JAKARTA, RadarBangsa.co.id – Pemerintah memastikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2026 tidak mengalami kenaikan. Kepastian ini disampaikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa usai berdialog dengan sejumlah pengusaha rokok yang dalam beberapa tahun terakhir tertekan akibat perlambatan ekonomi, menurunnya daya beli masyarakat, serta tingginya beban regulasi.
Kebijakan tersebut disambut positif oleh Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Lia Istifhama. Menurutnya, keputusan ini bisa menjadi momentum untuk menghidupkan kembali sektor industri rokok dan tembakau, terutama di daerah-daerah penghasil tembakau dan cengkeh. Ia menilai, industri rokok bukan hanya menyangkut pabrikan besar, tetapi juga menghidupi petani dan pekerja kecil yang selama ini rentan terdampak oleh kenaikan tarif cukai.
“Tidak naiknya cukai rokok bisa memberi ruang napas bagi industri, petani, dan pekerja yang terlibat di sektor ini. Karena kenaikan ini memang mematikan mata pencaharian masyarakat kecil. Saya berharap industri rokok kembali berjaya,” ujar Ning Lia di Jakarta, Sabtu (27/9/2025).
Dalam pertemuan bersama Badko HMI beberapa waktu lalu, Ning Lia juga menyinggung fenomena rokok ilegal yang marak beredar di sejumlah daerah. Menurutnya, masyarakat kerap menyebut rokok ilegal sebagai “rokok kerakyatan” karena harganya jauh lebih terjangkau dibandingkan rokok legal. Fenomena ini muncul karena banyak perokok tidak mampu membeli produk legal yang harganya melonjak akibat tarif cukai tinggi.
“Nah, di sinilah tantangan kebijakan negara. Jika masyarakat tidak mampu membeli rokok legal, maka mereka beralih ke rokok ilegal. Padahal, jika diakomodir dengan regulasi yang tepat, rokok-rokok ini sebenarnya bisa menjadi tambahan pemasukan bagi negara,” jelas Lia.
Ia mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan skema legalisasi atau penyesuaian tarif bagi produk skala kecil agar bisa masuk dalam sistem perpajakan resmi. Dengan langkah itu, peredaran rokok ilegal dapat ditekan, sekaligus memperluas basis penerimaan negara tanpa mematikan usaha kecil.
Data Kementerian Keuangan mencatat penerimaan CHT hingga Juli 2025 mencapai Rp121,98 triliun, tumbuh 9,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Secara keseluruhan, penerimaan cukai Januari–Juli 2025 sudah menembus Rp126,85 triliun atau 51,95 persen dari target APBN sebesar Rp244,2 triliun. Dari total penerimaan tersebut, sekitar 96 persen bersumber dari CHT, sementara sisanya berasal dari cukai minuman beralkohol dan ethil alkohol.
Meski penerimaan meningkat, tren produksi rokok justru menurun. Pada kuartal I/2025, produksi tercatat turun 4,2 persen secara tahunan. Penurunan terbesar dialami rokok golongan I yang memiliki tarif cukai tertinggi (-10,9 persen). Sebaliknya, rokok golongan II tumbuh tipis 1,3 persen dan golongan III meningkat 7,4 persen.
Situasi ini, menurut Lia, menunjukkan perlunya keseimbangan antara kepentingan fiskal negara dengan keberlangsungan industri. Ia juga menekankan pentingnya optimalisasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) agar lebih tepat sasaran, khususnya untuk pemberdayaan petani dan perlindungan pekerja.
“Kalau pemerintah bisa lebih adaptif, industri rokok tidak hanya selamat, tetapi juga bisa kembali memberi kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional, mulai dari lapangan kerja, petani tembakau, hingga tambahan penerimaan negara yang stabil,” pungkas Lia.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin