MEKKAH, RadarBangsa.co.id – Rencana Pemerintah Indonesia untuk mengevakuasi 1.000 warga Palestina dari Jalur Gaza mendapat perhatian khusus dari anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Dr. Lia Istifhama, M.E.I. Dalam kunjungan kerja Pra-Haji di Mekkah Al Mukarromah pada Sabtu (12/4/2025), Senator asal Jawa Timur ini menegaskan bahwa kebijakan tersebut harus dilakukan dengan pendekatan yang terukur dan berbasis pada prinsip kemanusiaan, khususnya yang menyasar anak-anak yatim piatu korban konflik.
Menurut Lia, evakuasi seharusnya difokuskan pada kelompok paling rentan, yakni anak-anak yang kehilangan orang tua akibat agresi militer yang terus berlangsung di Gaza.
“Fokus evakuasi seharusnya diarahkan pada anak-anak yatim piatu. Mereka berhak mendapatkan perlindungan dan pendidikan yang layak di tengah situasi sulit seperti ini,” ujar Lia kepada media.
Lia juga memberikan penekanan bahwa langkah pemerintah ini bukanlah bentuk relokasi permanen, melainkan misi kemanusiaan yang bersifat sementara. Ia menegaskan bahwa status kedaulatan Palestina harus tetap dijunjung tinggi oleh seluruh elemen bangsa Indonesia.
“Ini bukan perpindahan kewarganegaraan, tapi suaka sementara. Setelah situasi di Gaza membaik, mereka harus dikembalikan ke tanah air mereka. Palestina tetap negara berdaulat, dan kita harus menjunjung itu,” tegasnya.
Dalam penjelasannya, Lia Istifhama juga menyoroti aspek hukum yang perlu menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan rencana evakuasi ini. Hingga kini, Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 di bawah United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR). Hal ini membuat status pencari suaka di Indonesia bersifat terbatas, terutama dalam hal hak bekerja dan akses layanan lainnya.
“Secara hukum, kita bukan negara penampung permanen. Posisi kita adalah negara transit. Pengungsi tidak boleh bekerja secara legal di Indonesia, ini harus jadi pertimbangan serius,” jelas Lia merujuk pada Peraturan Dirjen Imigrasi No. IMI-0352.GR.02.07 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.
Lia menilai penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa langkah kemanusiaan ini tidak menimbulkan implikasi sosial, ekonomi, dan politik di masa mendatang. Salah satunya, kata dia, jika evakuasi mencakup kelompok usia dewasa.
“Jika evakuasi meluas ke kelompok dewasa, bisa menambah beban sosial dan persaingan di sektor informal. Kita sendiri masih punya tantangan besar dalam menyediakan lapangan kerja untuk warga kita,” paparnya.
Lia menyampaikan apresiasinya atas sikap tegas Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan bahwa evakuasi ini bersifat sementara dan murni dilandasi alasan kemanusiaan. Dalam forum diplomatik di Antalya, Turki, Presiden Prabowo menyatakan bahwa Indonesia tidak memiliki niat untuk memindahkan warga Palestina secara permanen.
“Tidak, tidak, tidak. Kita ini untuk membantu,” tegas Presiden dalam pidatonya yang mendapat sambutan luas dari komunitas internasional.
Lia menilai bahwa sikap Presiden tersebut sudah tepat dan perlu dijaga implementasinya di lapangan.
“Kita bisa berperan dalam isu kemanusiaan global, tapi harus terfokus. Anak-anak yang kehilangan orang tua dan masa depannya karena perang, itu yang harus jadi prioritas,” pungkas Lia.
Senator yang dikenal aktif dalam isu sosial dan kemanusiaan ini juga mengingatkan agar pemerintah menetapkan rambu-rambu kebijakan yang jelas terkait pelaksanaan evakuasi, termasuk soal durasi, status hukum, dan jaminan hak dasar bagi para pengungsi sementara.
Lia mengajak seluruh pihak untuk melihat masalah ini secara utuh: sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan tanpa melupakan tanggung jawab terhadap rakyat Indonesia sendiri.
“Saya yakin rakyat Indonesia punya empati tinggi terhadap Palestina. Tapi empati juga harus dibarengi dengan strategi dan perlindungan terhadap kepentingan nasional. Itulah tugas negara,”tutupnya.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin