SIDOARJO, RadarBangsa.co.id – Revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sidoarjo tahun 2009-2029 melalui Panitia Khusus (Pansus) yang juga telah dibentuk oleh DPRD Sidoarjo.
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fraksi Partai Garindra, Rahmat Muhajirin mengingatkan pemerintah daerah kabupaten Sidoarjo untuk mempertahankan lahan-lahan pertanian dari alih fungsi lahan.
Naskah Akademik dan Raperda RTRW yang sedang dibahas oleh Pansus ini rupanya mendapat sorotan dari Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik dan Advokasi (Pusaka), Fatihul Faizun.
Menurut Fatihul, hal tersebut dirasa tidak sesuai dengan UU No. 12/2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan yang sudah diubah menjadi UU 15/2019 pasal 5 tentang asas pembentukan perundang-undangan dan pasal 6 yang menjelaskan soal hirarki hukum
Kawasan pertanian pangan berkelanjutan yang tersebar di 11 kecamatan di Sidoarjo sebagaimana disebutkan kurang lebih hanya seluas 7.154,26 hektar.
Dalam Perda Provinsi No. 5 Tahun 2012 Tentang RTRW 2011-2031, tepatnya pasal 75 ayat 2 berbunyi “Sawah beririgasi direncanakan dengan luas sekurang-kurangnya 957.239 ha dan dengan luas sekurang-kurangnya 802.357,9 ha ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan yang tersebar di 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur”.
Sidoarjo merupakan salah satu Kabupaten yang ditetapkan luasan lahan sawah untuk Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) seluas 12.205,82 Hektar dari Eksisting 13.544,07.
Menanggapi temuan (Pusaka), Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, kalau dirasa Revisi Perda itu nantinya akan melanggar peraturan perundang-undangan di atasnya, sudah seharusnya DPRD Sidoarjo menghentikan pembahasan Revisi Perda tersebut dan membubarkan Pansus.
“Masih banyak pekerjaan DPRD yang lebih penting daripada itu. Misal memantau, menganalisa dan mengevaluasi Perda, dan Perbup yang selama ini baik maksud, tujuan dan substansinya sendiri masih bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya,” ujar Rahmat.
Pemerintah daerah harus ketat dalam mempertahankan lahan pertanian yang mulai banyak beralih menjadi perumahan, niaga, dan kepentingan komersial.
“Apalagi menurut rumor yang beredar, masih banyak yang belum mengantongi izin, dan melanggar mekanisme serta prosedud izin bangunan (IMB) yang kalau dinilai potensi KKN / suap mencapai ratusan miliar,” ungkapnya.
Menurut Rahmat, dalam upaya pengendalian alih fungsi lahan, pemerintah mesti melakukan verifikasi serta sinkronisasi lahan sawah dan penetapan peta lahan sawah yang dilindungi.
“Pengawalan pengintegrasian lahan sawah yang dilindungi untuk ditetapkan menjadi Lahan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan (LP2B) di dalam Perda RTRW Prov/Kab/Kota yang berdasarkan, UU 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan LP2B,” tutup Rahmat Muhajirin.
(Rif)