Dunia Memperingatkan Pemerintah Korea Selatan Mengenai Penindasan Agama serta Hak Asasi Manusia

- Redaksi

Kamis, 6 Agustus 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Selama masa kecemasan yang meluas karena pandemi COVID-19 ini, pemerintah Korea Selatan melakukan penindasan agama, hak asasi manusia, dan perdamaian terhadap kelompok keagamaan ‘ Gereja Yesus Shincheonji'(selanjutnya disebut Shincheonji). Ini mendorong seluruh dunia memperdengarkan suara peringatan atas hal ini.

Ketika warga Korea Selatan menjadi tidak puas dengan kegagalan pemerintah untuk bertanggung jawab menanggapipencegahan awal COVID-19, pemerintah mulai menujukan kesalahan pada Shincheonji di wilayah Daegu, di manawabah besar terjadi, sebagai sumber penyebaran.

Pemerintah Korea Selatan, politisi, dan Dewan Kristen KoreaSelatan bekerja sama untuk memfitnah dan mengorbankan Shincheonji melalui media.Sejak Februari, yaitu puncak dari COVID-19, sampai pada Pemilihan Majelis Nasional pada bulan April, pemerintah Korea Selatan melarang semua pertemuan sosial dan menganjurkan orang tinggal di dalam rumah.

Selama periodeini, berita palsu dan bias secara luas tersebar setiap hari melalui media yang menyatakan bahwa penyebaran virusCOVID-19 itu karena Shincheonji.

Akibatnya, 200.000 anggota Shincheonji di Korea Selatan menderita, di mana7.500 yang ditemukan telah menjadi korban penindasan serius terhadap hak asasi manusia. Telah dilaporkan bahwaanggota Shincheonji telah mengalami serangan, kekerasan, perceraian, pemaksaan pindah keyakinan, penganiayaandi kantor akibat kebocoran informasi pribadi, pengunduran diri paksa, penolakan perawatan medis, dan penolakan fasilitas yang digunakan hanya karena mereka adalah anggota Shincheonji.

Penganiayaan ini bahkan menyebabkankematian 2 orang perempuan. Tindakan buruk kepada para perempuan di Shincheonji, pelanggaran hak asasimanusia yang ditutupi, menjadi semakin parah terjadi.

Komisi Amerika Serikat pada Kebebasan Beragama Internasional (United States Commission on InternationalReligious Freedom/ USCIRF) baru-baru ini menyatakan bahwa komisi tersebut “prihatin dengan laporan bahwaanggota Gereja Shincheonji disalahkan atas penyebaran virus” dan mendesak “pemerintah Korea Selatan berhenti melakukan tindakan berupa pengambinghitaman dan pengutukan terhadap kelompok tertentu dan sebaliknya untuk menghormati kebebasan beragama dalam situasi COVID-19 ini.

“Selain itu, para ahli COVID-19 menyarankan agar masyarakat waspada pada kebencian dan kecurigaan terhadapagama tertentu, namun, pemerintah Korea Selatan mengatakan bahwa meluasnya COVID-19 adalah karena Shincheonji.

Semua fasilitas Shincheonji secara paksa ditutup di bawah tuduhan pelanggaran terhadap pencegahan penyakit menular. Lima pejabat Shincheoji ditangkap di bawah kepura-puraan obstruksi keadilan.

Juga,memanfaatkan situasi dari fakta bahwa Ketua Shincheonji adalah sama dengan Ketua “Budaya Surgawi, Perdamaian Dunia, dan Pemulihan Terang” (Heavenly Culture, World Peace, Restoration of Light/ HWPL), sebuah kelompok perdamaian l internasional, pemerintah telah berulang kali menindas perdamaian dunia dengan membatalkan pendaftaran HWPL.

Meskipun terjadi penindasan ini,sekitar 4.000 orang di antara anggota Shinchonji yang merupakan pasien COVID-19 terkonfirmasi dan sudah sembuh telah sepakat untuk menyumbangkan plasma darah mereka secara cuma-cumauntuk pengembangan vaksin.

Sejak 13 Juli sampai 17 Juli, sebanyak 500 anggota telah menyumbangkan plasmadarah mereka.Pasal 20, paragraf 1 dan 2 dari Konstitusi Republik Korea menyatakan bahwa semua warga negara memilikikebebasan beragama. Hal ini juga menyatakan bahwa agama terpisah dari politik.

Selain itu, “jaminan dasar hak asasi manusia” (Pasal 10 dari Konstitusi) dan ‘larangan diskriminasi di semua bidang yaitu jenis kelamin, agama, politik, ekonomi, sosial dan kehidupan budaya’ (Pasal 11 Konstitusi) juga ditentukan dalam konstitusi tersebut.

Namun, berita mengenai penindasan agama, hak asasi manusia, dan perdamaian yang terjadi atas Shincheonji meskipun sudah tertulis dalam Konstitusi, menyebabkan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh kemanusiaan, tokoh-tokoh politik dan sosial serta LSM di seluruh dunia menyatakan bahwa, “penindasan perdamaian, agama, dan hakasasi manusia terhadap mereka harus segera dihentikan.

“Dan, “kita harus menghentikan kebijakan yang salah danberhenti menginjak-injak hak asasi manusia dari rakyat mereka sendiri.

” Mereka memperingatkan bahwaekslusivisme pemerintah dapat membuat Korea Selatan dalam keadaan berbahaya.Selain itu, kritikus terus mengkritik bahwa pemerintah, yang harus memberikan informasi objektif dalam hal krisisdan menunjukkan sikap netral untuk meminimalkan kebingungan sosial, justru menunjukkan tujuan politik melaluitindakan bias terhadap agama dan melimpahkan seluruh tanggung jawab penyebaran virus ke satu organisasi.

