Oleh: HM. Misbahul Salam
Innalilahi wainna ilaihi raji’un, telah wafat KH. Salahuddin Wahid pada hari Ahad Malam, 2 Februari 2020, jam 21.00 WIB di RS Harapan Kita Jakarta.
Indonesia telah kehilangan tokoh pengayom dan pengarah untuk kebaikan hidup beragama, berbangsa dan bernegara.
Gus Sholah, cucu Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari ini adalah pejuang ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) yang sangat konsisten pada pikiran KH Hasyim Asy’ari. Pemikiran-pemikiran beliau tentang pentingnya melestarikan ajaran Aswaja, hampir menjadi menu utama tausiahnya di berbagai kesempatan. Tidak hanya itu, Gus Sholah juga konsisten dalam menjaga ideologi negara Pancasila dan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
Saya pernah bersama-sama beliau mengunjungi beberapa daerah di Indonesia untuk menghadiri acara NU, Seminar di Polda, pertemuan tokoh dan akademisi, misalnya di Kalimantan Barat, NTB (Nusa Tenggara Barat), Batam, Manado, Medan Sumatera, daerah Jawa Timur dan sebagainya, terutama di Pondok Pesantren Tebuireng sendiri, Jadi tema-tema yang mendominasi pidatonya, yaitu, Aswaja, Peran Pesantren, Pancasila, NKRI, Ekonomi kerakyatan, dan tentang antisipasi gerakan terorisme dan radikalisme.
Selain itu, dalam menyikapi persoalan keagamaan dan negara, Gus Sholah sangat rasional dan selalu mengedapankan nilai-nilai ukhuwah (persaudaraan). Sehingga komentar-komentarnya sangat sejuk, mudah dipahami, dan tidak menimbulkan kegaduhan. “Itu yang saya rasakan dari sikapnya dalam menghadapi persoalan”.
Gus Sholah adalah sosok yang ingin selalu menjaga marwah NU. Hal ini bisa dilihat dari keinginannya untuk terus memperbaiki NU, menjaga khittah NU dan kemandirian NU. Keinginan beliau itu menunjukkan betapa cintanya beliau kepada NU, sehingga selalu ingin memperbaiki dan menyempurnakan yang ada. Dan dalam acara Muktamar dan Konfresnsi NU selalu berpesan jangan pakai uang, karena NU ini organisasi Ulama penerus risalah perjuangan Rasulullah SAW.
Dari sisi pengelolaan pesantren, Gus Sholah berhasil mengembangkan pondok pesantren Tebuireng dengan cukup baik, bahkan mampu mendirikan cabang pesantren Tebuireng di berbagai daerah di Indonesia. Dari itu Gus Shalah dan pesantren Tebuireng sangat sering di kunjungi tokoh tokoh nasional maupun internasional.
KH. Salahuddin Wahid adalah mutiara Tebuireng yang menyinari peradaban dunia telah meninggalkan kita semua. Semoga amal ibadah, perjuangan dan pengabdiannya diterima disisi Allah SWT. dan kekhilafannya diampuni Allah SWT. Semoga tumbuh tunas tunas bangsa yang meneruskan perjuangannya.
‘Penulis adalah Pengasuh Yayasan Raudlah Darus Salam Sukoreko Bangsalsari Jember’