Definisi Hukum dan Keadilan serta Korelasinya

- Redaksi

Kamis, 19 Maret 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh : Arthur Noija

Oleh : Arthur Noija

Hukum dan moral merupakan dua entitas yang memiliki tujuan sama untuk mencapai keadilan.

Tetapi persoalannya adalah baik hukum, moral maupun keadilan adalah sesuatu yang abstrak. Hanya kaum positifistik dapat mengkongkretkan hukum, moral dan keadilan melalui sekumpulan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan kaum Sofis, terutama mazhab hukum alam klasik hanya sampai pada pemahaman bahwa hukum dan moral memiliki nilai, yaitu nilai kebaikan, nilai kemanfaatan, dan nilai kebahagian demi pencapaian keadilan.

Hal itu memang terbukti dengan telaah histori aliran pemikiran dalam ilmu.

Hukum pada fase pertamanya semata-mata selalu dinarasikan sebagai keadilan. Pemahaman hukum yakni sesuatu yang abstrak.

Titik tautnya hanya mampu diketemukan melalui penggalian pada hakikat dan makna segala dimensi kebaikan dan keburukan yang terpatri dalam rasio, baru kemudian diwujudkan dalam tindakan, perbuatan, hingga pada pergaualan sosial.

Kendatipun hukum sudah dianggap konkret dengan peraturan peundangan-undangan.
Utang budi yang belum terbayar oleh penganut hukum positivistik; seperti Hans Kelsen, John Austin dan HLA Hart terhadap mazhab hukum alam yang selalu membicarakan keadilan.

Bahwa sekuat apapun hukum positif membersihkan segala anasir nonhukum terhadap kepastian hukum, terutama anasir hukum moral.

Hukum sebagai peraturan perundang-undangan tidak akan terbentuk tanpa penalaran awal teori hukum yang digali dari seperangkat moral keabadian dan keadilan yang terdapat di alam rasio manusia.

Hukum dan keadilan dibangun berdasarkan maxim, principat, postulat, principle sehingga hukum lahir secara concreto.

Segala penyebutan medium tersebut sebagaimana apa yang disebut asas-asas hukum merupakan “beginsel”.

Beginsel sendiri diartikan awal untuk memulai sesuatu. Sedangkan sesuatu di sini yang dicakup adalah hukum.

Sehingga asas hukum yang mengikat daya keberlakukan hukum itulah wujudnya dalam norm in concreto pada tujuannya untuk mencapai keadilan.

Hubungan hukum dan keadilan walaupun sifat dasarnya abstrak, seolah-olah hanya menjadi ruang lingkup telaah filsafat,namun kelestarian sebagai relafansi antara hukum dan keadilan selalu terjaga.

Lintasan sejarah dari seluruh aliran pemikiran dalam ilmu hukum senantiasa memperjuangkan keadilan, entah dari sudut pandang manapun caranya memandang hukum, baik hukum dipdang sebagai objek, maupun hukum dipandang sebagai bagian dari subjek yang melekat dalam diri personal.

Harus diakui segala analisis, pembongkaran, dekonstruksi, hingga kritik terhadap hukum dalam tataran implementatif semuanya terikat dengan kehendak untuk mewujudkan hukum dalam tujuannya untuk mencapai keadilan.

Itulah sebabnya pembagian keadilan yang pernah dikemukakan oleh Aristoteles.
hingga sekarang tetap relevan untuk menyentuh terhadap segala tindakan untuk mempertahankan hukum dalam segala sisinya.

Yakni, hukum dalam sisi menbentuk undang-undang merupakan pengikatan resmi terhadap keadilan distributif (mutlak; principa prima) Sedangkan pekerjaan hakim yang berfungsi untuk mempertahankan basis keadilan dalam perundang-undangan dituntut untuk menjadi pengadil yang menegakan hukum dalam wujudnya sebagai keadilan kumutatif (relatif; principa secundaria).

Baik hukum maupun moral dan keadilan merupakan sesuatu yang abstrak.

Oleh karena itu wajar kiranya jika terjadi multipersepsi terhadap hukum dalam pendefenisiannnya.

Bahkan ahli hukum sekaliber van Apeldoorn sampai pada kesimpulan tidak memberikan satupun tentang defenisi hukum itu.

Apeldoorn hanya menyatakan bahwa defenisi hukum itu sangatlah sulit untuk dibuat karena tidak mungkin untuk mengadakannya sesuai dengan kenyataan.

