
Dalam pelatihan ini dihadirkan dua orang narasumber dari Akademisi IAIN Kediri, yaitu Drs. H. Anis Humsidi, M.Ag, yang memaparkan tentang Memahami Fundamentalisme dan Radikalisme, dan Dr. Nurul Hanani, M.H.I, yang mengupas terkait Ormas Islam dan Moderasi Kehidupan Beragama.
Ketua PC Muslimat NU Kabupaten Kediri, Dra. Mudawamah, M.PdI, dikonfirmasi di sela-sela acara pelatihan mengatakan, kegiatan ini terilhami dengan adanya fenomena dakwah yang bermacam-macam. Selain itu, karena faktor kondisi sekarang ini cenderung ada Islam moderat dan radikal, maka dari itu Muslimat NU punya inisiasif untuk meningkatkan kapasitas daiyah di dalam menyikapi moderasi beragama ini.
Menurut Mudawamah, target capaian dari kegiatan ini agar ibu-ibu Muslimat mampu untuk menyampaikan dakwahnya, tidak sebatas secara tekstual saja, akan tetapi juga kontekstual. Karena situasi ini sangat penting dilakukan, terutama bagi Muslimat NU untuk menjaga ajaran Islam Ahlus Sunnah Annahdiyah, dengan memulai dari keluarganya, kemudian lingkungannya, selanjutnya kepada masyarakat, dan lebih khusus lagi kepada Muslimat NU.
“Makanya tadi pada mukodimah saya sampaikan, ‘wa angdzir asyirotakal akrodhim’ yang artinya, berilah peringatan kepada keluarga yang terdekat. Keluarga terdekat yaitu keluarga itu sendiri. Kemudian yang kedua terkait dengan sikap bagi seorang dai atau daiyah, ‘wahfir janahaka limanittabaaka minal mu’minin’ yang artinya, jagalah sikapmu atau bertawadhuklah terhadap orang-orang mukmin yang mengikuti ajakanmu,” terang Mudawamah.
Kemudian, lanjut Mudawamah, ketika kita dihadapkan pada situasi yang kontra produktif, maka kita akan lakukan ‘fain asouka fakul innii barium mimma takmalun’ ketika sudah diajak menuju jalan yang benar tapi faktanya mereka berpaling, maka aku sudah terbebas dari apa yang menjadi perbuatanmu.
Sosok santun yang dekat dengan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa ini juga menyampaikan, prinsip-prinsip semacam itu sangat perlu diterapkan dalam kondisi sekarang ini, karena banyaknya aliran-aliran Islam radikal, dan lain sebagainya yang tidak pas dengan ajaran Islam Ahlus Sunnah Annahdiyah.
“Apalagi berdakwah untuk menyikapi fenomena yang terjadi saat ini, terlebih lagi hari ini juga bertepatan ada reuni 212 di Jakarta,” tutur Mudawamah.
Sementara itu, Wakapolres Kediri, Kompol Andik Gunawan, S.I.K dalam sambutannya menyampaikan keprihatinannya atas perkembangan era tehnologi yang sering disalahgunakan, bahkan marak akun-akun di sosmed (sosial media) yang memposting ajaran agama, padahal dia tidak faham dengan agama. Dan yang lebih mengenaskan lagi banyaknya ajaran radikalisme melalui sosmed.
“Sekarang ini masyarakat lebih banyak belajar agama melalui media sosial. Banyak sekali akun di facebook, youtube, dan lain sebagainya yang ketika kita lihat statusnya kelihatan Sholeh dan Alim, tapi ternyata ya seperti itu orangnya. Kita lihat status WA, wah orang ini statusnya terus menerus mengenai dakwah, tetapi pas melihat orangnya, aslinya ya seperti itu,” katanya.
Kompol Andik Gunawan juga mengatakan, dampak dari kemajuan tehnologi tersebut, saat ini banyak masyarakat yang tidak lagi belajar agama melalui guru atau Kyai seperti di NU yang mengajarkan perdamaian ini, mereka mayoritas belajar agama dari sosmed yang tidak diketahui siapa sebenarnya guru disitu, atau istilahnya kyai mereka adalah Mbah Google. Parahnya lagi, banyak orang tua yang lupa dengan kondisi tersebut, bahkan malah merasa nyaman anaknya tidak rewel ketika memegang gadget.
“Kadang ibu-ibu pengajian tapi anak-anaknya ditinggal di rumah dikasih HP supaya diam tidak rewel, akhirnya merek kecanduan gadget, dan lebih banyak belajar dari apapun yang ada di sosmed. Kalau pas dapat yang bagus ya Alhamdulillah, tapi bagaimana kalau pas dapatnya tidak bagus,” ungkapnya.
Beliau berpesan kepada ibu-ibu Muslimat NU untuk selalu waspada dan memahami tentang kelompok-kelompok menyimpang atau radikal seperti itu, dan harus menanamkan di benak putra putrinya untuk tidak terpengaruh dengan aliran yang tidak jelas.
“Alhamdulillah kalau guru-guru di Nahdlatul Ulama ini semuanya adem. Saya paling males ngikuti pengajian yang tidak jelas, atau radikal. Ibu-ibu harus mulai faham dan mulai menumbuhkan alarm di benak anak-anaknya tentang hal yang baik dan buruk secara bijak. Namanya anak kecil kalau dikasih tahu berulang-ulang akhirnya terpatri di benaknya dan dibawa pemikiran itu sampai besar. Ketika pengajian, hendaknya juga dibuat menyenangkan dan menentramkan hati, jangan pengajian itu dibuat menakut-nakuti, ‘hayo kalau tidak pengajian, awas kamu, kuhajar nanti.’ Jangan sampai seperti itu,” tuturnya.
Wakapolres mengajak kepada semua orang tua untuk tidak diam ketika melihat anaknya sudah mulai terbawa arus radikal. Mereka harus dicegah dan diberikan bimbingan yang benar.
“Kalau mencari sekolah atau pondok, carilah yang benar. Lihat dulu disitu ustad dan kiyainya siapa. Karena dengan status pondok pesantren pun ada yang radikal. Maka dari itu, pilihkan guru dan pondok yang benar untuk anak-anak kita,” pesannya. (Jay)