SEORANG PENGGUGAH YANG TERLUPAKAN
‘#WorldHijabDay’
Apakah anda termasuk yang 70% tersebut? Jika iya, maka tak salahnya menyempatkan waktu untuk membaca sedikit kisahnya.
Perkenalkan namanya Marwa El-Sherbini. Ia seorang apoteker, kelahiran Mesir. Ia belajar farmasi di Universitas Alexandria di Mesir dan lulus pada tahun 2000. Kemudian ia pindah ke Bremen pada tahun 2005 bersama suaminya, Elwy Ali Okaz. Ketika suaminya meraih kandidat doctor di Max Planck Institute untuk Biologi Sel Molekuler dan Genetika di Dresden pada tahun 2008, Marwa ikut pindah bersama putranya yang berusia tiga tahun dan bekerja di University Hospital Dresden. Bersama teman-temannya, Marwa mendirikan yayasan sukarelawan yang bergerak dalam pembinaan dan pengajaran Islam di Dresden.
Pada 21 Agustus tahun 2008, Marwa bertemu dengan Alex Wiens di sebuah taman di distrik Johannstadt, Dresden. Wiens adalah pemuda Rusia yang dianggap mengalami gangguan kejiwaan kronik psikosis. Sebelumnya, tahun 2003, Wiens sudah berimigrasi ke Jerman dan menjadi warga Negara Jerman. Wiens mendekati Marwa yang berjilbab dan menuduh perempuan itu sebagai ‘teroris Islam’. Marwa tidak bisa menerima perlakuan ini. Ia sempat mendebat Wiens, namun pemuda itu mengumpatnya berkali-kali dan terus menuduh Marwa sebagai teroris.
Kemudian, Marwa yang tengah hamil tiga bulan itu menelepon polisi dan tidak lama setelahnya dua mobil polisi menghampiri. Marwa menjelaskan perseolannya. Wiens dikenai tuduhan ‘memfitnah seseorang’ dan di denda 330 Euro. Wiens sakit hati dan terus menyerang Marwa dengan kata-kata yang tidak sepantasnya, “Teroris”, “Pembantai”, “B**ch”, dll. Hari berikutnya Marwa menuntut pemuda itu di pengadilan untuk memberi pelajaran kepada siapa pun agar tidak melemparkan fitnah seenaknya tanpa bukti yang cukup. Selama masa persidangan, berulang kali Wiens melecehkan dan menghina Marwa. Pada bulan November 2008, Alex Wiens dinyatakan bersalah dan dikenai denda 780 Euro oleh pengadilan.
Masih di tempat yang sama, di gedung pengadilan The Landgericht Dresden, tanggal 01 Juli 2009, Wiens mulai membacakan keberatannya di hadapan hakim dengan mengatakan bahwa semua muslim adalah teroris dan seharusnya orang seperti Marwa segera dideportasi dari Jerman. Hakim memutuskan reses. Dan pada saat Marwa, putranya yang berusia tiga tahun, serta suaminya melangkah keluar ruang pengadilan, Wiens mencabut pisau dapur sepanjang delapan belas sentimeter lalu menyerang dan menikam Marwa yang tengah hamil anak keduanya, dengan setidaknya delapan belas tusukan, SEKALI LAGI DELAPAN BELAS TUSUKAN. Okaz yang mencoba membantu juga ditikam beberapa kali di kepala dan leher, ia mengalami koma selama dua hari namun selamat dari kematian. Sementara dalam versi lain dijelaskan bahwa saat suaminya hendak menolong, ia pun ikut ditikam dan ditembak oleh polisi penjaga persidangan. Sampai saat ini tidak diketahui apakah tembakan itu disengaja atau meleset yang seharusnya sasarannya adalah sang ‘manusia laknat’ tersebut.
Pada pukul sebelas, bantuan keselamatan yang didatangkan untuk menolong nyawa Marwa menyatakan menyerah. Marwa El-Sherbini telah meninggal dunia di depan anaknya di gedung pengadilan tersebut.
Enam hari kemudian, sekitar dua ribu orang Mesir bersama warga Negara asing lainnya yang turut bersimpati memanjatkan doa untuk Sherbini di Masjid Dar Al-Salam di Berlin. Ada banyak reaksi yang muncul setelah peristiwa tersebut dan seluruh dunia melihat apa yang terjadi di Jerman sebagai dampak dari Islamphobia, ketakutan besar kaum non-Islam terhadap umat Islam selama ini. Sebuah tipuan kehumasan yang telah disebarluaskan secara terencana sejak tragedy WTC di Amerika Serikat sekitar 2001 lalu.
Marwa dilecehkan dan dituduh sebagai teroris oleh Wiens hanya karena ia muslimah dan mengenakan jilbab yang besar. Inilah efek buruk kehumasan tentang Islam di Eropa. Tidak lama setelah peristiwa tragis itu, hari kematian Marwa El-Sherbini, pada tanggal 01 Juli ditetapkan sebagai Hari Jilbab Sedunia (World Hijab Day).
Selain hari kematian Marwa El-Sherbini yang dianggap sebagai World Hijab Day, ada hari lain yang disebut sebagai Hari Solidaritas Berjilbab Sedunia yaitu pada tanggal 4 september. Hari ini dimulai dengan kuatnya kedzhaliman di Perancis yang melarang kaum perempuan muslim menggunakan jilbab. Namun para muslimah yang sebagian besar adalah imigran bersatu untuk menentang regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah Perancis tersebut. Mereka berkumpul menyuarakan penolakan mereka bahwa jilbab bukan busana yang melanggar hak asasi dan juga tidak digunakan atas dasar keterpaksaan. Jilbab adalah pilihan mereka berdasarkan kewajiban yang harus mereka jalankan sesuai syariat agama mereka.
Marwa adalah seorang penggugah. Ia menggugah banyak kesadaran kaum perempuan di dunia ini, bukan hanya muslimah, namun juga perempuan Kristen, Yahudi, dan yang lainnya. Berita tentang Marwa tidak banyak diangkat media –termasuk di Indonesia, karena Jerman pada dasarnya juga menutup-nutupinya. Namun bagi para muslimah, jilbab adalah eksistensi dari perjuangan. Setelah kejadian itu, orang-orang tidak lagi melihat perempuan berjilbab dengan sebelah mata, khususnya di Negara-negara non-muslim. Mereka harus memberikan hak yang sama pada mereka. Apakah itu di Eropa, Amerika, Asia, atau Afrika. Tidak ada yang bisa membedakan seorang berjilbab dengan orang yang tidak berjilbab. Jadi jika kau para muslimah berjuang mempertahankan jilbabmu untuk dapat pujian orang lain tentang rambutmu yang indah, sadarilah bahwa ada seseorang di tempat lain telah berjuang mempertahankan jilbabnya demi sebuah fitnah terhadap terorisme. Dan ia mempertahankannya dengan darah dan nyawa.
Wallahu ‘alam (dari berbagai sumber)
copas +Muhammad Shinwani
(MR ROMEO)