JAKARTA, RadarBangsa.co.id – Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia merasa prihatin dan menyesalkan pola kerja sebagian aparat polisi di negeri ini yang pilih kasih dalam menangani persoalan yang dilaporkan masyarakat. Pasalnya, kata alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, dalam banyak kasus, polisi lebih cepat dan cekatan saat mengusut kasus penganiayaan binatang daripada kasus serupa yang menimpa manusia.
“Jadi kesannya seakan polisi lebih peduli anjing dari manusia,” ujar Wilson menanggapi pertanyaan pewarta media ini yang bertanya soal cepatnya pengusutan penganiaya anjing di Polres Jakarta Pusat, sementara proses penganiyaan wartawan Sinar Pagi belum menunjukkan hasil signifikan walaupun sudah berlangsung hampir dua bulan, Selasa, 19 November 2019.
Baca beritanya di sini: Polisi Segera Serahkan Tersangka Penganiaya Anak Anjing ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat
https://jakarta.tribunnews.com/2019/11/15/polisi-segera-serahkan-tersangka-penganiaya-anak-anjing-ke-kejaksaan-negeri-jakarta-pusat
Wilson mengatakan bahwa dirinya tidak habis pikir mengapa aparat begitu lincah untuk masalah yang diadukan ‘orang kaya’ dibandingkan dengan kasus yang menimpa warga biasa. “Yang pelihara anjing itu, terutama di kota besar seperti Jakarta, pasti orang berada yaa. Saat binatang kesayangan mereka dianiaya, lapor polisi, aparatnya langsung sibuk. Hasilnya, dalam waktu singkat, perkara siap disidangkan. Sementara, kasus penganiayaan manusia, terutama dari kalangan masyarakat bawah, polisi bekerja santai saja, dianggap kasusnya tidak penting,” urai pria kelahiran Morowali Utara itu dengan nada sedih.
Saat ini, PPWI sedang memberikan bantuan kepada 2 warga masyarakat yang mengalami penganiayaan. Pertama, kasus pengeroyokan terhadap wartawan Sinar Pagi, Hariyawan, oleh sekelompok oknum polisi di Mako Polda Metro Jaya, pada 30 September 2019 lalu. Hingga kini, kasusnya masih jalan di tempat. Para pengeroyok masih santai hidup bebas tanpa rasa bersalah. Kedua, kasus penikaman di punggung yang dialami sopir alat berat (truk tronton), Jhoni Napitupu, 26 Oktober 2019 lalu.
“Hingga hari ini, hampir sebulan kasus penikaman Jhoni itu dilaporkan ke Polsek Cilincing, Jakarta Utara, tapi masih belum beranjak dari keadaan semula. Lebih penting bela anjing daripada manusia, aparat macam apa yang kita gaji selama ini yaa?” ungkap Wilson yang merupakan jebolan pascasarjana Global Ethics dari Birmingham University Inggris itu.
Baca beritanya di sini: Wartawan Sinar Pagi Dianiaya Gerombolan Polisi, Dimana Tanggung Jawab Polri? https://pewarta-indonesia.com/2019/10/wartawan-sinar-pagi-dianiaya-gerombolan-polisi-dimana-tanggung-jawab-polri/
Baca juga: Anggotanya Ditikam Orang, Ketum PPWI Meminta Aparat Segera Menangani Kasus Tersebut https://radarbangsa.co.id/anggotanya-ditikam-orang-ketum-ppwi-meminta-aparat-segera-menangani-kasus-tersebut/
Wilson mengatakan bahwa dirinya bukan tidak peduli binatang. Ia mengaku sangat menyukai memelihara binatang di rumahnya, seperti anjing, kucing, dan ayam. Namun, dalam penanganan perkara di kepolisian, tentunya polisi harus melihat bahwa eksistensi dan esensi manusia lebih penting dari binatang. Sehingga, lebih prioritas menangani kasus penganiyaan manusia daripada binatang.
“Tentunya, memprioritaskan penanganan keduanya, manusia dan binatang, itu bagus dan baik. Tapi jangan justru seperti sekarang, kasus penganiayaan binatang tuntas dalam 1-2 hari sejak dilaporkan, sementara penanganan kasus serupa yang menimpa manusia malah 2-3 bulan belum kelar-kelar,” pungkas Wilson penuh harap. (Red)