LSM mengambil tindakan Berjudul “Coronavirus dan Shincheonji: Menghentikan Perburuan Penyihir”, beberapa LSM di Eropa pada tanggal 28Februari mengeluarkan pernyataan bersama bahwa saat ini COVID-19 di Korea Selatan telah menjadi target kebencian dan krisis hak asasi manusia sejak kasus pasien ke-31 dikonfirmasi dari anggota Shincheonji.

Dalam bpernyataan dinyatakan, “beberapa politisi Korea mengambinghitamkan Shincheonji atas terjadinya epidemivirus, mungkin untuk menghindari tuduhan terhadap kesalahan tindakan mereka sendiri dalam mengatasi krisis, “dan” daftar anggota Shincheonji yang diberikan kepada pihak berwenang telah bocor sebagian, mengakibatkan anggota Shincheonji dihina dan dipukuli di tempat publik, dan beberapa orang bahkan telah dipecat dari pekerjaanmereka.”LSM yang berpartisipasi meliputi CESNUR (Center for Studies on New Religions), ORLIR (International Observatory of Religious Liberty of Refugees), FOB (European Federaon for Freedom of Belief), CAP-LC (Co-ordination of Associationsand Persons for Freedom of Conscience), EIFRF (European Inter-religious Forum for REligious Freedom), FOREF(Forum for Religious Freedom Europe), LIREC (Center for Studies on Freedom of Belief, Religion, and Conscience),HRWF (Human Rights Without Frontiers) , dan Soteria International.

Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Korea Selatan Beberapa instansi pemerintah di Korea Selatan menjadi instansi pertama dalam mengidentifikasi apakah parapejabat mereka adalah anggota Shincheonji.

Departemen Kehakiman menginstruksikan penyelidikan skala nasionalatas pegawai pemerintahan di fasilitas pemasyarakatan untuk melaporkan apakah mereka atau keluarga merekaadalah anggota Shincheonji.

Pada tanggal 26 Februari, seorang anggota perempuan Shincheonji dari Ulsan terjatuh hingga meninggal akibat darikekerasan dalam rumah tangga karena keyakinan agamanya.

Suaminya mengakui bahwa ia menyerang istrinyaselama berbulan-bulan akibat masalah keyakinan agamanya, dan pada hari kejadian telah dilaporkan sekali lagibahwa ada tindakan kekerasan yang dilakukan oleh suaminya untuk memaksa dia melepaskan keyakinan imannya. Pada tanggal 10 Maret, satu lagi kematian seorang anggota Shincheonji dilaporkan di Jung-eup di Provinsi JeollaUtara.

Ketika media dibanjiri dengan berita palsu mengenai Shincheonii karena COVID-19, meningkatnya tindakanpenganiayaan dari suami mengakibatkan perempuan lain yang jatuh dari apartemennya hingga meninggal dunia.Adapun kasus pasien ke-31 yaitu anggota pertama Shincheonji yang terkonfirmasi positif virus COVID-19,juga menjadi korban kebocoran identitas akibat berita palsu yang tersebar di media online yang menyatakan bahwa dia mengganggu tindakan perawatan dari rumah sakit dengan melawan para perawat.

Departemen Kepolisian daerahDaegu menyatakan bahwa berita mengenai tindakan melawan tenaga medis itu tidak benar. Gereja Shincheonji menyatakan bahwa masalah pelanggaran hak asasi manusia sehubungan dengan virus ini sudahlebih dari 7.500 kasus dan masih terus meningkat.

Artikel ini ditulis oleh: Mila

Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab Redaksi RadarBangsa.co.id

Berita Terkait

Renungan : Kebaikan Kelihatan, Keburukan Ketahuan ‘ Becik Ketitik Olo Ketoro’ | RadarBangsa Lamongan
Suhu Politik Pilkada Mulai Memanas, Lapor dan Lapor – Solusi atau Senjata Makan Tuan |RadarBangsa
Pelanggaran Masif & Berlanjut
ASN Terlibat Mendukung Paslon Bisa Disanksi
Wujudkan Persatuan Melalui Olahraga Ditengah Perbedaan dalam Pilkada
Jejak Kironggo Seorang Tokoh Adat dan Prajurit Ulung Legendaris Sejarah Bondowoso
Menjelang Pilkada 2024 : Strategi Pemain Lama dan Baru dalam Politik
Menilik Unsur Pidana Ketua KPU yang Dipecat Menurut UU TPKS, ‘Kau yang Berjanji, Kau yang Mengingkari’
Tag :

Berita Terkait

Senin, 7 Oktober 2024 - 08:55 WIB

Renungan : Kebaikan Kelihatan, Keburukan Ketahuan ‘ Becik Ketitik Olo Ketoro’ | RadarBangsa Lamongan

Minggu, 6 Oktober 2024 - 08:05 WIB

Suhu Politik Pilkada Mulai Memanas, Lapor dan Lapor – Solusi atau Senjata Makan Tuan |RadarBangsa

Minggu, 22 September 2024 - 22:22 WIB

Pelanggaran Masif & Berlanjut

Jumat, 20 September 2024 - 07:32 WIB

ASN Terlibat Mendukung Paslon Bisa Disanksi

Rabu, 18 September 2024 - 07:21 WIB

Wujudkan Persatuan Melalui Olahraga Ditengah Perbedaan dalam Pilkada

Berita Terbaru

Politik - Pemerintahan

Pemkab dan DPRD Lamongan Setujui APBD 2025 dengan Pendapatan Rp 3,26 Triliun

Senin, 25 Nov 2024 - 22:12 WIB

Peristiwa

KPU Sidoarjo Rampungkan Pendistribusian Logistik Pilkada 2024

Senin, 25 Nov 2024 - 21:47 WIB