Immanuel Kant mengemukakan ‘Noch suchen die juristen eine definition zu ihrem begriffe von recht” tidak ada seorang Yurispun yang dapat mendefenisikan hukum dengan tepat.

Dalam hemat kami Lembaga Peduli Nusantara berpendapat bahwa tetap penting untuk dikemukakan pengertian hukum.

Paling tidak sebagai dasar untuk memberi pemahaman awal agar dapat diidentifikasi sifat pembedaannya dengan ilmu sosial lainnya.

Seperti ilmu sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, politik, dan ilmu lainnya.

Atas dasar penelitian yang pernah dilakukan Soerjono Soekanto mengidentifikasi paling sedikit sepuluh arti hukum sebagai berikut:
Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.

Hukum sebagai disiplin yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atas gejala-gejala yang dihadapi.

Hukum sebagai kaidah, yakni sebagai pedoman atau patokan perilaku yang pantas dan diharapkan.

Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur proses perangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu, serta berbentuk tertulis.

Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegak hukum;
Hukum sebagai keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi.

Hukum sebagai proses pemerintahan, yakni proses hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan.

Hukum sebagai perilaku yang ajeg atau teratur.

Hukum sebagai jalinan nilai-nilai, yakni jalinan dari konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik dan buruk;

Hukum sebagai seni (legal art).

Bahwa hukum didefenisikan sebagai mazhab hukum Unpad “Law and Developmet” adalah seperangkat kaidah, asas-asas, lembaga hukum dan setiap proses-proses yang mengikat daya keberlakuannya.

Dari “kaidah, asas-asas dan lembaga” dalam pendefenisian hukum tersebut merupakan saluran pendefenisian yang merangkum mazhab hukum alam sekaligus mazhab hukum positivistik.

Sedangkan “proses-proses yang mengikat daya keberlakuannya” tidak lain dari faktor nonhukum yang menjadi pusat kajian dari aliran sejarah hukum dan aliran realisme hukum.

Bahwa hukum sebagai kenyataan merupakan hal yang paling utama tetapi tidak berarti bahwa hukum sebagai kaidah dapat diabaikan, sebab hukum sebagai kenyataan tetap bersumber dari hukum sebagai kaidah.

Hanya saja lebih konkretnya hukum sebagai kaidah tidak saja yang termuat dalam hukum positif belaka, tetapi keseluruhan kaidah sosial yang diakui keberlakuannya oleh otoritas tertinggi yang ada dalam masyarakat.

Seperangkat kaidah atau aturan yang tersusun dalam suatu sistem yang menentukan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh manusia seebagi warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakatnya yang bersumber baik dari masyarakat sendiri maupun dari sumber lain, yang diakui keberlakuannya oleh otoritas tertinggi dalam masyarakat tersebut.

Serta benar-benar diberlakukan oleh warga masyarakat (sebagai suatu keseluruhan) dalam kehidupannya, dan jika kaidah tersebut dilanggar akan memberikan kewenangan bagi otoritas tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya eksternal.

Pada dasarnya terdapat kesamaan pandangan antara Kusumaatmadja melihat hukum dalam dua susut pandang, yakni hukum dipandang sebagai kaidah atau norma dan hukum dipandang keberlakuannya dalam kenyataan.

Das sein yang dimaksudkan oleh Achmad Ali sebenarnya itulah yang dipahami oleh Kusumaatmadja sebagai “segala proses yang mengikat daya keberlakuan hukum itu.”

Hukum dalam kenyataan sama halnya dengan segala proses eksternal yang mempengaruhi hukum yang dijalankan bedasarkan ketentuannya.

Tentunya baik hukum dalam kenyataan (law in action) maupun hukum dalam wujud sebagai kaidah sebagaimana yang terdapat dalam perundang-undangan (law in book), sisi ideal yang hendak dicapai sebagai pencapaian paling tertinggi sebagai hukum yang dicita-citakan (ius conctituendum) sudah pasti tujuan hukum untuk mencapai keadilan.

Jikalau demikan lantas dimana letaknya “hukum” untuk mencapai kepastian dan kemanfaatan?

Jawabannya sudah pasti terdapat dalam hukum sebagai kaidah dan hukum sebagai kenyataan.

Oleh karena itu Lembaga Peduli Nusantara berpendapat bahwa baik tujuan hukum sebagai kepastian maupun tujuan hukum dalam sisi manfaat hal demikian lebih cocok dikatakan sebagai proses atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai keadilan dari hukum itu sendiri.

