JAKARTA, RadarBangsa.co.id – Bambang Hero, Guru Besar IPB, mengungkapkan bahwa dirinya belum menerima undangan resmi dari pihak kepolisian untuk memberikan klarifikasi terkait laporan yang menyebutkan penghitungan kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS). Bambang, yang juga seorang ahli lingkungan, menegaskan bahwa dirinya baru mengetahui adanya laporan tersebut dari media.
“Saya baru tahu dari pemberitaan media, yang menyatakan berbagai hal yang tidak benar. Karena itu, saya akan tetap menjelaskan bahwa penghitungan kerugian negara yang saya lakukan sesuai dengan prosedur dan berdasarkan permintaan penyidik dari Kejaksaan Agung,” kata Bambang dalam wawancara pada Minggu (12/1/2025).
Bambang mengklarifikasi bahwa penghitungan kerugian negara yang dilakukannya telah dilakukan dengan dasar yang sah. Sebagai ahli lingkungan, ia mengacu pada Permen LH No. 7/2014, yang memberikan kewenangan kepada ahli lingkungan dan ahli valuasi ekonomi untuk menghitung kerugian lingkungan hidup. “Saya ahli lingkungan, jadi sesuai dengan peraturan yang ada, saya berhak melakukan itu. Kalau ada yang mengatakan saya memberikan keterangan palsu, mestinya itu sudah bisa ditolak oleh majelis hakim sejak awal,” ujarnya menanggapi tudingan tersebut.
Bambang juga menegaskan bahwa dirinya akan tetap menghormati proses hukum yang ada, meskipun laporan tersebut terus diproses oleh pihak kepolisian. “Saya sudah melaporkan hal ini ke Kejaksaan Agung karena mereka yang meminta penghitungan tersebut. Kalau saya salah atau mengarang-ngarang, silakan saja,” ungkap Bambang.
Sementara itu, Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, membela Bambang dengan menyatakan bahwa penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh Bambang sesuai dengan kapasitas dan pengetahuannya sebagai ahli lingkungan. Harli juga menambahkan bahwa hakim dalam putusannya telah sepakat dengan pendapat jaksa bahwa kerugian lingkungan hidup dalam kasus timah merupakan kerugian negara yang sah. “Lalu, apa yang menjadi keraguan kita terhadap pendapat ahli tersebut, sehingga harus dilaporkan?” tanya Harli.
Namun, laporan terhadap Bambang muncul dari kelompok masyarakat Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Putra Putri Tempatan (Perpat), yang melaporkannya ke Polda Bangka Belitung. Kelompok ini menilai bahwa Bambang tidak kompeten dalam memberikan penilaian terkait kerugian negara, mengingat angka kerugian lingkungan hidup sebesar Rp271 triliun yang dinilai tidak jelas dan merugikan banyak pihak, terutama perekonomian di Provinsi Bangka Belitung. DPD Perpat juga menuding bahwa penghitungan kerugian tersebut berdampak buruk bagi perusahaan dan karyawan di sektor timah.
Kasus ini masih terus berkembang, dan pihak kepolisian maupun kejaksaan akan terus memprosesnya sesuai dengan hukum yang berlaku.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin