Menag Fachrul Razi & Repatriasi 600 WNI Eks-Kombatan ISIS

- Redaksi

Selasa, 4 Februari 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ketua Dewan Pembina Haidar Alwi Institute, Haidar Alwi.

Ketua Dewan Pembina Haidar Alwi Institute, Haidar Alwi.

Oleh : Haidar Alwi

Fachrul Razi yang awal penunjukannya sebagai Menteri Agama diharapkan dapat menumpas intoleransi, radikalisme dan terorisme, justru mencerminkan hal sebaliknya. Baik dalam pernyataan, kebijakan maupun tindakannya selama menjabat sebagai Menteri Agama.

Tidak heran bila kemudian berbagai elemen masyarakat terutama para pendukung Jokowi yang sempat menggantungkan harapan kepadanya, kini harus menelan kekecewaan. Sangat tidak tepat rasanya jika disebut blunder karena terjadi berkali-kali.

Sejak dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu (23/10/2019), Menteri Agama Fachrul Razi tercatat telah beberapa kali melontarkan pernyataan kontroversial yang tidak berfaedah.

Mulai dari pelarangan cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintahan, do’a berbahasa Indonesia, khotbah tanpa salawat, perpanjangan izin ormas Front Pembela Islam (FPI) dan yang terbaru adalah merepatriasi (memulangkan) 600 Warga Negara Indonesia (WNI) eks-kombatan (mantan pejuang) ISIS di Timur Tengah.

Pernyataan kontroversial ini disampaikannya dalam pidato sambutan saat acara Deklarasi Organisasi Masyarakat (Ormas) Pejuang Bravo 5 di Ballroom Discovery Ancol Hotel, Taman Impian Jaya Ancol pada Sabtu (1/2/2020).

Mantan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pernah mengungkapkan bahwa berdasarkan data intelijen, ada sekitar 31.500 Warga Negara Asing (WNA) yang menjadi pejuang ISIS. Sebanyak 800 di antaranya berasal dari Asia Tenggara, dan lebih parahnya lagi, 700 orang adalah Warga Negara Indonesia (WNI).

Wacana repatriasi WNI eks-kombatan ISIS ini bukanlah hal baru, melainkan telah bergulir sejak beberapa tahun yang lalu. Bahkan tahun 2017, pemerintah telah memulangkan sebanyak 18 orang WNI mantan pejuang ISIS.

Kini, wacana tersebut kembali menyeruak dan menimbulkan kegaduhan akibat pro-kontra di masyarakat. Dengan dalih kemanusiaan, Menteri Agama Fachrul Razi menyebut dalam waktu dekat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) akan melakukan hal yang sama dengan jumlah yang lebih besar, yakni mencapai 600 orang.

Urgensi dan dasar hukum pemulangan WNI mantan Pejuang ISIS ini patut dipertanyakan. UUD 1945 dengan jelas mengatur bahwa WNI yang bergabung dengan kegiatan militer negara lain, maka otomatis akan kehilangan kewarganegaraannya. Dengan demikian, jelas sudah para eks-kombatan ISIS itu secara hukum Indonesia bukan WNI lagi.

Satu dua tiga teroris saja sudah cukup menimbulkan kegaduhan dan ketakutan se-antero nusantara. Bayangkan, kini 600 teroris, 600 orang bukanlah jumlah yang sedikit, akan dipulangkan dan dijemput oleh pemerintah.

Apalagi, ini tidaklah semudah memindahkan barang dan tidak bisa juga dilakukan secara parsial karena radikalisme dan terorisme adalah menyangkut ideologi. Memulangkan mereka berarti memasukkan kembali ideologi berbahaya tersebut ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Apa yang sudah diperbuat Fachrul Razi selama menjabat sebagai Menteri Agama hingga kini dirinya berniat menambah potensi ancaman itu dengan memulangkan 600 WNI mantan Pejuang ISIS? Tidak ada yang bisa dibanggakan dalam 100 hari jabatannya selain daripada kontroversi yang menjadi kebanggaan dirinya sendiri.

Seketat apa pun tahap demi tahap yang harus dilalui tidak akan mampu menjamin tidak terbawanya radikalisme dan terorisme yang kemudian akan menjadi ancaman bagi harmonisasi kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang akhir-akhir telah ini terkoyak dan tercabik-cabik oleh perilaku intoleran, radikal dan teror dari sekelompok orang.

Bukankah Fachrul Razi sendiri pernah mengatakan bahwa hanya butuh dua jam untuk membangun radikalisme. Sedangkan untuk mengembalikan orang-orang radikal yang otaknya telah diracuni, dua tahun pun tidak akan cukup.

Belum lagi mengenai kesiapan masyarakat untuk menerima kembali kehadiran para mantan teroris ini di tengah-tengah kehidupan mereka. Sebab, sebagian besar masyarakat cenderung akan menyuarakan penolakan. Hal inilah yang menjadi tantangan sebenarnya bagi pemerintah.

Oleh karena itu adalah hal yang sangat serius dan perlu pertimbangan matang berbagai pihak jika pemerintah mengambil keputusan memulangkan 600 WNI mantan Pejuang ISIS. Assessment, treatment, pemantauan dan pendampingan juga harus dilakukan dalam jangka panjang.

Penulis adalah Ketua Dewan Pembina Haidar Alwi Institute.

Berita Terkait

Renungan : Kebaikan Kelihatan, Keburukan Ketahuan ‘ Becik Ketitik Olo Ketoro’ | RadarBangsa Lamongan
Suhu Politik Pilkada Mulai Memanas, Lapor dan Lapor – Solusi atau Senjata Makan Tuan |RadarBangsa
Pelanggaran Masif & Berlanjut
ASN Terlibat Mendukung Paslon Bisa Disanksi
Wujudkan Persatuan Melalui Olahraga Ditengah Perbedaan dalam Pilkada
Jejak Kironggo Seorang Tokoh Adat dan Prajurit Ulung Legendaris Sejarah Bondowoso
Menjelang Pilkada 2024 : Strategi Pemain Lama dan Baru dalam Politik
Menilik Unsur Pidana Ketua KPU yang Dipecat Menurut UU TPKS, ‘Kau yang Berjanji, Kau yang Mengingkari’
Tag :

Berita Terkait

Senin, 7 Oktober 2024 - 08:55 WIB

Renungan : Kebaikan Kelihatan, Keburukan Ketahuan ‘ Becik Ketitik Olo Ketoro’ | RadarBangsa Lamongan

Minggu, 6 Oktober 2024 - 08:05 WIB

Suhu Politik Pilkada Mulai Memanas, Lapor dan Lapor – Solusi atau Senjata Makan Tuan |RadarBangsa

Minggu, 22 September 2024 - 22:22 WIB

Pelanggaran Masif & Berlanjut

Jumat, 20 September 2024 - 07:32 WIB

ASN Terlibat Mendukung Paslon Bisa Disanksi

Rabu, 18 September 2024 - 07:21 WIB

Wujudkan Persatuan Melalui Olahraga Ditengah Perbedaan dalam Pilkada

Berita Terbaru

Politik - Pemerintahan

Pemkab dan DPRD Lamongan Setujui APBD 2025 dengan Pendapatan Rp 3,26 Triliun

Senin, 25 Nov 2024 - 22:12 WIB

Peristiwa

KPU Sidoarjo Rampungkan Pendistribusian Logistik Pilkada 2024

Senin, 25 Nov 2024 - 21:47 WIB