SIDOARJO, RadarBangsa.co.id – Pemkab Sidoarjo terus berupaya mengatasi genangan air di Desa Kedungbanteng dan Banjarasri Kecamatan Tanggulangin. Salah satunya dengan melibatkan Institut Teknologi Sepuluh November/ITS Surabaya. Kemarin, Senin, (14/12) tim kajian penanganan genangan kawasan Desa Kedungbanteng dan Banjarasri Kecamatan Tanggulangin melaporkan hasil kajiannya kepada Pj. Bupati Sidoarjo, Dr. Hudiyono, M.Si, di pendopo Delta Wibawa.
Dari laporan akhir, tim merekomendasikan penanganan yang berjenjang. Mulai jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Jangka pendek mulai dari alternatif pengurukan, pemompaan serta rumah panggung. Untuk jangka menengah, tim merekomendasikan penataan tata air drainase di wilayah tersebut. Kerjasama antar instansi/dinas daerah harus dilakukan.
Dinas terkait juga diminta melakukan kajian lebih mendalam dan luas serta komprehensif untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya antisipatif. Sedangkan untuk jangka panjangnya, saluran Gedangrowo dan Kedungpeluk harus ditata kembali. Tidak hanya penataan pada saluran Kedungbanteng dan Banjarasri saja.
Sistem alirannya maupun pintu airnya juga harus dilakukan penataan. Penataan tersebut berkaitan dengan kerjasama antar instansi daerah. Pasalnya saluran Gedangrowo termasuk saluran irigasi yang bisa jadi kewenangan provinsi.
Dalam kesempatan tersebut Pj. Bupati Sidoarjo Hudiyono menyampaikan perhatian Pemerintah Kabupaten Sidoarjo terhadap warganya yang mengalami kesusahan tidak ada henti-hentinya. Seperti yang dialami warga Desa Kedungbanteng dan Banjarasri Kecamatan Tanggulangin yang wilayahnya tergenang air berbulan-bulan.
Pemkab Sidoarjo sendiri telah menurunkan seluruh tim dalam penanganan genangan di dua desa tersebut. Mulai dari Pemkab Sidoarjo sendiri sampai pihak Polresta dan Kodim 0816 Sidoarjo telah terjun kelapangan.
Pemkab Sidoarjo juga melibatkan tim kajian dari ITS Surabaya serta Universitas Brawijaya. Kajian yang dibuat dua perguruan tinggi tersebut akan di pakai dasar dalam mengambil langkah deskresi kebijakan penanganan genangan di dua desa itu.
Hudiyono mengatakan normalisasi sungai di desa tersebut sudah dilakukan. Alat berat diturunkan untuk melakukan pengerukan mulai dari Banjarpanji sampai Banjarasri. Namun hasilnya belum maksimal.
Banyak sampah maupun enceng gondok yang menghambat normalisasi sungai tersebut. Dirinya melihat penyempitan sungai serta hulu sungai yang yang lebih rendah dari pembuangannya juga menjadi kendala. Melihat hal itu Pemkab Sidoarjo telah memasang pompa penyedot air. Namun hasilnya masih belum juga maksimal menekan ketinggian air.
“Kita tidak henti-hentinya merasa prihatin dengan mereka, kita sudah urug, bangun jalannya tapi masih ada yang banjir, kalau lihat mereka kasihan mereka,” ucapnya.
Ketua Tim Kajian ITS Surabaya Amien Widodo mengatakan beberapa tim diturunkan dalam penanganan genangan Desa Kedungbanteng dan Banjarasri. Diantaranya tim penurunan tanah, tim pemetaan dengan drone, tim hydrologi serta tim geofisika dan tim perencanaan wilayah kota.
Tim itu nantinya akan melihat lebih jelas penyebab genangan yang kemudian akan dikeluarkan rekomendasi penanganannya.
Dari hasil kajiannya terdapat penuruan tanah di sebagaian wilayah yang tergenang. Bahkan disatu tempat ada penurunan tanah sampai 10 cm dalam waktu sebulan. Namun pengukuran tanah tersebut masih dilakukan dua kali. Butuh tiga kali pengukuran untuk memastikan jeda waktu terjadi penurunan tanah.
Dikatakannya banyak faktor terjadinya penurunan tanah. Seperti pemompaan secara berlebihan dari Lapindo disekitar wilayah tersebut. Namun dari laporan Kades Banjarpanji, saat ini aktifitas penyedotan air tanah sudah berhenti.
“Harusnya ada penambahan pengukuran sekali lagi sehingga kita bisa tahu rata-rata penurunannya atau bahkan penurunannya sudah berhenti,” ucapnya.
Amien juga menyampaikan karakteristik tanah yang tergenang tersebut merupakan tanah lempung. Tanah jenuh air yang tidak dapat meresap air. Oleh karenanya pembuatan biopori tidak akan berguna.
Lapisan tanah lempungnya pun menurutnya cukup tebal. Dengan kareteristik tanah seperti itu pembuatan tanggul tanah pun akan percuma. Tanah akan kembali longsor apabila tidak dibuatkan tanggul permanen dari semen.
“Dari hasil geolistrik itu kita tahu tanah itu tanah lempung,” ucapnya.