LAMONGAN, RadarBangsa.co.id – Tidak banyak masyarakat Lamongan yang mengetahui, bahwa beberapa desa di Lamongan, meskipun terletak cukup jauh dari pusat pemerintahan Lamongan, namun memiliki ikatan masalalu dengan Lamongan.
Kenyataan itulah yang mendorong Gemati, organisasi lintas komunitas di Lamongan menapak tilasi tempat bersejarah Lamongan.
Maka pada Rabu 2 Agustus 2020. Para penggerak Gemati, melakukan penelusuran sejarah sekaligus berziarah ke situs makam Mbah Ngabehi. Terletak di batas timur wilayah Lamongan dengan Gresik. Tepatnya di desa Meluwur, Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan.
Berdasarkan cerita masyarakat setempat. Nama Meluwur, merupakan akronim, diambil dari kata Melu (ikut- bhs Jawa) dan Awor (berkumpul-bhs Jawa). Mengisyaratkan bahwa di desa Meluwur ini, terdapat penduduk asli dan pendatang. Penduduk asli yang di maksud ialah warga Kebundalem (nama asli desa ini) yang terlebih dahulu bertempat tinggal di desa ini. Sedangkan warga pendatang Melu-Awor “ikut berkumpul”, yaitu warga/pengikut Mbah Qomaruddin (Bungah) yang ada di Wantilan. ujarnya.
Mahrus Ali, ketua Gemati menuturkan. Tujuan besar kegiatan ini, agar generasi muda Lamongan mengetahui kisah dan tempat-tempat bersejarah yang berhubungan dengan masalalu Lamongan. Sehingga tidak merasa keberaran turut menjaganya sebagai warisan budaya.
“Sejarah Lamongan semestinya menjadi pengetahuan umum bagi masyarakat Lamongan.” Harapnya.
Pendapat Mahrus cukup beralasan, mengingat
Keberadaan desa Meluwur berkaitan erat dengan sejarah buaya putih yang ditunggangi Sultan Hadiwijaya atau Mas Karebet atau lebih dikenal dengan Joko Tingkir.
“Dulu terdapat 2 buaya putih membagi wilayah kekuasaan mereka menjadi 2 bagian. Barat dan timur. desa Ngampel, desa Meluwur adalah salah satu wilayah kekuasaan buaya putih tersebut.” Imbuh Mahrus.
Lebih jauh. Mahrus mengatakan. Para calon wisatawan atau peziarah baik berasal dari Lamongan atau luar Lamongan harus diedukasi. Bahwa Lamongan, bukan hanya memiliki sunan Drajad atau Sunan Maulana Ishaq saja. Tapi terdapat tokoh bersejarah lain.
“Kunjungan para wisatawan inikan, bisa meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar di Lamongan”
Meluwur juga memiliki hubungan yang cukup erat dengan berbagai desa dan nama-nama besar. Selain keberadaan situs Makam Mbah Ngabehi, yang dihormati dan bersejarah, juga terdapat beberapa makam sesepuh di desa. Di antaranya Makam Buyut Sentono (Sentono berarti Senopati atau Panglima perang pada masa Kerajaan Mataram yang dipimpin Sultan Agung). Makam Buyut Mburo’ hidup di zaman era Mbah Sholeh Tsani. Makam Buyut Jogorekso adalah penerus perjuangan Mbah Ngabei maupun Buyut Sentono.
Sepanjang Napak Tilas, Gemati disertai bakal calon Bupati Lamongan periode 2020-2025. Kartika Hidayati, berpasangan dengan Saim (KarSa). Selain mengikuti proses napak tilas hingga akhir. Kartika membuka dialog dengan masyarakat sekaligus menyantuni 24 anak Yatim.
Mahrus menilai, pasangan KarSa mempunyai visi dan misi yang sama, tentang pelestarian dan pengembangan situs-situs sejarah, peninggalan, dan makam-makam bersejarah di Kabupaten Lamongan.
“Bersama pasangan KarSa. Kami ingin menunjukkan kondisi terkini pembangunan wilayah-wilayah perbatasan. Yang nantinya akan di jadikan rancangan pembangunan jangka menengah daerah. Ketika Pasangan KarSa menjadi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lamongan.” Pungkasnya.
(ZHk/DS)