SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Khofifah Indar Parawansa memberikan perhatian serius terhadap data terbaru yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan, yang mencatat bahwa 22,4 persen calon dokter yang sedang mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) mengalami depresi.
Data ini terungkap setelah Kementrian Kesehatan melakukan survei terhadap 12.121 dokter yang menjalani PPDS di 28 rumah sakit vertikal pada Maret 2024. Hasil skrining menunjukkan bahwa 22,4 persen peserta PPDS mengalami gejala depresi, dan 0,6 persen di antaranya bahkan mengalami depresi berat. Dalam situasi yang sangat mengkhawatirkan, ditemukan juga dokter yang merasa ingin bunuh diri.
Dari 22,4 persen peserta PPDS yang mengalami depresi, rincian menunjukkan 381 orang (14 persen) berasal dari pendidikan spesialis anak, 350 dari pendidikan spesialis penyakit dalam, 248 dari anestesiologi, 164 dari neurologi, dan 153 dari obgyn.
Lebih lanjut, terungkap bahwa PPDS yang mengalami gejala depresi terbanyak (22,4 persen) berasal dari RSCM Jakarta, 250 dari RS Hasan Sadikin Bandung, 326 dari RS Sardjito Yogyakarta, dan 284 dari RS Ngoerah Denpasar.
Dalam mengomentari temuan ini, Khofifah menyatakan apresiasinya terhadap RSUD Dr. Soetomo dan rumah sakit lainnya di Jatim yang tidak tercatat dalam data tersebut. “Ini menandakan bahwa sistem pendidikan yang diterapkan di rumah sakit pendidikan di Jatim sudah berada di jalur yang benar dan tidak menyimpang dari koridor yang seharusnya,” tegas Khofifah pada Rabu (17/4/2024).
Khofifah menekankan bahwa sistem yang diterapkan di RSUD Dr. Soetomo dan Dr. Saiful Anwar untuk Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) sudah sangat baik. Selain itu, fasilitas dan dukungan penunjang bagi para calon dokter spesialis yang menempuh PPDS di kedua rumah sakit tersebut juga menjadi perhatian utama.
Berbagai fasilitas telah disediakan di RSUD Dr. Soetomo, seperti tunjangan bulanan yang dianggarkan khusus oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Selain itu, di setiap unit RSUD Dr. Soetomo juga tersedia kamar istirahat yang nyaman untuk peserta PPDS. Misalnya, di unit perawatan penyakit jantung, terdapat 3 kamar khusus untuk PPDS, 2 kamar di UGD, dan beberapa kamar di unit lainnya.
Beban kerja yang cukup besar bagi peserta PPDS menjadi perhatian utama, yang kemungkinan besar menjadi faktor risiko terjadinya depresi. RSUD Dr. Soetomo sadar akan hal ini dan telah mempertimbangkan dengan cermat terkait beban dan kinerja dari dokter PPDS.
“Terkait beban kerja, kami sangat memperhatikan kemampuan peserta. Saat ini, ada tiga shift yang memungkinkan dokter PPDS mendapatkan istirahat yang memadai dan menjaga keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi. Sebelumnya, hanya dua shift, namun dengan pertimbangan yang matang, kami membaginya menjadi tiga shift saat ini,” tegasnya.
Khofifah menekankan pentingnya dukungan penuh dari rumah sakit, keluarga, dan pemerintah dalam mencegah terjadinya depresi dan memberikan perlindungan kepada calon dokter spesialis yang sedang menjalani PPDS. Evaluasi terhadap sistem pendidikan di setiap rumah sakit juga perlu dilakukan untuk memastikan bahwa beban kerja yang diberikan seimbang bagi semua peserta PPDS.
“Kami membutuhkan dukungan penuh dari semua pihak, termasuk rumah sakit, keluarga, dan pemerintah, terutama dalam meningkatkan sistem pendidikan sehingga proses pendidikan PPDS tetap memberikan perhatian yang memadai bagi para calon dokter spesialis,” pungkas Khofifah.