JAKARTA, RadarBangsa.co.id – Pemerintah melalui Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) terus berupaya menangani pandemi di Indonesia. Salah satunya dengan mempercepat persiapan vaksin Sinovac yang saat ini telah memasuki tahap III uji klinik dan selesai melakukan penyuntikan kepada seluruh relawan. (20/11)
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) sebagai lembaga di bidang pengawasan obat dan makanan juga turut mengawasi perkembangan penelitian vaksin Sinovac serta memastikan keamanan dan kemanjuran vaksin sebelum nantinya digunakan oleh masyarakat.
Prof. Dr. dr. Cissy Kartasasmita , Sp.A (K), M.Sc, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran mengatakan, vaksin Sinovac telah menunjukkan hasil yang baik pada uji klinik tahap satu dan dua, yang berarti keamanan dan kemanjuran vaksin tidak perlu diragukan lagi.
Sayangnya, masih banyak masyarakat yang percaya terhadap mitos dan hoaks mengenai vaksin COVID-19. Hal ini dapat berakibat pada terhambatnya pengembangan vaksin COVID-19 di Indonesia.
“Sebagian besar masyarakat sudah mempercayai dan mengakui kegunaan vaksin bagi pencegahan infeksi menular. Akan tetapi, masih ada masyarakat yang meragukan keamanan dan kemanjuran vaksin, termasuk meragukan keamanan vaksin COVID-19 yang masih dalam proses pengujian,” kata Prof Cissy.
Fakta dan Mitos Vaksin COVID-19
Terdapat beberapa mitos yang beredar di tengah masyarakat mengenai vaksin COVID-19, yaitu
Masyarakat tidak percaya terhadap keamanan dan kemanjuran vaksin yang saat ini sedang dalam tahap percobaan
Terdapat efek samping yang berat hingga meninggal saat dilakukan penyuntikan kepada relawan
Isu keamanan kemudian menjadi yang paling sering dibahas. Banyak yang meragukan keamanan dan kemanjuran vaksin COVID-19. Pasalnya, proses pembuatan vaksin dinilai sangat cepat. Prof Cissy mengatakan, faktanya, teknologi dan kemampuan sumber daya yang maju, serta ketersediaan biaya dapat mempercepat proses penemuan vaksin COVID-19.
Laporan keamanan uji klinik vaksin COVID-19 fase satu dan dua telah dipublikasikan pada publikasi internasional dan menunjukkan hasil yang baik. Tidak ada efek samping yang ditemukan dari para relawan. Bahkan, keberhasilan uji klinik fase satu dan dua menarik minat lebih dari 2.000 relawan untuk berpartisipasi pada uji klinik fase tiga di Bandung.
“Dari 2.000 relawan tersebut, 1620 relawan memenuhi syarat untuk berpartisipasi hingga saat ini telah selesai divaksinasi dan menunggu laporan hasil uji resminya,” jelas Prof Cissy.
Menjawab efek samping vaksin COVID-19, Prof Cissy menegaskan, informasi mengenai relawan yang sakit berat atau meninggal dunia tidak lah benar.
Setelah dilakukan penelitian, kejadian relawan sakit tidak berhubungan langsung dengan vaksinisasi. Hasil uji klinik juga tidak menunjukkan adanya reaksi berlebihan dari para relawan yang mengikuti uji coba vaksin COVID-19.
“Perlu diketahui pula, apabila kita melakukan imunisasi pada banyak orang maka akan timbul yang disebut dengan imunitas populasi atau dikenal dengan herd immunity. Ini akan melindungi orang lain yang belum atau tidak bisa diberi vaksin seperti bayi atau orang dengan penyakit gangguan imun,” ujar Prof. Cissy.
Perangi Mitos dan Hoaks
Pemerintah kemudian perlu melakukan kolaborasi, terutama bersama para ahli dan dokter untuk menangani mitos dan hoaks mengenai vaksin COVID-19 yang saat ini tengah beredar. Klarifikasi diperlukan guna memberikan pemahaman dan fakta yang benar dan menyeluruh bagi masyarakat.
Media juga memiliki peran penting dalam menyosialisasikan informasi yang benar terkait vaksin kepada masyarakat. Sehingga, tidak hanya membuat masyarakat lebih tenang tetapi juga dapat menangkis hoaks yang beredar.
Masyarakat juga dihimbau untuk lebih berhati-hati dalam membagikan informasi mengenai COVID-19 maupun vaksin COVID-19 kepada orang lain.
“Sebelum menyebarkan informasi, masyarakat harus pandai memastikan informasi yang benar. Hal yang tidak masuk akal harus kita tinggalkan,” pungkas Prof Cissy.
Vaksin memang menjadi cara untuk terlindungi dari infeksi tertentu. Selagi menunggu vaksin, masyarakat tetap harus melakukan protokol kesehatan dengan ketat dan menerapkan perilaku 3 M (memakai masker, mencuci tangah, dan menjaga jarak aman) secara disiplin.
(Red/Lalu)