SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Aksi pembakaran Alquran yang dilakukan politisi Denmark, Rasmus Paludan, memicu kecaman dan kemarahan dari para pemimpin dan tokoh Islam di dunia. Para tokoh ormas Islam mengkritik keras perihal kebebasan berekspresi yang kebablasan itu, dan mengingatkan aksi tersebut bisa memicu Islamofobia.
“Membakar kitab suci sama saja menghina agama. Dan perbuatan tersebut tidak dibenarkan dalam semua agama. Kami bersama ormas-ormas Islam lainnya mengutuk aksi itu,” terang Ketua DPW LDII Jawa Timur, KH Moch Amrodji Konawi. Jumat, (27/1/2023).
Ia menambahkan, meskipun mereka berdalih melakukannya berdasarkan kebebasan berekspresi dan bagian dari demokrasi, namun KH Amrodji mengatakan tindakan itu melampaui batas sehingga memancing amarah umat Islam.
“Siapapun boleh berekspresi menyuarakan haknya. Namun, sampaikanlah dengan bijak, jangan sampai mencederai hak asasi orang lain dan agama. Sebab, dua hal itu sangat sensitif,” tandasnya.
Meskipun begitu, KH Amrodji mengajak umat Islam agar tidak membalasnya dengan tindakan yang merusak.
“Saya berharap kejadian ini tak terulang lagi. Dan seluruh umat beragama bisa hidup berdampingan dengan damai,” tegasnya.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso. Menurutnya pembakaran kitab suci Alquran merupakan wujud kebebasan berekspresi yang ugal-ugalan dan tidak menghormati Hak Asasi Manusia (HAM).
“Demokrasi memang ditandai dengan kebebasan berekspresi, tapi ada batasan yang disepakati tidak boleh dilanggar, yakni HAM. Kebebasan beragama merupakan hak paling hakiki dan prinsipil,” tandasnya.
Bahkan Islam mengajarkan larangan menghina Tuhan agama lain. Pesan tersebut, menurut KH Chriswanto terdapat dalam surah Al-An’am ayat 108. “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan,” kutipnya.
Namun begitu, KH Chriswanto mengingatkan umat Islam di Indonesia harus bijak menyikapinya dengan tidak membalas membakar kitab suci umat lain atau merusak rumah ibadah agama lain.
“Tidak ada yang lebih parah dan menyedihkan adalah perang atas nama agama, padahal itu hanya urusan politik,” lugasnya.
Ia meminta pemerintah mencekal Rasmus Paludan masuk ke Indonesia. Baginya, tidak layak bagi penista agama dan propagandis Islamofobia itu masuk ke Indonesia. Dengan kondisi Indonesia yang plural, tidak ada tempat bagi orang-orang yang tidak toleran.
Ia menambahkan, Rasmus bisa memicu Islamofobia yang cenderung rasis, karena ketakutan yang berlebihan tanpa dasar terhadap Islam dan umat manusia yang meyakini agama itu.