Hanya saja pekerjaan mereka yang berkecimpung di bidang filsafat kendati selalu berusaha mencari pendefenisian tentang makna keadilan itu sendiri, tindakan mereka semata-mata untuk memberikan gambaran “justice in concreto.

Dalam berbagai literatur terdapat berbagai pandangan para ahli yang mencoba memberikan defenisi tentang keadilan.
Diantaranya Soerjono Koesoemo Sisworo, Suhrawardi K. Lubis, Thomas Aquinas, Aristoteles, Achmad Ali, dan NE. Algra.

Menurut Soejono Koesoemo Sisworo “keadilan adalah keseimbangan batiniah dan lahiriah yang memberikan kemungkinan dan perlindungan atas kehadiran dan perkembangan kebenaran, yang beriklim toleransi dan kebebasan.”

Sedangkan menurut Suhrawardi K. Lubis dalam bukunya “Etika Profesi Hukum”, mengemukakan “bahwa Adil atau Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan seimbang antara hak dan kewajiban.

Apabila ada pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban, dengan sendirinya apabila kita mengakui hak hidup, maka sebaiknya kita harus mempertahankan hak hidup tersebut dengan jalan bekerja keras.

Dan kerja keras yang kita lakukan tidak pula menimbulkan keugian terhadap orang-orang, sebab orang lain itu juga memiliki hak yang sama.

Dengan pengakuan hidup orang lain, otomatis kita wajib memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mempertahankan hak individunya.
 
Penulis adalah Tim Divisi Hukum Sahabat Bhayangkara Indonesia (SBI)

Berita Terkait

Renungan : Kebaikan Kelihatan, Keburukan Ketahuan ‘ Becik Ketitik Olo Ketoro’ | RadarBangsa Lamongan
Suhu Politik Pilkada Mulai Memanas, Lapor dan Lapor – Solusi atau Senjata Makan Tuan |RadarBangsa
Pelanggaran Masif & Berlanjut
ASN Terlibat Mendukung Paslon Bisa Disanksi
Wujudkan Persatuan Melalui Olahraga Ditengah Perbedaan dalam Pilkada
Jejak Kironggo Seorang Tokoh Adat dan Prajurit Ulung Legendaris Sejarah Bondowoso
Menjelang Pilkada 2024 : Strategi Pemain Lama dan Baru dalam Politik
Menilik Unsur Pidana Ketua KPU yang Dipecat Menurut UU TPKS, ‘Kau yang Berjanji, Kau yang Mengingkari’
Tag :

Berita Terkait

Senin, 7 Oktober 2024 - 08:55 WIB

Renungan : Kebaikan Kelihatan, Keburukan Ketahuan ‘ Becik Ketitik Olo Ketoro’ | RadarBangsa Lamongan

Minggu, 6 Oktober 2024 - 08:05 WIB

Suhu Politik Pilkada Mulai Memanas, Lapor dan Lapor – Solusi atau Senjata Makan Tuan |RadarBangsa

Minggu, 22 September 2024 - 22:22 WIB

Pelanggaran Masif & Berlanjut

Jumat, 20 September 2024 - 07:32 WIB

ASN Terlibat Mendukung Paslon Bisa Disanksi

Rabu, 18 September 2024 - 07:21 WIB

Wujudkan Persatuan Melalui Olahraga Ditengah Perbedaan dalam Pilkada

Berita Terbaru

Politik - Pemerintahan

Pemkab Lamongan Gelar Rakor Persiapan Musim Tanam I

Selasa, 26 Nov 2024 - 04:38 WIB

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Lamongan, Sugeng Widodo, dalam acara Detik Jatim Awards 2024 di Dyandra Convention Center, Surabaya.(IST)

Politik - Pemerintahan

Pemkab Lamongan Terima Penghargaan atas Penurunan Angka Pengangguran

Selasa, 26 Nov 2024 - 04:26 WIB

Politik - Pemerintahan

Pemkab dan DPRD Lamongan Setujui APBD 2025 dengan Pendapatan Rp 3,26 Triliun

Senin, 25 Nov 2024 - 22:12 WIB

Peristiwa

KPU Sidoarjo Rampungkan Pendistribusian Logistik Pilkada 2024

Senin, 25 Nov 2024 - 21:47 WIB